Bendungan Titab Meledak Tiga Kali
Warga dari dua kecamatan bertetangga di Buleleng Barat, Kecamatan Busungbiu dan Kecamatan Seririt, geger oleh isu jebolnya Bendungan Titab, Sabtu (16/1) sore.
Sedangkan Bendungan Titab baru mulai diisi air sejak 13 Desember 2015 lalu, sehingga dalam saluran pipa intake dari bendungan menuju saluran irigasi, kemasukan udara. Nah, saat air dari Tukad Saba yang mulai dibendung mencapai puncak tower, Sabtu sore, barulah air bendungan bisa mengalir ke saluran irigasi.
“Tidak ada kerusakan bangunan fisik bendungan,” katanya. Menurut Edi Purnawijaya, air yang terjun setinggi 30 meter di dalam pipa jelas akan menghasilkan bunyi yang kuat. Sementara udara yang sebelumnya terperangkap di dalam pipa, mendorong kembali air menuju ke atas, sehingga sempat menyembur keluar.
Dia menegaskan, sejak Bendungan Titab mulai digarap 5 tahun silam sampai saat ini, semuanya masih terlihat lancar. Air Bendungan Titab itu mulai dialirkan ke saluran irigasi, setelah beberapa hari belakangan petani di wilayah Kecamatan Seririt mengeluh tidak mendapatkan air saat memasuki musim tanam.
Pihak BWS pun berjanji kepada masyarakat petani akan segera mengaliri sawah-sawah mereka, bila air Bendungan Titab sudah mencapai pintu tower intake. Ternyata, air sudah mencapai ke pintu tower intake, Sabtu sore, setelah hujan deras mengguyur, hingga menambah debit air bendungan. Mulai saai itu juga, air dari Bendungan Titab mulai dialirkan ke saluran irigasi dengan debit 3 meter kubik per detik.
Menurut Edi Purnawijaya, debit air 3 meter kubuk per detik yang dialirkan ke saluran irigasi tersebut tidak akan mengganggu proses pemenuhan air Bendungan Titab sebelum beroperasi secara resmi. “Kami sudah atur berapa air yang harus dikeluarkan, sehingga sama-sama bisa jalan. Petani bisa memulai masa tanam, bendungan juga bisa dipenuhi air,” jelasnya.
Terkait isu retakan di dinding Bendungan Titab yang sempat di-upload melalui media sosial hingga bikin warga khawatir, menurut Edi Purnawijaya, itu adalah salah satu bagian arsitektur pembangunan bendungan. Itu bukan retakan, melainkan arsitektur yang sengaja dibuat dengan sedikit celah dalam konstruksi bendungan.
Arsitektur tersebut sengaja dibuat untuk menghindari potensi jebolnya bendungan ketika terjadi guncangan atau gempa. “Sebelum dibangun, Bendungan Titab ini telah menjalani perencanaan yang matang. Apalagi, ini adalah salah satu bendungan terbesar di Indonesia. Semua sudah terstandarisasi sebagai sebuah bendungan yang aman,” tegas Edi Purnawijaya.
Sementara itu, Bendungan Titab saat ini telah terisi 2,5 juta meter kubik air dengan ketinggian air mencapai 30 meter. Jika diisi penuh, Bendungan Titab yang luasnya mencapai 64 hektare, akan mampu menampung 12 juta meter kubuk air dengan ketinggian 60 meter. Bendungan diperkirakan akan terisi penuh 12 juta menet kubik air sekitar Maret 2016 mendatang.
Menurut Edi Purnawijaya, saat ini pihak BWS masih melakukan penataan. Meski proyek fisik sudah selesai, namun pengawasan cara kerja Bendungan Titab tetap dipantau. Bendungan Titab ini dilengkapi dengan sejumlah instrumen yang dipakai untuk memantau keadaan dan pergerakan air. Instruen-instrumen tersebut dipasang di dalam bendungan yang terkait dengan alat pemantau komputer yang dijaga dan dipantau oleh 6 pegawai khusus.
“Selama masa pengisian air 3 bulan, kami juga melakukan evaluasi melalui instrumen yang dipasang untuk mengetahui pergerakan dan tekanan air. Di situ akan ketahuan, apakah bendungan ini temasuk sehat atau tidak? Kalau tidak, agar bisa segera dilakukan tindakan dan jalan keluar,” tegas Edi Purnawijaya.
Proyek Bendungan Titab itu sendiri mengambil lahan yang pembebasannya dilakukan di 6 desa wilayah dua kecamatan bertetangga. Rinciannya, 4 desa di wilayah Kecamatan Busungbiu yakni Desa Titab, Desa Kekeran, Desa Busungbiu, dan Desa Telaga. Sedangkan 2 desa lagi di wilayah Kecamatan Seririt, masing-masing Desa Ularan dan Desa Ringdikit.
Data yang diperoleh NusaBali, total lahan yang dibabaskan dalam pembangunan proyek Bendungan Titab ini mencapai sekiyar 137 hektare. Pembebasan lahan dibagi masing-masing Balai Wilayah Sungai-Bali Penida (BWS-BP) seluas 69 hektare, Pemprov Bali seluas 48 hektare plus 30 are, dan Pemkab Buleleng seluas 20 hektare plus 70 are.
Pembebasan lahan di 6 desa wilayah Kecamatan Busungbiu dan Kecamatan Seririt dilakukan dalam tiga tahap, mulai tahun 2010 hingga tahun 2013. Selama pembebasan, harga ganti rugi disepakati sebesar Rp 10 juta per are. Sedangkan dari total lahan yang dibebasnyan mencapai 137 hektare lebih tersebut, seluas 64 hektare diplot untuk genangan Bendungan Titab. Untuk tubuh bendungan seluas 5 hektare, untuk spillway dan bangunan lainnya seluas 10 hektare, plus 69 hektare lagi peruntukannya buat kawasan sabuk hijau. 7 k23
1
2
Komentar