Bayi Kelainan Kulit Ngungsi di Tulikup
Ibarat pepatah sudah jatuh tertimpa tangga, dialami bayi berusia 7 bulan, Ni Komang Ayu Martini asal Banjar Batudawa Kelod, Desa Tulamben, Kecamatan Kubu, Karangasem.
GIANYAR, NusaBali
Putri ketiga pasangan suami istri, I Nyoman Suita - Ni Nyoman Wage ini harus mengungsi dari ancaman erupsi Gunung Agung dalam kondisi sakit. Bayi kelahiran 3 April 2017 ini menderita kelainan kulit.
Dia bersama orangtua, dua kakaknya dan 5 KK lain dengan 30 jiwa, memilih mengungsi secara mandiri di rumah kos-kosan milik Mangku Gidiran, Banjar Kembengan, Desa Tulikup, Gianyar.
Baik Nyoman Suita maupun sang istri, tak pernah menyangka putrinya ini akan menderita kelainan kulit. Sebab, semasa hamil Ni Nyoman Wage mengaku rutin melakukan pemeriksaan setiap bulan. Bahkan, putri mungilnya ini lahir dalam kondisi normal. Hanya saja, karena posisi bayi sungsang, Nyoman Wage melahirkan secara caesar di RSUD Karangasem. “Bayi lahir caesar, pas lahir kondisinya normal. Wajahnya mulus, tak ada luka sama sekali,” jelas Nyoman Wage sembari menyusui anaknya ini, saat ditemui Jumat (6/10).
Namun, menginjak usia enam hari, Komang Ayu mulai menunjukkan gelagat aneh. Dia selalu panik pada pagi hari menjelang siang. Terutama mulai pukul 10.00 Wita - 14.00 Wita, ketika sinar matahari begitu terik. Bahkan, kedua matanya tak bisa melihat sempurna pada pagi hingga siang hari. “Matanya silau, makanya kedip-kedip ke bawah kalau pas ada matahari,” jelasnya. Parahnya lagi, Komang Ayu sama sekali tidak boleh terpapar sinar matahari langsung. Sebab, semua kulit tubuhnya bisa secara tiba-tiba memerah. Suatu ketika kulit Komang Ayu layaknya kulit babi guling. “Kena hawa panas saja dia sudah gelisah. Apalagi kena sinar langsung. Makanya kalau pagi dan siang selalu di kamar,” terangnya.
Kondisi bayinya ini pulalah yang menyebabkan dia tak ikut mengungsi di Posko Sutasoma Sukawati. Sebab, putrinya harus terlindung dari paparan sinar. Bahkan semestinya berada dalam ruangan dengan kelembaban cukup. Sementara, untuk membuatnya nyaman, Nyoman Wage hanya bisa menyalakan kipas angin disertai olesan salep yang didapat dari tim medis Dinas Kesehatan Gianyar.
Dijelaskan, pihaknya sudah berupaya melakukan pengobatan medis. Menurut dokter yang menangani semasih di Karangasem, putrinya Komang Ayu mengalami kelainan kulit karena faktor genetik. “Kata dokter ini kelainan bawaan,” jelasnya. Meski demikian, dua anaknya yang lain tidak mengalami hal serupa. “Dua anak saya normal. Hanya saja mewarisi sesak dari neneknya,” jelasnya.
Bayi Komang Ayu sekeluarga, mulai menetap di Tulikup sejak duia pekan lalu. Sejak itu, pengobatan terhadap Komang Ayu dilakukan di Gianyar. “Sampai sini sudah ada yang ngecek kesehatan. Kalau berobat ke puskesmas juga dikasi gratis. Senin nanti rencana kontrol ke rumah sakit,” terangnya.
Keluarga Komang Ayu termasuk peserta JKN/KIS penerima bantuan iuran (PBI) alias berasal dari KK miskin. Namun, Komang Ayu hingga usia 7 bulan ini belum terdaftar di BPJS Kesehatan. “Saya punya KIS, tapi anak ketiga belum. Karena memang belum sempat mengurus,” tambah Nyoman Suita.
Terkait keseharian Nyoman Suita di Karangasem, hampir sama dengan pengungsi lain yakni bertani dan beternak. Namun kini, untuk menyambung hidup dirinya bersama pengungsi lain di Banjar Kembengan, Desa Tulikup mendapat pekerjaan sebagai buruh proyek pemasangan paving di Pantai Purnama, Sukawati. “Sementara disini kerja serabutan saja. Belum tahu juga sampai kapan akan seperti ini. Kalau kembali, di kampung sepi. Semua sudah ngungsi,” terangnya. Terkait bantuan logistik dari pemerintah, Nyoman Suita mengaku sudah dapat. "Ada kemarin dapat kiriman beras dan sembako," jelasnya. *nvi
1
Komentar