Selama 55 Tahun Menjabat Kelian Banjar Sejak September 1961
Dalam 5 tahun pertama menjabat, AA Gede Oka langsung dihadapkan kasus adat di mana 3 KK krama Banjar Meranggi nekat menjual Tanah Ayahan Desa.
Kisah AA Gede Oka, Kelian Banjar ‘Seumur Hidup’ dari Desa Tulikup, Kecamatan Gianyar
GIANYAR,NusaBali
Anak Agung Gede Oka, 78, terbilang sosok yang fenomenal dan sekaligus langka di Bali. Bayangkan, tokoh asal Desa Tulikup, Kecamatan Gianyar ini sudah menjabat sebagai kelian banjar selama 55 tahun. Berdasarkan catatan, AA Gede Oka menjabat Kelian Adat Banjar Meranggi, Desa Tulikup sejak 19 September 1961 silam ketika usianya baru 23 tahun. Tak heran jika dia kerap disebut kelian banjar ‘seumur hidup’.
Sejak mulai dikukuhkan hingga awal tahun 2016 saat usianya menginjak 78 tahun ini, jabatan Kelian Adat Banjar Meranggi, Desa Tulikup masih tetap disandang AA Gede Oka, tanpa pernah berpindah. Mantan karyawan PT Hutama Karya ini masih tetap terlihat bugar dan energik, meski telah dikuarinai 8 cucu dari 4 anaknya.
Ketika NusaBali berkunjung ke rumahnya di Banjar Meranggi, Desa Tulikup, Minggu (17/1), Agung Oka didampingi istri tercintanya, Desak Made Suci, 78, serta dua anak laki-laki, menantu, dan beberapa cucunya. “Saya lagi flu, Pak. Mungkin karena cuaca,” tutur tokoh sepuh kelahiran 11 Desember 1938 ini.
Agung Oka mengisahkan, sebelum menikahi Desa Made Suci, dirinya merupakan anak yatim piatu. Sebab ibundanya, Sang Ayu Putu Sayub, meninggal ketika Agung Oka baru bersia 4 tahun. Sedangkan sang ayah, AA Putu Recek, meninggal dunia pada 18 Agustus 1961, berselang sebulan sebelum Agung Oka didaulat krama menjadi Kelian Adat Banjar Meranggi.
Sebelum ayahnya meninggal, Agung Oka sudah mampu menghidupi diri (cari nafkah) dengan mamarek (menjadi pembantu) d Puri Gede Tulikup, yang berlokasi sekitar 300 meter arah selatan rumahnya. Agung Oka juga berhasil menjadi pemuda terdidik, sebagaiman kaum priyayi zaman itu. Agung Oka bisa menamatkan pendidikan formal SMPN 1 Gianyar tahun 1957.
“Saya waktu itu sekolah jalan kaki pulang pergi. Kalau jam pelajaran olahraga, saya haus. Saya tidak pernah bawa bekal, sehingga kerap curi timun (mentimun) di Samplangan (Kelurahan Samplangan, Kecamatan Gianyar yang berada di sebelah barat Desa Tulikup, Red),” kenang Agung Oka.
Beberapa bulan sebelum ayahnya meninggal, Agung Oka menikahi wanita pujan hati asal sekampungnya, Desak Made Suci. Lantas, sebulan setelah ayahnya meninggal, Agung Oka didaulat krama sebanjarnya menjadi Kelian Adat Banjar Meranggi, desa Tulikup.
Menurut Agung Oka, semua ini bermula dari panggilan hati karen dirinya memang suka mengabdi untuk masyarakat. Dia sempat menjabat Ketua Pemuda Desa Tulikup dan Ketua Ikatan Pelajar Tulikup sekitar tahun 1960. Dari situ, namanya kian harum dan dipercaya krama sebanjar sebagai kelian adat.
Agung Oka mengakui, meski diangkap menjadi kelian banjar ketika usianya masih sangat muda yakni 23 tahun, dirinya tidak minder. Tantangan yang harus dihadapi memang tidaklah ringan. Dalam 5 tahun pertama menjabat, Agung Oka sudah dihadapkan dengan kasus adat di mana 3 kepala keluarga (KK) krama Banjar Meranggi nekat menjual Tanah Ayahan Desa. Pembeli Tanah Ayahan Desa kala itu juga krama setempat. Kasus jual tanah adat ini sampai maju ke Pengadilan Negeri (PN) Gianyar.
Selain itu, kata Agung Oka, ada juga kasus di mana rumah digadaikan warga untuk jaminan bank. Lalu, warga tersebut tidak mampu bayar cicilan di bank, sehingga tanah dan rumah yang digadaikan mau diambil bank. “Prinsip saya, selaku kelian banjar, saya harus mempertahankan tanah desa adat ini, apa pun risikonya,” papar Agung Oka.
Kasus lain yang tak kalah menyentak perhatian selama Agung Oka menjadi Kelian Adat Banjar Meranggi, di antaranya, kasus kawin cerai dan persoalan rumah tangga lainnya. Menurut Agung Oka, tekad memimpin di desa tidak hanya harus sukses menyelesaikan masalah bidang pawongan (orang per orang dan masyarakat, Red), namun juga Palemahan dan Parahyangan. Antara lain, pembangunan fisik di banjar dan pura hingga diupacarai sesuai tingkatan.
“Bukan hanya di Banjar Meranggi, saya juga sering ditanya prajuru tentang konsep wawungunan dan tata titi pakraman oleh prajuru banjar lainnya. Saya memang suka baca buku. Kalau saya berpendapat, selalu berpegang pada tata aturan adat, saya dapat dari buku,” jelasnya.
Saking peliknya masalah adat dalam rentang pengabdiannya yang panjang, Agung Oka tak jarang sampai diingatkan istri dan keluarga. Bagi dia, saran istri dan keluarga itu wajar dan pantas didengar, namun tetap ditimbang. Pasalnya, kelian banjar juga manusia biasa dengan kemampuan yang terbatas. “Istri biasanya mengingatkan saya agar lebih hati-hati saat saya menyelesaikan masalah,” jelas tokoh yang jadi kelian adat di Banjar Meranggi yang berpenduduk 100 KK.
Agung Oka menyebutkan, karena saking suntuknya ngayah sebagai kelian banjar, risikonya adalah kesejahteraan hidup keluarga kurang terpenuhi. Masalahnya, menjadi kelian banjar itu sepenuhnya mengabdi, karena tidak ada gaji. Namun, Agung Oka bersyukur karena sejak pertama menjadi kelian 55 tahun silam, dirinya sudah bekerja sebagai karwayan PT Hutama Karya Denpasar.
Selama menjadi Kelian Adat Banjar Meranggi, Desa Tulikup, Agung Oka pernah dibantu dua wakil kelian banjar, masing-masing Dewa Ngakan Made Mari dan Ngakan Putu Alit. Kini, dia dibantu AA Gede Oka, wakil kelian yang masih ada hubungan keluarga dengan Agung Oka. “Saya sempat selama beberapa tahun tanpa didampingi wakil kelian banjar, karena krama belum dapat mencarikan figur yang pas,” beber Agung Oka. 7 lsa
BIODATA
----------------------
Nama : AA Gede Oka
Jabatan : Kelian Adat Banjar Meranggi, Desa Tulikup, Kecamatan Gianyar
Kelahiran : Desa Tulikup, Gianyar, 11 Desember 1938
Status : Anak Kedua dari Tiga Bersaudara
Ayah : AA Putu Recek (alm)
Ibu : Sang Ayu Putu Sayub (alm)
Istri : Desak Made Suci
Anak : 4 Orang (2 Laki, 2 Perempuan)
Cucu : 8 Orang
Pendidikan : SMPN 1 Gianyar (Tamat Tahun 1957)
Menjabat : Kelian Adat Banjar Meranggi, Desa Tulikup, Sejak 19 September 1961
Pengalaman:
* Kerja di Bagian Konstruksi PT Hutama Karya Denpasar
* Ketua Pemuda Desa Tulikup
* Ketua Ikatan Pelajar Tulikup
-----------------------------------
Komentar