Santap Sambal Kemiri, Lima Pengungsi Diare
Usai makan dengan menu sambal kemiri, sebanyak 5 pengungsi di posko GOR Kubu, Kelurahan Kubu, Kecamatan/Kabupaten Bangli dilarikan ke RSU Bangli, Kamis (12/10).
BANGLI, NusaBali
Mereka mengalami mual, pusing, dan diare. Dari lima orang tersebut, satu di antaranya harus menjalani rawat inap.
Adapun kelima pengungsi yang mual, pusing, dan diare usai santap sambal kemiri yakni Ni wayan Suartini, 30, asal Desa Besakih, Rendang, I Nengah Laba, 70, asal Rendang, Ni Nyoman Suarti, 47, asal Besakih, Kecamatan Rendang, I Wayan Soma, 45, asal Menanga, dan Ni Wayan Telaga, 70, asal Besakih. Wadir Pelayanan RSU Bangli, I Ketut Darmaja mengungkapkan para pengungsi tiba di RSU Bangli sekitar pukul 08.30 Wita dengan keluhan, mual- mual, diare, dan pusing.
Selanjutnya petugas medis mengambil tindakan dengan berikan obat injeksi untuk menghilangkan rasa mual dan muntah. “Dari lima pengungsi yang sempat dirawat, empat orang sudah bisa langsung pulang, sementara satu pasien harus menjalani rawat inap,” jelasnya. Pasien yang harus menjalani rawat inap, Ni Wayan Suartini dirawat di ruang Cempaka. “Mungkin karena kondisi Ni Wayan Suartni masih lemah, sehingga harus menjalanmi rawat inap,” ungkap Darmaja.
Darmaja meyakinkan apa yang dialami lima pengungsi bukanlah musibah keracunan. “Jika keracunan mungkin semua yang menyantap sambal dan sayur serta lauk akan muntah-muntah dan diare,” ungkapnya. Darmaja mengatakan, kasus ini lebih pada ketidakcocokan perut mengkonsumsi sambal kemiri yang dibuat pengungsi. Ditemui di ruang Cempaka, Suartini didampingi suami, I Ketut Tegel, 35 menceritakan, sekitar pukul 07.00 Wita seluruh pengungsi sarapan. Dikatakan untuk makan pengungsi berkelompok, satu kelompok beranggotakan 15 sampai 20 orang. Menu berupa nasi putih, sayur kol, dan ikan.
Menbambah selera makan, Suartini mengaku sempat membuat sendiri sambal berbahan kemiri, cabe, garam, dan bawang merah. “Bahan membuat sambal sudah tersedia di posko pengungsi,” tuturnya. Dijelaskan, proses membuat sambal kemiri yakni kemiri terlebih dahulu dibakar setelah dirasa matang kemudian diulek bersama bawang merah, cabe, dan garam. Sambal buatan Suartini dimakan oleh kelompoknya yang beranggotakan 15 orang. Selang satu jam setelah sarapan pagi, Suartini dan beberapa pengungsi lainya yang memakan sambal kemiri mulai merasakan sakit perut, mual- mual dan muntah-muntah.
Melihat kondisi pengungsi seperti itu, petugas kesehatan yang standby di posko langsung mengambil tindakan. “Saya bersama pengungsi lainnya langsung dilarikan ke RSUD Bangli,” ungkapnya. Diakui, adik ipar, I Kadek Bawa juga mengalami hal serupa. Hanya saja Bawa berobat di Puskesmas Rendang karena ia sempat pulang ke Besakih. *e
Adapun kelima pengungsi yang mual, pusing, dan diare usai santap sambal kemiri yakni Ni wayan Suartini, 30, asal Desa Besakih, Rendang, I Nengah Laba, 70, asal Rendang, Ni Nyoman Suarti, 47, asal Besakih, Kecamatan Rendang, I Wayan Soma, 45, asal Menanga, dan Ni Wayan Telaga, 70, asal Besakih. Wadir Pelayanan RSU Bangli, I Ketut Darmaja mengungkapkan para pengungsi tiba di RSU Bangli sekitar pukul 08.30 Wita dengan keluhan, mual- mual, diare, dan pusing.
Selanjutnya petugas medis mengambil tindakan dengan berikan obat injeksi untuk menghilangkan rasa mual dan muntah. “Dari lima pengungsi yang sempat dirawat, empat orang sudah bisa langsung pulang, sementara satu pasien harus menjalani rawat inap,” jelasnya. Pasien yang harus menjalani rawat inap, Ni Wayan Suartini dirawat di ruang Cempaka. “Mungkin karena kondisi Ni Wayan Suartni masih lemah, sehingga harus menjalanmi rawat inap,” ungkap Darmaja.
Darmaja meyakinkan apa yang dialami lima pengungsi bukanlah musibah keracunan. “Jika keracunan mungkin semua yang menyantap sambal dan sayur serta lauk akan muntah-muntah dan diare,” ungkapnya. Darmaja mengatakan, kasus ini lebih pada ketidakcocokan perut mengkonsumsi sambal kemiri yang dibuat pengungsi. Ditemui di ruang Cempaka, Suartini didampingi suami, I Ketut Tegel, 35 menceritakan, sekitar pukul 07.00 Wita seluruh pengungsi sarapan. Dikatakan untuk makan pengungsi berkelompok, satu kelompok beranggotakan 15 sampai 20 orang. Menu berupa nasi putih, sayur kol, dan ikan.
Menbambah selera makan, Suartini mengaku sempat membuat sendiri sambal berbahan kemiri, cabe, garam, dan bawang merah. “Bahan membuat sambal sudah tersedia di posko pengungsi,” tuturnya. Dijelaskan, proses membuat sambal kemiri yakni kemiri terlebih dahulu dibakar setelah dirasa matang kemudian diulek bersama bawang merah, cabe, dan garam. Sambal buatan Suartini dimakan oleh kelompoknya yang beranggotakan 15 orang. Selang satu jam setelah sarapan pagi, Suartini dan beberapa pengungsi lainya yang memakan sambal kemiri mulai merasakan sakit perut, mual- mual dan muntah-muntah.
Melihat kondisi pengungsi seperti itu, petugas kesehatan yang standby di posko langsung mengambil tindakan. “Saya bersama pengungsi lainnya langsung dilarikan ke RSUD Bangli,” ungkapnya. Diakui, adik ipar, I Kadek Bawa juga mengalami hal serupa. Hanya saja Bawa berobat di Puskesmas Rendang karena ia sempat pulang ke Besakih. *e
Komentar