Kurir Didakwa Hukum Mati
Sidang perdana kasus temuan 19.000 butir ekstasi di Diskotek Akasaka, Simpang Enam Jalan Tuku Umar Denpasar, tengah digelar di PN Denpasar, Selasa (17/10) siang, dengan terdakwa Iskandar Halim alias Ko'i Bin Muslim Halim, 48.
Sidang Perdana 19.000 Ekstasi Akasaka
DENPASAR, NusaBali
Terdakwa kurir 19.000 butir ekstasi milik General Manager (GM) Akasaka, Abdul Rahman alias Willy, 54, ini didakwa hukuman mati.
Persidangan terdakwa Iskandar Halim dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa penuntut Umum (JPU) di hadapan majelis hakim pimpinan Ida Ayu Adnya Dewi, Selasa siang, digelar singkat hanya 30 menit mulai pukul 14.00 Wita hingga 14.30 Wita. Dalam dakwaannya, JPU Ni Luh Oka Ariani cs menyatakan terdakwa Iskandar Halim tanpa hak dan melawan hukum, mencoba melakukan permufakatan jahat tindak pidana narkotika.
Permufakatan jahat itu dilakukan dengan cara menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika golongan 1 dalam bentuk bukan tanaman. Narkotika tersebut berupa ekstasi kombinasi warna hijau dan merah muda sebanyak 19.000 butir, dengan berat 7,9 kg lebih.
Terdakwa Iskandar Halim dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 114 ayat 2 jo Pasal 132 ayat 1 (dakwaan primer) dan Pasal 112 ayat 2 jo Pasal 132 ayat 1 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal hukuman mati.
Dalam dakwaan JPU juga dibeberkan, terdakwa Iskandar Halim bersama tiga terdakwa lainnya dengan berkas terpisah: Abdul Rahman alias Willy, Budi Liman Santoso alias Budi, 38, dan Dedi Setiawan alias Cipeng, 51, mencoba melakukan permufakatan jahat tindak pidana narkotika. Berawal dari penangkapan terdakwa Dedi Setiawan di Tangerang, Banten, 1 Juli 2017. Saat itu, petugas kepolisian mengamankan barang bukti 19.000 butir ekstasi.
“Dari pengakuan Dedi Setiawan, diketahui yang bersangkutan akan menjual narkotika itu melalui perantara terdakwa Iskandar Halim, dengan harga Rp 105.000 per butir. Di mana sebelumnya, Dedi Setiawan menelepon terdakwa Iskandar untuk bertemu di Bali buat menjual semua ekstasi tersebut,” ujar JPU Luh Oka Ariani.
Saat di Bali, ekstasi 19.000 butir tersebut rencananya akan diberikan terdakwa Iskandar Hakim kepada Budi Liman sebagai perantara kedua. Karena hanya Budi Liman yang mengenal si pembeli, Willy sang GM Akasaka, maka terdakwa Iskandar meminta Dedi Setiawan menjual ekstasi itu seharga Rp 110.000 per butir. Artinya, dapat keuntungan Rp 5.000 per butir, yang hasilnya dibagi dua masing-masing totalnya Rp 47.000.000.
Namun, oleh Budi Liman, ekstasi tersebut dijual seharga Rp 120.000 per butir dengan total Rp 2.280.000.000 atau Rp 2,28 miliar. “Saksi Willy baru akan membayar dua hari setelah ekstasi itu diterima. Namun, sebelum itu terjadi, keempat orang termasuk terdakwa Iskandar sudah dibekuk petugas kepolisian,” beber JPU.
Sementara itu, atas dakwaan JPU, tim kuasa hukum terdakwa Iskandar Halim, yakni I Ketut Ngastawa cs, langsung menyatakan akan melakukan ekspesi (keberatan atas dakwaan) pada sidang berikutnya. “Kami akan mengajukan eksepsi,” tegas Ketut Ngastawa.
Kasus 19.000 butir ekstasi itu sendiri terungkap ke publik setelah tim Mabes Polri dibakck up Polda Bali lakukan penggerebekan Diskotek Akasaka di Simpang Enam Jalan Teuku Umar Denpasar, 5 Juni 2017 lalu. Dalam penggerebekan ini, GM Akasaka, Willy, ditangkap petugas berikut barang bukti 19.000 butir ekstasi. Pasca penggerebekan yang bikin heboh itu, Diskotek Akasaka diegel petugas. Hingga saat ini, Akasaka stop operasi.
Willy merupakan satu dari empat tersangka dalam kasus ini. Tiga tersangka lainnya selaku pemasok 19.000 butir ekstasi, masing-masing Dedi Setiawan, Budi Liman, dan Iskandar Halim. Ketiganya telah lebih dulu dilimpahkan penyidik kepolisian ke Kejari Denpasar, 28 September 2017 lalu. Sepertri halnya Willy, tiga tersangka pemasok barang haram ini juga sama-sama terancam hukuman mati. Sedangkan tersangka Willy baru dilimpahkan ke Kejari Denpasar, 3 Oktober 2017. *rez
DENPASAR, NusaBali
Terdakwa kurir 19.000 butir ekstasi milik General Manager (GM) Akasaka, Abdul Rahman alias Willy, 54, ini didakwa hukuman mati.
Persidangan terdakwa Iskandar Halim dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa penuntut Umum (JPU) di hadapan majelis hakim pimpinan Ida Ayu Adnya Dewi, Selasa siang, digelar singkat hanya 30 menit mulai pukul 14.00 Wita hingga 14.30 Wita. Dalam dakwaannya, JPU Ni Luh Oka Ariani cs menyatakan terdakwa Iskandar Halim tanpa hak dan melawan hukum, mencoba melakukan permufakatan jahat tindak pidana narkotika.
Permufakatan jahat itu dilakukan dengan cara menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika golongan 1 dalam bentuk bukan tanaman. Narkotika tersebut berupa ekstasi kombinasi warna hijau dan merah muda sebanyak 19.000 butir, dengan berat 7,9 kg lebih.
Terdakwa Iskandar Halim dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 114 ayat 2 jo Pasal 132 ayat 1 (dakwaan primer) dan Pasal 112 ayat 2 jo Pasal 132 ayat 1 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal hukuman mati.
Dalam dakwaan JPU juga dibeberkan, terdakwa Iskandar Halim bersama tiga terdakwa lainnya dengan berkas terpisah: Abdul Rahman alias Willy, Budi Liman Santoso alias Budi, 38, dan Dedi Setiawan alias Cipeng, 51, mencoba melakukan permufakatan jahat tindak pidana narkotika. Berawal dari penangkapan terdakwa Dedi Setiawan di Tangerang, Banten, 1 Juli 2017. Saat itu, petugas kepolisian mengamankan barang bukti 19.000 butir ekstasi.
“Dari pengakuan Dedi Setiawan, diketahui yang bersangkutan akan menjual narkotika itu melalui perantara terdakwa Iskandar Halim, dengan harga Rp 105.000 per butir. Di mana sebelumnya, Dedi Setiawan menelepon terdakwa Iskandar untuk bertemu di Bali buat menjual semua ekstasi tersebut,” ujar JPU Luh Oka Ariani.
Saat di Bali, ekstasi 19.000 butir tersebut rencananya akan diberikan terdakwa Iskandar Hakim kepada Budi Liman sebagai perantara kedua. Karena hanya Budi Liman yang mengenal si pembeli, Willy sang GM Akasaka, maka terdakwa Iskandar meminta Dedi Setiawan menjual ekstasi itu seharga Rp 110.000 per butir. Artinya, dapat keuntungan Rp 5.000 per butir, yang hasilnya dibagi dua masing-masing totalnya Rp 47.000.000.
Namun, oleh Budi Liman, ekstasi tersebut dijual seharga Rp 120.000 per butir dengan total Rp 2.280.000.000 atau Rp 2,28 miliar. “Saksi Willy baru akan membayar dua hari setelah ekstasi itu diterima. Namun, sebelum itu terjadi, keempat orang termasuk terdakwa Iskandar sudah dibekuk petugas kepolisian,” beber JPU.
Sementara itu, atas dakwaan JPU, tim kuasa hukum terdakwa Iskandar Halim, yakni I Ketut Ngastawa cs, langsung menyatakan akan melakukan ekspesi (keberatan atas dakwaan) pada sidang berikutnya. “Kami akan mengajukan eksepsi,” tegas Ketut Ngastawa.
Kasus 19.000 butir ekstasi itu sendiri terungkap ke publik setelah tim Mabes Polri dibakck up Polda Bali lakukan penggerebekan Diskotek Akasaka di Simpang Enam Jalan Teuku Umar Denpasar, 5 Juni 2017 lalu. Dalam penggerebekan ini, GM Akasaka, Willy, ditangkap petugas berikut barang bukti 19.000 butir ekstasi. Pasca penggerebekan yang bikin heboh itu, Diskotek Akasaka diegel petugas. Hingga saat ini, Akasaka stop operasi.
Willy merupakan satu dari empat tersangka dalam kasus ini. Tiga tersangka lainnya selaku pemasok 19.000 butir ekstasi, masing-masing Dedi Setiawan, Budi Liman, dan Iskandar Halim. Ketiganya telah lebih dulu dilimpahkan penyidik kepolisian ke Kejari Denpasar, 28 September 2017 lalu. Sepertri halnya Willy, tiga tersangka pemasok barang haram ini juga sama-sama terancam hukuman mati. Sedangkan tersangka Willy baru dilimpahkan ke Kejari Denpasar, 3 Oktober 2017. *rez
1
Komentar