Bukan Besar-Kecil, tapi Transparansi
Polemik Soal Anggaran Pilgub Bali Rp 229,36 Miliar
DENPASAR, NusaBali
Pengamat politik dan pemerintahan dari Undiknas Denpasar, Dr Nyoman Subanda MSi, angkat bicara terkait dana Pilgub Bali 2018 sebesar Rp 229,36 miliar, yang kini mengundang polemik karena adanya usulan untuk direvisi. Bagi Subanda, masalah dana Pilgub Bali 2018 ini bukan soal besar dan kecil, namun transparansi dan penggunaannya yang harus ada pertanggungjawaban.
Subanda menyebutkan, dana Pilgub Bali 2018 yang besarnya sudah disepakati dengan Nota Perjanjian Hibah Daerah (NPHD), merupakan keputusan eksekutif-legislatif. “Tentunya ada dasar-dasar dana sebesar Rp 229,36 miliar itu ditetapkan. Kalau mau direvisi lagi, itu tingkat komunikasi KPU Bali dengan DPRD Bali dan Pemprov Bali,” tandas Subanda di Denpasar, Selasa (17/10).
Menurut Subanda, penetapan dana Pilgub Bali 2018 sebesar Rp 229,36 miliar pasti ada dasarnya. Misal, ada dasar studi banding dengan daerah lain. Dengan wilayah Bali yang tidak begitu luas, kata Subanda, dana Pilgub 2018 semestinya lebih efisien, terutama dalam pengadaan logistik.
“Bali tidak seperti Papua, yang membutuhkan banyak biaya untuk menangani logistik, kemudian pengiriman logistik. Kalau ada studi banding dan dijadikan dasar keputusan, saya rasa tidak masalah,” ujar akademisi asal Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng ini.
Yang lebih utama, lanjut Subanda, dana Pilgub Bali bukan masalah besar atau kecil. Tapi, sejauh mana dana tersebut bisa dipertanggungjawabkan oleh pengguna anggaran. “Yang penting, anggaran itu digunakan secara tepat dan ada pertanggungjawaban jelas, serta transparan. Jangan sampai ada yang digelembungkan. Itu kalau bicara kasus,” tegas Subanda.
Kalau berbicara yang mana lebih penting antara Pemilu atau urusan rakyat, menurut Subanda, jelas urusan rakyat lebih penting. Terlebih, dalam suasana keprihatinan seperti sekarang. “Kalau bicara mana lebih penting dari sisi ilmu pemerintahan, ya jelas rakyat lebih penting. Ada istilah Citizen First, urusan warga negara itu lebih utama,” katanya.
“Saya tidak mengatakan Pemilu tidak penting. Kalau, misalnya, rakyat sedang kelaparan, kan tidak bisa dipaksakan harus ada Pemilu. Apalagi, dengan kebutuhan dana yang besar. Jadi, ada yang lebih utama untuk dilaksanakan,” lanjut Subanda.
Sementara itu, mantan Ketua KPU Bali Ketut Sukawati Lanang Putra Perbawa mengatakan pembiayaan Pilgub selalu ada pembahasan-pembahasan antara eksekutif - legislatif dan KPU Bali. ”Semuanya melalui data dengan merinci kebutuhan anggaran, disertai dengan payung hukum yang ada. Itu pengalaman saya ketika di KPU Bali,” ujar Lanang Perbawa saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Selasa kemarin.
Menurut Lanang, kalaupun ada kelebihan anggaran, setelah Pemilu selesai biasanya ada mekanisme yang dilakukan. “Lebih sederhananya, kelebihan dana itu dikembalikan ke kas daerah. Ada pertanggungjawaban juga. Kalau ada sisa dikembalikan, itu menjadi Silpa (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Red),” tegas Lanang yang kini menjadi Komisaris BPD Bali.
Lanang mencontohkan, anggaran Pilgub Bali naik dari waktu ke waktu, seiring dengan meningkatnya harga barang. Anggaran Pilgub Bali 2008, misalnya, hanya mencapai Rp 43,71 miliar. Sedangkan Pilgub Bali 2013 dianggarkan Rp 133,10 miliar dengan asumsi terjadi tarung dua putaran dan pemungutan suara ulang. Nah, untuk Pilgub Bali 2018 anggarannya direncanakan sebesar Rp 229,36 miliar, dengan asumsi terjadi tarung satu kali putaran dengan kontestan 6 pasangan calon.
Lanang menyebutkan, kebutuhan anggaran Pilgub dari waktu ke waktu meningkat, karena meningkatnya harga barang. “Kalau harga barang tahun 2008, tentu berbeda dengan tahun 2013 atau 2018. Ada kenaikan, sehingga dalam pengadaan logistik, jelas ada hitung-hitungan,” tandas tokoh asal Desa Bebetin, Kecamatan Sawan, Buleleng ini.
Soal adanya perbandingan kebutuhan anggaran antara Pilgub Bali 2018 dan Pilgub Jawa Barat 2018, di mana jumlah pemilih di Jawa Barat mencapai 32 juta, sementara pemilih di Bali hanya 3,2 juta, menurut Lanang, tidak sepenuhnya bisa dibanding-bandingkan. “Kalau kita membeli barang dalam jumlah besar, harganya itu lebih murah ketimbang membeli barang yang volumenya sedikit. Dan, masih banyak variabel-variabel yang dijadikan acuan,” ujar Lanang, yang asal sekampung dengan Nyoman Tirtawan, anggota Fraksi Panca Bayu DPRD Bali dari NasDem Dapil Buleleng yang cetuskan usulan revisi anggaran Pilgub Bali 2018. *nat
Subanda menyebutkan, dana Pilgub Bali 2018 yang besarnya sudah disepakati dengan Nota Perjanjian Hibah Daerah (NPHD), merupakan keputusan eksekutif-legislatif. “Tentunya ada dasar-dasar dana sebesar Rp 229,36 miliar itu ditetapkan. Kalau mau direvisi lagi, itu tingkat komunikasi KPU Bali dengan DPRD Bali dan Pemprov Bali,” tandas Subanda di Denpasar, Selasa (17/10).
Menurut Subanda, penetapan dana Pilgub Bali 2018 sebesar Rp 229,36 miliar pasti ada dasarnya. Misal, ada dasar studi banding dengan daerah lain. Dengan wilayah Bali yang tidak begitu luas, kata Subanda, dana Pilgub 2018 semestinya lebih efisien, terutama dalam pengadaan logistik.
“Bali tidak seperti Papua, yang membutuhkan banyak biaya untuk menangani logistik, kemudian pengiriman logistik. Kalau ada studi banding dan dijadikan dasar keputusan, saya rasa tidak masalah,” ujar akademisi asal Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng ini.
Yang lebih utama, lanjut Subanda, dana Pilgub Bali bukan masalah besar atau kecil. Tapi, sejauh mana dana tersebut bisa dipertanggungjawabkan oleh pengguna anggaran. “Yang penting, anggaran itu digunakan secara tepat dan ada pertanggungjawaban jelas, serta transparan. Jangan sampai ada yang digelembungkan. Itu kalau bicara kasus,” tegas Subanda.
Kalau berbicara yang mana lebih penting antara Pemilu atau urusan rakyat, menurut Subanda, jelas urusan rakyat lebih penting. Terlebih, dalam suasana keprihatinan seperti sekarang. “Kalau bicara mana lebih penting dari sisi ilmu pemerintahan, ya jelas rakyat lebih penting. Ada istilah Citizen First, urusan warga negara itu lebih utama,” katanya.
“Saya tidak mengatakan Pemilu tidak penting. Kalau, misalnya, rakyat sedang kelaparan, kan tidak bisa dipaksakan harus ada Pemilu. Apalagi, dengan kebutuhan dana yang besar. Jadi, ada yang lebih utama untuk dilaksanakan,” lanjut Subanda.
Sementara itu, mantan Ketua KPU Bali Ketut Sukawati Lanang Putra Perbawa mengatakan pembiayaan Pilgub selalu ada pembahasan-pembahasan antara eksekutif - legislatif dan KPU Bali. ”Semuanya melalui data dengan merinci kebutuhan anggaran, disertai dengan payung hukum yang ada. Itu pengalaman saya ketika di KPU Bali,” ujar Lanang Perbawa saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Selasa kemarin.
Menurut Lanang, kalaupun ada kelebihan anggaran, setelah Pemilu selesai biasanya ada mekanisme yang dilakukan. “Lebih sederhananya, kelebihan dana itu dikembalikan ke kas daerah. Ada pertanggungjawaban juga. Kalau ada sisa dikembalikan, itu menjadi Silpa (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Red),” tegas Lanang yang kini menjadi Komisaris BPD Bali.
Lanang mencontohkan, anggaran Pilgub Bali naik dari waktu ke waktu, seiring dengan meningkatnya harga barang. Anggaran Pilgub Bali 2008, misalnya, hanya mencapai Rp 43,71 miliar. Sedangkan Pilgub Bali 2013 dianggarkan Rp 133,10 miliar dengan asumsi terjadi tarung dua putaran dan pemungutan suara ulang. Nah, untuk Pilgub Bali 2018 anggarannya direncanakan sebesar Rp 229,36 miliar, dengan asumsi terjadi tarung satu kali putaran dengan kontestan 6 pasangan calon.
Lanang menyebutkan, kebutuhan anggaran Pilgub dari waktu ke waktu meningkat, karena meningkatnya harga barang. “Kalau harga barang tahun 2008, tentu berbeda dengan tahun 2013 atau 2018. Ada kenaikan, sehingga dalam pengadaan logistik, jelas ada hitung-hitungan,” tandas tokoh asal Desa Bebetin, Kecamatan Sawan, Buleleng ini.
Soal adanya perbandingan kebutuhan anggaran antara Pilgub Bali 2018 dan Pilgub Jawa Barat 2018, di mana jumlah pemilih di Jawa Barat mencapai 32 juta, sementara pemilih di Bali hanya 3,2 juta, menurut Lanang, tidak sepenuhnya bisa dibanding-bandingkan. “Kalau kita membeli barang dalam jumlah besar, harganya itu lebih murah ketimbang membeli barang yang volumenya sedikit. Dan, masih banyak variabel-variabel yang dijadikan acuan,” ujar Lanang, yang asal sekampung dengan Nyoman Tirtawan, anggota Fraksi Panca Bayu DPRD Bali dari NasDem Dapil Buleleng yang cetuskan usulan revisi anggaran Pilgub Bali 2018. *nat
Komentar