JK Tak Setuju Densus Tipikor
Pemberantasan korupsi cukup di tangan KPK
JAKARTA, NusaBali
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) angkat bicara tentang wacana pembentukan Densus Tipikor. Dia meminta agar pemberantasan korupsi tetap berada di tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Jadi cukup biar KPK dulu toh sebenarnya polisi, kejaksaan juga masih bisa menjalankan tugas dan itu bisa. Tidak berarti perlu ada tim baru untuk melakukan itu. Tim yang ada sekarang juga bisa," kata JK di kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (17/10/2017).
Menurut JK, perlu ada kehati-hatian dalam pemberantasan korupsi. "Itu juga penting karena salah satu yang melambatkan semua proses itu, di samping birokrasi yang panjang juga ketakutan pengambilan keputusan. Nanti kalau semua bisa tangkapin orang di mana saja bisa habis juga itu pejabat," ujar JK.
Oleh karenanya, kata JK, pemberantasan korupsi tetap difokuskan ke KPK. Sedangkan penegak hukum lainnya seperti Polri dan Kejaksaan Agung tetap membantu.
"Kalau nanti di seluruh Indonesia sampai Kapolres, Kapolsek bisa menimbulkan ketakutan juga bahaya juga. Kalau semua pejabat takut ya sulitnya walaupun dia tidak korup, takut juga dia mengambil keputusan," ujarnya.
Menurutnya, beberapa alasan menjadi kekhawatiran pemerintah soal pembentukan Densus Tipikor. "Kadang kadang objektifitas juga harus dijaga jangan hanya ini yang penting membasmi kadang-kadang disapu semua, ketakutan yang muncul sama juga akibatnya kita tidak bisa membangun kalau muncul ketakutan," jelasnya.
Sikap JK ini sedikit bertolak belakang dengan Presiden Joko Widodo. Lewat juru bicara Johan Budi, Jokowi tak mempersoalkan rencana Polri membentuk Densus Tipikor selama bermanfaat dalam memperkuat pemberantasan korupsi.
"Kewenangan ada di Polri (untuk) membentuk detasemen itu. Dan inikan bukan hanya Polri. Tadi saya sebutkan Kejaksaan juga punya sebenarnya tim itu," kata Johan Budi, di Kantor Staf Kepresidenan, di Bina Graha, Jakarta, Selasa (17/10). "Concern presiden itu yang tadi itu, bahwa upaya pemberantasan korupsi itu harus cepat," imbuhnya.
Sementara itu Wakil Ketua Komisi III DPR RI Trimedya Panjaitan berharap pembentukan Densus Tipikor tidak dianggap sebagai upaya melemahkan KPK.
"Banyak yang menganggap lahirnya Densus Tipikor seakan-akan ingin melemahkan KPK. Ini sangat tendensius sekali. Padahal lahirnya Densus Tipikor bukan by desain," ujar Trimedya di Kompleks Parlemen, Selasa (17/10). Menurut Trimedya, rencana adanya Densus Tipikor tercetus saat Komisi III DPR RI rapat dengan pihak Kepolisian.
Mereka menanyakan, mengapa Polri tidak greget dalam memberantas korupsi. Darisanalah muncul keinginan agar ada penanganan khusus tentang korupsi dari Kepolisian. Maka munculah Densus Tipikor oleh Kapolri Tito Karnavian.
Densus Tipikor rencananya sudah terbentuk pada akhir tahun 2017 ini dan efektif beroperasi pada tahun 2018. Kapolri Jenderal Tito Karnavian bahkan sudah melapor kepada Presiden Joko Widodo terkait pembentukan Densus ini. Polri mengajukan anggaran sebesar Rp 2,6 triliun untuk pembentukan Densus Tipikor ini. Rencananya lembaga ini akan menjalankan sistem anggaran at cost, yakni ada anggaran yang berlebih bisa dikembalikan lagi ke negara. *K22
Menurut JK, perlu ada kehati-hatian dalam pemberantasan korupsi. "Itu juga penting karena salah satu yang melambatkan semua proses itu, di samping birokrasi yang panjang juga ketakutan pengambilan keputusan. Nanti kalau semua bisa tangkapin orang di mana saja bisa habis juga itu pejabat," ujar JK.
Oleh karenanya, kata JK, pemberantasan korupsi tetap difokuskan ke KPK. Sedangkan penegak hukum lainnya seperti Polri dan Kejaksaan Agung tetap membantu.
"Kalau nanti di seluruh Indonesia sampai Kapolres, Kapolsek bisa menimbulkan ketakutan juga bahaya juga. Kalau semua pejabat takut ya sulitnya walaupun dia tidak korup, takut juga dia mengambil keputusan," ujarnya.
Menurutnya, beberapa alasan menjadi kekhawatiran pemerintah soal pembentukan Densus Tipikor. "Kadang kadang objektifitas juga harus dijaga jangan hanya ini yang penting membasmi kadang-kadang disapu semua, ketakutan yang muncul sama juga akibatnya kita tidak bisa membangun kalau muncul ketakutan," jelasnya.
Sikap JK ini sedikit bertolak belakang dengan Presiden Joko Widodo. Lewat juru bicara Johan Budi, Jokowi tak mempersoalkan rencana Polri membentuk Densus Tipikor selama bermanfaat dalam memperkuat pemberantasan korupsi.
"Kewenangan ada di Polri (untuk) membentuk detasemen itu. Dan inikan bukan hanya Polri. Tadi saya sebutkan Kejaksaan juga punya sebenarnya tim itu," kata Johan Budi, di Kantor Staf Kepresidenan, di Bina Graha, Jakarta, Selasa (17/10). "Concern presiden itu yang tadi itu, bahwa upaya pemberantasan korupsi itu harus cepat," imbuhnya.
Sementara itu Wakil Ketua Komisi III DPR RI Trimedya Panjaitan berharap pembentukan Densus Tipikor tidak dianggap sebagai upaya melemahkan KPK.
"Banyak yang menganggap lahirnya Densus Tipikor seakan-akan ingin melemahkan KPK. Ini sangat tendensius sekali. Padahal lahirnya Densus Tipikor bukan by desain," ujar Trimedya di Kompleks Parlemen, Selasa (17/10). Menurut Trimedya, rencana adanya Densus Tipikor tercetus saat Komisi III DPR RI rapat dengan pihak Kepolisian.
Mereka menanyakan, mengapa Polri tidak greget dalam memberantas korupsi. Darisanalah muncul keinginan agar ada penanganan khusus tentang korupsi dari Kepolisian. Maka munculah Densus Tipikor oleh Kapolri Tito Karnavian.
Densus Tipikor rencananya sudah terbentuk pada akhir tahun 2017 ini dan efektif beroperasi pada tahun 2018. Kapolri Jenderal Tito Karnavian bahkan sudah melapor kepada Presiden Joko Widodo terkait pembentukan Densus ini. Polri mengajukan anggaran sebesar Rp 2,6 triliun untuk pembentukan Densus Tipikor ini. Rencananya lembaga ini akan menjalankan sistem anggaran at cost, yakni ada anggaran yang berlebih bisa dikembalikan lagi ke negara. *K22
1
Komentar