Dua Pasangan Kekasih Nikah di Pengungsian
Dua pasangan kekasih melangsungkan upacara pawiwahan (perkawinan) di Kantor ‘Sementara’ Desa Amerta Bhuana pada Soma Umanis Sungsang, Senin (23/10).
AMLAPURA, NusaBali
Dua pasangan kekasih itu masing-masing I Wayan Sepiana, 20, dari Banjar Tegeh, Desa Amerta Bhuana, Kecamatan Selat dengan Ni Kadek Sukreni, 19, dari Banjar Sukaluwih, Desa Amerta Bhuana. I Nengah Yudana, 31, dari Banjar Peringsari Kelod, Desa Duda Utara, Kecamatan Selat dengan Ni Kadek Seni, 25, asal Banjar Sukaluwih, Desa Amertha Bhuana, Kecamatan Selat.
Pasangan kekasih Sepiana dan Sukreni lebih dulu menjalani upacara perkawinan. Kedua mempelai didampingi orangtua masing-masing disaksikan prajuru banjar, bendesa adat, dan perbekel. Semula mereka berencana melangsungkan upacara perkawinan pada Soma Pon Gumbreg, Senin (25/9). Namun saat itu Gunung Agung berstatus awas sehingga rencana perkawinan tertunda. “Kami telah lama merencanakan perkawinan. Kami pacaran selama dua tahun,” ujar Sepiana.mUsai melangsungkan upacara perkawinan, mereka langsung menempati rumah kontrakan di Desa Batubulan, Kecamatan Sukawati, Gianyar.
Berbeda dengan pasangan Yudana dan Sukreni yang mengungsi di Bale Banjar Tuban, Desa Kamasan, Klungkung. Mereka mengaku kesulitan mengatur malam pertama. “Bagaimana caranya malam pertama karena tidur di balai banjar dengan pengungsi lain. Belum terpikirkan melakukan hal itu,” jelas Yudana. Pemuda asal Banjar Peringsari Kelod ini mengaku telah pacaran sekitar dua tahun dan telah lama pula merencanakan pernikahannya itu. Perbekel Amerta Bhuana I Wayan Suara mengatakan, perkawinan tidak mengenal tempat walau di lokasi mengungsi, tetap sah. Soal kesulitan muspa di Pura Paibon bisa menyusul setelah situasi normal. “Upacara perkawinan telah disaksikan kedua orangtua mempelai, bendesa dan perbekel,” tegasnya.
Sebelumnya, sepasang kekasih asal Desa Pakraman Sukaluwih, Desa Amerta Bhuana, Kecamatan Selat, Karangasem, I Wayan Basirana, 20, dan Ni Kadek Sintia, 22, menikah di lokasi pengungsian pada Buda Umanis Julungwangi, Rabu (18/10). Setelah menikah, mereka kesulitan memadu kasih di malam pertama karena menempati tenda pengungsian bersama-sama warga sekampung. Upacara pawiwahan pasangan I Wayan Basirana dan Ni Kadek Sintia dilangsungkan di bangunan milik keluarga I Dewa Putra Utama di Desa Talibeng, Kecamatan Sidemen. Bangunan tersebut sejak beberapa pekan terakhir dijadikan Kantor ‘Sementara’ Desa Amerta Bhuana--- yang penduduknya mengungsi karena masuk Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Agung. *k16
Dua pasangan kekasih itu masing-masing I Wayan Sepiana, 20, dari Banjar Tegeh, Desa Amerta Bhuana, Kecamatan Selat dengan Ni Kadek Sukreni, 19, dari Banjar Sukaluwih, Desa Amerta Bhuana. I Nengah Yudana, 31, dari Banjar Peringsari Kelod, Desa Duda Utara, Kecamatan Selat dengan Ni Kadek Seni, 25, asal Banjar Sukaluwih, Desa Amertha Bhuana, Kecamatan Selat.
Pasangan kekasih Sepiana dan Sukreni lebih dulu menjalani upacara perkawinan. Kedua mempelai didampingi orangtua masing-masing disaksikan prajuru banjar, bendesa adat, dan perbekel. Semula mereka berencana melangsungkan upacara perkawinan pada Soma Pon Gumbreg, Senin (25/9). Namun saat itu Gunung Agung berstatus awas sehingga rencana perkawinan tertunda. “Kami telah lama merencanakan perkawinan. Kami pacaran selama dua tahun,” ujar Sepiana.mUsai melangsungkan upacara perkawinan, mereka langsung menempati rumah kontrakan di Desa Batubulan, Kecamatan Sukawati, Gianyar.
Berbeda dengan pasangan Yudana dan Sukreni yang mengungsi di Bale Banjar Tuban, Desa Kamasan, Klungkung. Mereka mengaku kesulitan mengatur malam pertama. “Bagaimana caranya malam pertama karena tidur di balai banjar dengan pengungsi lain. Belum terpikirkan melakukan hal itu,” jelas Yudana. Pemuda asal Banjar Peringsari Kelod ini mengaku telah pacaran sekitar dua tahun dan telah lama pula merencanakan pernikahannya itu. Perbekel Amerta Bhuana I Wayan Suara mengatakan, perkawinan tidak mengenal tempat walau di lokasi mengungsi, tetap sah. Soal kesulitan muspa di Pura Paibon bisa menyusul setelah situasi normal. “Upacara perkawinan telah disaksikan kedua orangtua mempelai, bendesa dan perbekel,” tegasnya.
Sebelumnya, sepasang kekasih asal Desa Pakraman Sukaluwih, Desa Amerta Bhuana, Kecamatan Selat, Karangasem, I Wayan Basirana, 20, dan Ni Kadek Sintia, 22, menikah di lokasi pengungsian pada Buda Umanis Julungwangi, Rabu (18/10). Setelah menikah, mereka kesulitan memadu kasih di malam pertama karena menempati tenda pengungsian bersama-sama warga sekampung. Upacara pawiwahan pasangan I Wayan Basirana dan Ni Kadek Sintia dilangsungkan di bangunan milik keluarga I Dewa Putra Utama di Desa Talibeng, Kecamatan Sidemen. Bangunan tersebut sejak beberapa pekan terakhir dijadikan Kantor ‘Sementara’ Desa Amerta Bhuana--- yang penduduknya mengungsi karena masuk Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Agung. *k16
Komentar