Pengungsi Tak Biasa Makan 3 Kali
Persediaan makanan untuk makan tiga kali sehari, banyak nasi tersisa hingga terbuang percuma.
SEMARAPURA, NusaBali
Pola makan pengungsi asal Karangasem di Posko Induk GOR Swecapura, Desa Gelgel, Klungkung, kini harus terpotong. Sebelumnya, para pengungsi makan tiga kali sehari, kini cukup dua kali sehari.
Sehingga penyediaan konsumsi pengungsi lebih efisien. Hal itu karena para pengungsi tak biasa makan tiga kali sehari. Terbukti dengan persediaan makanan untuk makan tiga kali sehari, banyak nasi tersisa hingga terbuang percuma. Penurunan pola makan ini diambil langsung oleh para pengungsi yang sudah membentuk beberapa kelompok. “Pola makan dua kali sehari ini bukan atas saran dari pemerintah. Tapi kami selaku pengungsi yang memutuskan lewat rapat, agar pola makan dua kali sehari,” ujar Gusti Murjaya, seorang pengungsi asal Banjar Dinas Gede, Desa Muncan, Kecamatan Selat, Karangasem, Kamis (26/10).
Kata dia, sesuai pola makan sebelumnya yang tiga kali sehari, nasi yang sudah dibungkus dibagikan sekitar pukul 06.00 Wita - 07.00 Wita, makan siang pukul 11.00 Wita-13.00 Wita, dan makan sore pukul 17.00 Wita-18.00 Wita. Sekarang pola makan dikurangi menjadi dua kali, sarapan pagi pukul 09.00 Wita-11.00 Wita, kemudian makan sore pukul 17.00 Wita-19.00 Wita.
Kata Gusti Murjaya untuk kalangan pelajar yang sekolah pagi-pagi langsung sarapan di kantin sekolah. Sedangkan ribuan warga di pengungsian cukup mulai sarapan dari pukul 09.00 Wita saja. Karena belajar dari pengalaman, dengan diberikan makan siang kerap makanan tidak habis. Karena perut mereka belum habis mencerna makanan. Supaya pengungsi khususnya anak-anak tidak bosan dengan lauk sayur-mayur, tahu dan tempe saja, maka dalam seminggu sekali diselingi lauk daging. “Hal ini baru berjalan selama lima hari dan lancar-lancar saja,” kata Gusti Murjana.
Kepala Pelaksana BPBD Klungkung I Putu Widiada membenarkan hal tersebut. Kata dia, setelah lebih dari sebulan para pengungsi asal Karangasem di Klungkung, maka mereka makin merasakan pengalaman dan perubahan kebiasaan ke arah lebih baik. Untuk urusan teknis seperti memasak, bersih-bersih diserahkan sepenuhnya kepada koordinator kelompok mengaturnya.
Jelas dia, pihaknya hanya memfasilitasi kebutuhan pokok pengungsi. “Dulunya tugas memasak dilakukan oleh pemerintah dan para relawan. Sekarang, langsung pengungsi,‘’
katanya. Diakui, jumlah para relawan saat ini memang mengalami penurunan. Namun untuk bantuan dari donatur terus mengalir dan keterseidaan logistik masih aman. *wa
Sehingga penyediaan konsumsi pengungsi lebih efisien. Hal itu karena para pengungsi tak biasa makan tiga kali sehari. Terbukti dengan persediaan makanan untuk makan tiga kali sehari, banyak nasi tersisa hingga terbuang percuma. Penurunan pola makan ini diambil langsung oleh para pengungsi yang sudah membentuk beberapa kelompok. “Pola makan dua kali sehari ini bukan atas saran dari pemerintah. Tapi kami selaku pengungsi yang memutuskan lewat rapat, agar pola makan dua kali sehari,” ujar Gusti Murjaya, seorang pengungsi asal Banjar Dinas Gede, Desa Muncan, Kecamatan Selat, Karangasem, Kamis (26/10).
Kata dia, sesuai pola makan sebelumnya yang tiga kali sehari, nasi yang sudah dibungkus dibagikan sekitar pukul 06.00 Wita - 07.00 Wita, makan siang pukul 11.00 Wita-13.00 Wita, dan makan sore pukul 17.00 Wita-18.00 Wita. Sekarang pola makan dikurangi menjadi dua kali, sarapan pagi pukul 09.00 Wita-11.00 Wita, kemudian makan sore pukul 17.00 Wita-19.00 Wita.
Kata Gusti Murjaya untuk kalangan pelajar yang sekolah pagi-pagi langsung sarapan di kantin sekolah. Sedangkan ribuan warga di pengungsian cukup mulai sarapan dari pukul 09.00 Wita saja. Karena belajar dari pengalaman, dengan diberikan makan siang kerap makanan tidak habis. Karena perut mereka belum habis mencerna makanan. Supaya pengungsi khususnya anak-anak tidak bosan dengan lauk sayur-mayur, tahu dan tempe saja, maka dalam seminggu sekali diselingi lauk daging. “Hal ini baru berjalan selama lima hari dan lancar-lancar saja,” kata Gusti Murjana.
Kepala Pelaksana BPBD Klungkung I Putu Widiada membenarkan hal tersebut. Kata dia, setelah lebih dari sebulan para pengungsi asal Karangasem di Klungkung, maka mereka makin merasakan pengalaman dan perubahan kebiasaan ke arah lebih baik. Untuk urusan teknis seperti memasak, bersih-bersih diserahkan sepenuhnya kepada koordinator kelompok mengaturnya.
Jelas dia, pihaknya hanya memfasilitasi kebutuhan pokok pengungsi. “Dulunya tugas memasak dilakukan oleh pemerintah dan para relawan. Sekarang, langsung pengungsi,‘’
katanya. Diakui, jumlah para relawan saat ini memang mengalami penurunan. Namun untuk bantuan dari donatur terus mengalir dan keterseidaan logistik masih aman. *wa
Komentar