Willy Akasaka Minta Hakim Gugurkan Dakwaan
General Manager (GM) Diskotik Akasaka, Abdul Rahman alias Willy, 54 menjalani sidang lanjutan kasus kepemilikan 19.000 butir ekstasi di PN Denpasar, Kamis (26/10).
Sebut Dakwaan Tidak Jelas, Kabur dan Tak Cermat
DENPASAR, NusaBali
Dalam sidang dengan agenda eksepsi (keberatan atas dakwaan), kuasa hukum Willy menyebut kliennya adalah korban penjebakan dan minta dibebaskan.
Di hadapan majelis hakim pimpinan I Made Pasek dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dewa Arya Lanang Raharja, terdakwa Willy melalui kuasa hukumnya, Robert Khuwana dkk membacakan eksepsi setebal 14 halaman. Dalam eksepsi, dakwaan JPU disebut tidak jelas, kabur, dan tidak cermat karena tidak menguraikan perbuatan materiil dan terdapat pertentangan dalam dakwaan.
Robert menguraikan petugas dari Bareskrim Polri menggunakan saksi Budi Liman Santoso (terdakwa dalam berkas terpisah) yang telah ditangkap sebelumnya sebagai alat untuk penjebakan tersebut. Tidak hanya itu, tim kuasa hukum juga menyoroti dakwaan jaksa terkait permufakatan jahat.
Di mana tidak cukup jelas menguraikan peranan perbuatan terdakwa Willy dalam melakukan tindak pidana narkotika, yakni percobaan atau permufakatan jahat. Tim kuasa hukum juga mempertanyakan bagaimana mungkin antara saksi Dedi Setiawan (terdakwa dalam berkas terpisah) sebagai pemilik narkotika jenis ekstasi tidak saling mengenal satu sama lain dengan Budi Liman Santoso dan terdakwa Abdul Rahman Willy. “Bagaimana mungkin dalam permufakatan jahat, pelaku tidak saling mengenal satu sama lain,” tegas Robert Khuana.
Selain itu, tim kuasa hukum juga mempertanyakan jaksa yang mendakwa terdakwa dengan permufakatan jahat untuk memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika. Menurut Wayan Purwita, terdakwa Willy tidak mungkin melakukan sebagaimana yang didakwakan jaksa dalam dakwaan subsidernya. Pasalnya, ekstasi sebanyak 19 ribu butir tersebut sudah disita terlebih dahulu oleh Bareskrim Polri sehingga ekstasi tersebut di bawah penguasaan dan pengawasan Bareskrim Polri.
Anehnya, menurut Robert Khuana, terdakwa Abdul Rahman Willy didakwa melakukan tindak pidana pada tanggal 5 Juni 2017 tetapi barang buktinya telah disita pada tanggal 1 Juni, empat hari sebelum tindak pidana dilakukan.
“Bagaimana bisa ekstasi yang sudah dijadikan barang bukti untuk tersangka Dedi digunakan lagi untuk menangkap Willy,” tegasnya. Oleh sebab itu, tim kuasa hukum memohon kepada majelis hakim yang diketuai, I Made Pasek untuk menyatakan dakwaan JPU kabur dan disusun dengan tidak cermat sehingga batal demi hukum. Sidang akan dilanjutkan lagi pekan depan dengan agenda jawaban dari JPU. *rez
Komentar