Galian C Ditutup, Muncul Depo Pasir dan Batu
Sejak truk material dilarang masuk ke lokasi penambangan Galian C di wilayah Kecamatan Kubu, Karangasem, belakangan justru muncul Depo (tempat penampungan) Galian C seperti pasir dan batu di luar kawasan.
SINGARAJA, NusaBali
Salah satu Depo itu berada di Banjar Beben, Desa Sambirenteng, Kecamatan Tejakula, Buleleng. Sehingga truk material asal Buleleng dan Jembrana tidak perlu jauh masuk ke wilayah Karangasem mendapat pasir atau batu. Kendati demikian, harga material masih tetap mahal.
Pantauan di lokasi Minggu (29/10), luas areal Depo hasil Galian C di Banjar Beben sekitar 60 are. Depo itu sudah beroperasi sejak Jumat (27/10). Areal itu mulai penuh dengan gundukan pasir. Aktivitas Depo itu juga dilengkapi dengan dua alat berat. Ternyata material pasir dan batu yang ditampung dipasok dari wilayah penambangan Kecamatan Kubu.
Ini terlihat dari puluhan dump truk asal Karangasem sudah parkir menunggu giliran turunkan material. Sedangkan truk material asal wilayah Buleleng, juga antri menunggu giliran naikkan pasir atau batu.
Penanggung jawab Depo, Gede Aryana mengatakan, Depo disiapkan untuk mengantisipasi kelangkaan material pasir dan batu akibat status Gunung Agung. Selama ini, sopir truk material dari wilayah Buleleng dan Jembrana kesulitan mendapatkan pasir dan batu, karena dilarang masuk ke wilayah Kubu, Karangasem. Nah dengan situasi itu, persatuan para sopir truk Singaraja dan Karangasem sepakat membuat Depo sebagai solusi ancaman kehilangan pekerjaan.
Caranya, pasir atau batu dipasok oleh sopir truk asal Karangasem, dari lokasi penambangan yang ada di wilayah Kecamatan Kubu. Sedangkan sopir truk asal Buleleng dan Jembrana cukup menunggu di Depo, wilayah Buleleng.
“Ini sudah kesepakatan persatuan sopir material Singaraja dengan persatuan sopir Karangasem. Truk asal Buleleng dilarang masuk ke Kubu untuk mengambil pasir, cukup di Sambirenteng. Sedangkan truk pengangkut asal Karangasem cukup drop sampai Sambirenteng. Sistemnya estafet” ujar Gede Aryana asal Desa Sukadana, Kecamatan Kubu, Karangasem.
Menurut Gede Aryana, sistem ini dinilai ampuh untuk mengantisipasi kemacetan truk material penambang pasir di wilayah Kubu. Begitu juga untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan jika Gunung Agung mengalami erupsi. “Depo ini setidaknya bisa mengantisipasi resiko yang ditimbulkan jika Gunung Agung erupsi. Juga untuk menekan kemacetan truk material pasir di lokasi Galian C,” terangnya.
Masih kata Aryana, Depo tersebut mampu melayani pembelian material hingga 100 truk perhari. Masalah harga tetap naik karena pekerja penambang bersiko tinggi ketika Gunung Agung erupsi. Untuk pasir jenis super, tiap truk dihargai sebesar Rp 1,4 juta. Sedangkan pasir jenis cor hanya lebih murah 100 ribu, yakni Rp 1,3 Juta. “Harga pasir masih tetap mahal. Sampai di Sambirenteng pasirnya berkisar Rp1,3 juta sampai Rp 1,4 juta tiap truk. Lain lagi kalau sudah di pembeli biasanya harganya sampai Rp 2,5 juta tiap truk,” bebernya.
Sementara Wayan Astika, 47 sopir truk material asal Desa Tinga-Tinga, Kecamatan Seririt, Buleleng mengungkapkan kendati sudah ada Depo yang melayani kebutuhan pasir dan batu, namun pejualan tetap lesu, karena masyarakat masih enggan membeli karena harga dinilai masih terlalu tinggi. “Sekarang yang beli pasir masih sepi, tidak seperti dulu ramai yang nyari. Karena harganya juga masih mahal. Bagi kami para sopir, walaupun bisa mengambil material di Depo, tetap saja untungnyatipis, karena kita ngambilnya kan lumayan dekat, otomatis lebih mahal. Lebih murah jika mengambil langsung ke Galian C di Kubu,” kata Astika. *k19
Salah satu Depo itu berada di Banjar Beben, Desa Sambirenteng, Kecamatan Tejakula, Buleleng. Sehingga truk material asal Buleleng dan Jembrana tidak perlu jauh masuk ke wilayah Karangasem mendapat pasir atau batu. Kendati demikian, harga material masih tetap mahal.
Pantauan di lokasi Minggu (29/10), luas areal Depo hasil Galian C di Banjar Beben sekitar 60 are. Depo itu sudah beroperasi sejak Jumat (27/10). Areal itu mulai penuh dengan gundukan pasir. Aktivitas Depo itu juga dilengkapi dengan dua alat berat. Ternyata material pasir dan batu yang ditampung dipasok dari wilayah penambangan Kecamatan Kubu.
Ini terlihat dari puluhan dump truk asal Karangasem sudah parkir menunggu giliran turunkan material. Sedangkan truk material asal wilayah Buleleng, juga antri menunggu giliran naikkan pasir atau batu.
Penanggung jawab Depo, Gede Aryana mengatakan, Depo disiapkan untuk mengantisipasi kelangkaan material pasir dan batu akibat status Gunung Agung. Selama ini, sopir truk material dari wilayah Buleleng dan Jembrana kesulitan mendapatkan pasir dan batu, karena dilarang masuk ke wilayah Kubu, Karangasem. Nah dengan situasi itu, persatuan para sopir truk Singaraja dan Karangasem sepakat membuat Depo sebagai solusi ancaman kehilangan pekerjaan.
Caranya, pasir atau batu dipasok oleh sopir truk asal Karangasem, dari lokasi penambangan yang ada di wilayah Kecamatan Kubu. Sedangkan sopir truk asal Buleleng dan Jembrana cukup menunggu di Depo, wilayah Buleleng.
“Ini sudah kesepakatan persatuan sopir material Singaraja dengan persatuan sopir Karangasem. Truk asal Buleleng dilarang masuk ke Kubu untuk mengambil pasir, cukup di Sambirenteng. Sedangkan truk pengangkut asal Karangasem cukup drop sampai Sambirenteng. Sistemnya estafet” ujar Gede Aryana asal Desa Sukadana, Kecamatan Kubu, Karangasem.
Menurut Gede Aryana, sistem ini dinilai ampuh untuk mengantisipasi kemacetan truk material penambang pasir di wilayah Kubu. Begitu juga untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan jika Gunung Agung mengalami erupsi. “Depo ini setidaknya bisa mengantisipasi resiko yang ditimbulkan jika Gunung Agung erupsi. Juga untuk menekan kemacetan truk material pasir di lokasi Galian C,” terangnya.
Masih kata Aryana, Depo tersebut mampu melayani pembelian material hingga 100 truk perhari. Masalah harga tetap naik karena pekerja penambang bersiko tinggi ketika Gunung Agung erupsi. Untuk pasir jenis super, tiap truk dihargai sebesar Rp 1,4 juta. Sedangkan pasir jenis cor hanya lebih murah 100 ribu, yakni Rp 1,3 Juta. “Harga pasir masih tetap mahal. Sampai di Sambirenteng pasirnya berkisar Rp1,3 juta sampai Rp 1,4 juta tiap truk. Lain lagi kalau sudah di pembeli biasanya harganya sampai Rp 2,5 juta tiap truk,” bebernya.
Sementara Wayan Astika, 47 sopir truk material asal Desa Tinga-Tinga, Kecamatan Seririt, Buleleng mengungkapkan kendati sudah ada Depo yang melayani kebutuhan pasir dan batu, namun pejualan tetap lesu, karena masyarakat masih enggan membeli karena harga dinilai masih terlalu tinggi. “Sekarang yang beli pasir masih sepi, tidak seperti dulu ramai yang nyari. Karena harganya juga masih mahal. Bagi kami para sopir, walaupun bisa mengambil material di Depo, tetap saja untungnyatipis, karena kita ngambilnya kan lumayan dekat, otomatis lebih mahal. Lebih murah jika mengambil langsung ke Galian C di Kubu,” kata Astika. *k19
1
Komentar