Sedang Dibangun, Wantilan Diupacarai Agar Bisa Dipakai
Sebelum Karya Pujawali Pura Dalem Balingkang, Desa Pakraman Pinggan telah rampungkan pembangunan kembali Jembatan Tanggun Titi, serta bangun gapura dan perluasan natar Pura Tanggun Titi secara swadaya
Pujawali Pura Dalem Balingkang, Ngamedalang Ida Batara Saat Galungan
BANGLI, NusaBali
Puncak Karya Pujawali Warsa 2017 Pura Dalem Balingkang, Desa Pakraman Pinggan, Kecamatan Kintamani, Bangli akan dilaksanakan pada Purnamaning Kalima tepat Sukra Paing Dunggulan, Jumat (3/11) nanti. Wantilan di Nista Mandala Pura Dalem Balingkang yang tengah dalam proses pembangunan pun sudah diupacarai pacaruan lebih awal, agar bisa langsung digunakan selama karya pujawali.
Dalam Karya Pujawali di Pura Dalem Balingkang kali ini, Ida Batara akan nyejer selama 13 hari. Karya pujawali diawali dengan prosesi Ngamedalang Ida Batara tepat Rahina Galungan pada Buda Kliwon Sinta, Rabu (1/11) tengah malam pukul 24.00 Wita. Karya pujawali akan diakhiri dengan prosesi Ida Batara Ngeluhur atau Pasineban pada Anggara Pon Langkir, Selasa (14/11) mendatang.
Pujawali di Pura Dalem Balingkang---yang digelar setahun sekali pada Purnamaning Kalima---kali ini nuansanya agak beda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Selain dilaksanakan setelah rampungnya pembangunan jembatan, gapura, dan perluasan natar (halaman) di Pura Tangguntiti, prosesi Ngamedalang Ida Batara juga dilakukan tepat saat Hari Raya Galungan.
Menurut Bendesa Pakraman Pinggan, Jro Guru Made Seden, 50, prosesi Ngamedalang Ida Batara saat Galungan ini dilakukan, karena ada beberapa pantangan yang tak boleh dilanggar. Sesuai tradisi yang diwarisi turun temurun, prosesi Ngamedalang Ida Batara dari stananya di Pura Makulem---kawasan Alas Metahun di perbatasan Kabupaten Bangli dan Buleleng, yang jaraknya sekitar 20 km arah barat laut pusat Desa Pinggan---, selalu menghindari Soma dan Pasah. “Jadi, Ngamedalang Ida Batara tidak bisa dilaksanakan hari Senin, sehingga harus diundur hingga Galungan (Rabu). Sedangkan kalau hari Selasa, nemu Pasah, sehingga harus dihindari pula,” jelas Jro Guru Seden, Senin (30/10).
Sedangkan untuk puncak Karya Pujawali di Pura Dalem Balingkang, dilaksanakan sesuai ketentuan tepat pada Purnamaning Kalima, Jumat nanti. Kebetulan, Purnama nanti tidak nemu Soma dan Pasah. Puncak karya pujawali nanti akan ditandai dengan prosesi ritual Mapepada yang dimulai siang pukul 11.00 Wita.
Sebagaimana tradisi yang diwarisi secara turun temurun, upacara Mapepada haruslah dipuput oleh Jero Kubayan Kiwa dari Desa Pakraman Sukawana, Kecamatan Kintamani. Jero Kubayan Kiwa pula yang nuek (menusuk) Kebo bertanduk emas, hewan kurban berupa kerbau yang oleh krama setempat disebut Jero Gede, saat upacara Mapepada.
Prosesi Mapepada ditandai dengan ritual mengarak Kebo bertanduk emas mengelilingi pura tiga kali putaran. Prosesi Mapepada biasanya melibatkan krama pangempon, krama penyungsung, dan krama banua Pura Dalem Balingkang, yang berasal dari berbagai kabupaten berbeda. Misalnya, krama Desa Pakraman Pinggan (Kecamatan Kintamani, Bangli), Desa Pakraman Siakin (Kecamatan Kintamani, Bangli), Desa Pakraman Sambirenteng (Kecamatan Tejakula, Buleleng), Desa Pakraman Les-Penuktukan (Kecamatan Tejakula, Buleleng), dan Desa Pakraman Petak (Kecamatan Gianyar).
Pura Dalem Balingkang sendiri merupakan salah satu pura tua warisan zaman Raja Sri Aji Jaya Pangus---yang beristrikan putri China, Kang Cing We---menjadi penguasa Bali Dwipa. Istana kerajaan waktu itu berada di puri yang sekarang menjadi Pura Dalem Balingkang. Pura Kahyangan Jagat yang dibangun di atas areal seluas 16 hektare ini dilingkari sungai cukup dalam, sehingga sangat pas sebagai benteng di masa silam.
Lima hari sebelum puncak Karya Pujawali Warsa 2017 nanti, lebih dulu telah dilak-sanakan prosesi ritual pecaruan sejumlah bangunan suci yang baru dan tengah dibangun di Pura Dalem Balingkang pada Radite Paing Dungulan, Minggu (29/10) lalu. Termasuk di antaranya pacaruan untuk Palinggih Patirtan di Nista Mandala Pura Dalem Balingkang. Selain itu, juga pacaruan Wantilan Pura Dalem Balingkang di Nista Mandala yang tengah dalam proses pembangunan.
Wantilan berukuran besar dengan panjang 32 meter dan lebar 32 meter ini bisa dibanguan atas bantuan Dr Ir Wayan Koster MM, anggota Komisi X DPR RI Dapil Bali. Wayan Koster yang kini Ketua DPD PDIP Bali membantu sekitar Rp 400 juta. Secara keseluruhan hingga nanti rampung dibangun, Wantilan Pura Dalem Balingkang ini diperkiaran menelan biaya hingga Rp 2 miliar. Kekurangannya, digalang Desa Pakraman Pinggan secara swadaya. Termasuk menggalang dana dengan kupon bazar, yang telah berhasil menghimpun dana Rp 200 juta.
Saat ini, pembangunan Wantilan Pura Dalem Balingkang baru rampung sekitar 30 persen dan belum beratap. Buat sementara, bagian atasnya ditutupi terpal agar bisa digunakan salama karya pujawali. Menurut Jro Guru Seden, upacara pacaruan digelar lebih awal juga sebagai upaya agar Wantilan Pura Dalem Balingkang bisa digunakan saat karya pujawali. “Nantinya, segala pentas ilen-ilen (hiburan) selama karya akan dilaksanakan di wantilan tersebut,” jelas bendesa yang juga guru SDN Pinggan ini.
Sementara itu, sebelum pembangunan wantilan dan pelaksanaan Karya Pujawali Pura Dalem Balingkang, krama Desa Pakraman Pinggan telah rampung membangun kembali Jembatan Pura Tanggun Titi, yakni jembatan menuju Pura Dalem Balingkang. Selain itu, juga bikin gapura dan sekaligus memperlebar natar (halaman) Pura Tanggun Titi, yang berada di atas Beji Pura Dalem Balingkang. Jembatan, gapura, dan perlebaran natar Pura Tanggun Titi ini menelan biasa sekitar Rp 450 juta, yang digalang secara swadaya oleh krama Desa Pakraman Pinggan.
Jembatan Tanggun Titi membentang arah utara-selatan pada ketinggian sekitar 25 meter dari dasar sungai yang mengelilingi Pura Dalem Balingkang. Jembatan Tanggun Titi bukan hanya ditambah panjangnya, namun juga lebih ditinggikan dan diperlebar. Semula, Jembatan Tanggun Titi yang dibangun sekitar tahun 1980 memiliki panjang 17 meter dengan lebar 1,5 meter.
Pasca dibangun kembali, panjangnya bertambah menjadi sekiktar 22 meter, sementara lebarnya bertambah jadi 3 meter. Panjang jembatan beton ini bertambah, karena tingginya juga dinaikkan sekitar 1,5 meter dari semula. Penambahan tinggi jembatan dilakukan sedemikian rupa, dengan cara menumpuk material baru di atas jembatan sebelumnya. *nar
BANGLI, NusaBali
Puncak Karya Pujawali Warsa 2017 Pura Dalem Balingkang, Desa Pakraman Pinggan, Kecamatan Kintamani, Bangli akan dilaksanakan pada Purnamaning Kalima tepat Sukra Paing Dunggulan, Jumat (3/11) nanti. Wantilan di Nista Mandala Pura Dalem Balingkang yang tengah dalam proses pembangunan pun sudah diupacarai pacaruan lebih awal, agar bisa langsung digunakan selama karya pujawali.
Dalam Karya Pujawali di Pura Dalem Balingkang kali ini, Ida Batara akan nyejer selama 13 hari. Karya pujawali diawali dengan prosesi Ngamedalang Ida Batara tepat Rahina Galungan pada Buda Kliwon Sinta, Rabu (1/11) tengah malam pukul 24.00 Wita. Karya pujawali akan diakhiri dengan prosesi Ida Batara Ngeluhur atau Pasineban pada Anggara Pon Langkir, Selasa (14/11) mendatang.
Pujawali di Pura Dalem Balingkang---yang digelar setahun sekali pada Purnamaning Kalima---kali ini nuansanya agak beda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Selain dilaksanakan setelah rampungnya pembangunan jembatan, gapura, dan perluasan natar (halaman) di Pura Tangguntiti, prosesi Ngamedalang Ida Batara juga dilakukan tepat saat Hari Raya Galungan.
Menurut Bendesa Pakraman Pinggan, Jro Guru Made Seden, 50, prosesi Ngamedalang Ida Batara saat Galungan ini dilakukan, karena ada beberapa pantangan yang tak boleh dilanggar. Sesuai tradisi yang diwarisi turun temurun, prosesi Ngamedalang Ida Batara dari stananya di Pura Makulem---kawasan Alas Metahun di perbatasan Kabupaten Bangli dan Buleleng, yang jaraknya sekitar 20 km arah barat laut pusat Desa Pinggan---, selalu menghindari Soma dan Pasah. “Jadi, Ngamedalang Ida Batara tidak bisa dilaksanakan hari Senin, sehingga harus diundur hingga Galungan (Rabu). Sedangkan kalau hari Selasa, nemu Pasah, sehingga harus dihindari pula,” jelas Jro Guru Seden, Senin (30/10).
Sedangkan untuk puncak Karya Pujawali di Pura Dalem Balingkang, dilaksanakan sesuai ketentuan tepat pada Purnamaning Kalima, Jumat nanti. Kebetulan, Purnama nanti tidak nemu Soma dan Pasah. Puncak karya pujawali nanti akan ditandai dengan prosesi ritual Mapepada yang dimulai siang pukul 11.00 Wita.
Sebagaimana tradisi yang diwarisi secara turun temurun, upacara Mapepada haruslah dipuput oleh Jero Kubayan Kiwa dari Desa Pakraman Sukawana, Kecamatan Kintamani. Jero Kubayan Kiwa pula yang nuek (menusuk) Kebo bertanduk emas, hewan kurban berupa kerbau yang oleh krama setempat disebut Jero Gede, saat upacara Mapepada.
Prosesi Mapepada ditandai dengan ritual mengarak Kebo bertanduk emas mengelilingi pura tiga kali putaran. Prosesi Mapepada biasanya melibatkan krama pangempon, krama penyungsung, dan krama banua Pura Dalem Balingkang, yang berasal dari berbagai kabupaten berbeda. Misalnya, krama Desa Pakraman Pinggan (Kecamatan Kintamani, Bangli), Desa Pakraman Siakin (Kecamatan Kintamani, Bangli), Desa Pakraman Sambirenteng (Kecamatan Tejakula, Buleleng), Desa Pakraman Les-Penuktukan (Kecamatan Tejakula, Buleleng), dan Desa Pakraman Petak (Kecamatan Gianyar).
Pura Dalem Balingkang sendiri merupakan salah satu pura tua warisan zaman Raja Sri Aji Jaya Pangus---yang beristrikan putri China, Kang Cing We---menjadi penguasa Bali Dwipa. Istana kerajaan waktu itu berada di puri yang sekarang menjadi Pura Dalem Balingkang. Pura Kahyangan Jagat yang dibangun di atas areal seluas 16 hektare ini dilingkari sungai cukup dalam, sehingga sangat pas sebagai benteng di masa silam.
Lima hari sebelum puncak Karya Pujawali Warsa 2017 nanti, lebih dulu telah dilak-sanakan prosesi ritual pecaruan sejumlah bangunan suci yang baru dan tengah dibangun di Pura Dalem Balingkang pada Radite Paing Dungulan, Minggu (29/10) lalu. Termasuk di antaranya pacaruan untuk Palinggih Patirtan di Nista Mandala Pura Dalem Balingkang. Selain itu, juga pacaruan Wantilan Pura Dalem Balingkang di Nista Mandala yang tengah dalam proses pembangunan.
Wantilan berukuran besar dengan panjang 32 meter dan lebar 32 meter ini bisa dibanguan atas bantuan Dr Ir Wayan Koster MM, anggota Komisi X DPR RI Dapil Bali. Wayan Koster yang kini Ketua DPD PDIP Bali membantu sekitar Rp 400 juta. Secara keseluruhan hingga nanti rampung dibangun, Wantilan Pura Dalem Balingkang ini diperkiaran menelan biaya hingga Rp 2 miliar. Kekurangannya, digalang Desa Pakraman Pinggan secara swadaya. Termasuk menggalang dana dengan kupon bazar, yang telah berhasil menghimpun dana Rp 200 juta.
Saat ini, pembangunan Wantilan Pura Dalem Balingkang baru rampung sekitar 30 persen dan belum beratap. Buat sementara, bagian atasnya ditutupi terpal agar bisa digunakan salama karya pujawali. Menurut Jro Guru Seden, upacara pacaruan digelar lebih awal juga sebagai upaya agar Wantilan Pura Dalem Balingkang bisa digunakan saat karya pujawali. “Nantinya, segala pentas ilen-ilen (hiburan) selama karya akan dilaksanakan di wantilan tersebut,” jelas bendesa yang juga guru SDN Pinggan ini.
Sementara itu, sebelum pembangunan wantilan dan pelaksanaan Karya Pujawali Pura Dalem Balingkang, krama Desa Pakraman Pinggan telah rampung membangun kembali Jembatan Pura Tanggun Titi, yakni jembatan menuju Pura Dalem Balingkang. Selain itu, juga bikin gapura dan sekaligus memperlebar natar (halaman) Pura Tanggun Titi, yang berada di atas Beji Pura Dalem Balingkang. Jembatan, gapura, dan perlebaran natar Pura Tanggun Titi ini menelan biasa sekitar Rp 450 juta, yang digalang secara swadaya oleh krama Desa Pakraman Pinggan.
Jembatan Tanggun Titi membentang arah utara-selatan pada ketinggian sekitar 25 meter dari dasar sungai yang mengelilingi Pura Dalem Balingkang. Jembatan Tanggun Titi bukan hanya ditambah panjangnya, namun juga lebih ditinggikan dan diperlebar. Semula, Jembatan Tanggun Titi yang dibangun sekitar tahun 1980 memiliki panjang 17 meter dengan lebar 1,5 meter.
Pasca dibangun kembali, panjangnya bertambah menjadi sekiktar 22 meter, sementara lebarnya bertambah jadi 3 meter. Panjang jembatan beton ini bertambah, karena tingginya juga dinaikkan sekitar 1,5 meter dari semula. Penambahan tinggi jembatan dilakukan sedemikian rupa, dengan cara menumpuk material baru di atas jembatan sebelumnya. *nar
1
Komentar