Puspem Karangasem Disarankan Pindah
Sebanyak 253 pamedek menggelar upacara ritual mulang pakelem di kawah puncak Gunung Agung saat Umanis Galungan pada Wraspati Umanis Dunggulan, Kamis (2/11).
253 Pemedek Mulang Pakelem di Kawah Gunung Agung
AMLAPURA, NusaBali
Uniknya, saat mendaki Gunung Agung, rombongan pamedek yang dikoordinasikan Perbekel Peringsari, Kecamatan Selat, Karangasem, I Wayan Bawa, justru diiringi ratusan bojog (kera). Sementara, PNPB sarankan pindah Pusat Pemerintahan (Puspem) Karangasem untuk hindari bencana letusan Gunung Agung.
Ritual mulang pakelem di kawah puncak Gunung Agung kemarin melibatkan pamedek (umat yang tangkil sembahyang) dari berbagai kawasan. Rombongan mendaki dari Pura Pasar Agung di Banjar Sogra, Desa Pakraman Sebudi, Kecamatan Selat, Karangasem, Kamis dini hari pukul 01.30 Wita. Mereka tiba di puncak Gunung Agung sekitar pukul 05.30 Wita. Kemudian, mereka kembali turun dan tiba di Pura Pasar Agung siang sekitar pukul 11.00 Wita.
Kedatangan rombongan ke Pura Pasar Agung sebenarnya dikoordinasikan mantan Gubernur Bali (1998-2008) I Dewa Made Beratha. Tiba di Pura Pasar Agung pas Galungan pada Buda Kliwon Dunggulan, Rabu (1/11) malam sekitar pukul 20.00 Wita, mereka langsung menggelar upacara matur piuning yang diantarkan pamangku di Pura Pasar Agung, Jro Mangku Gede Umbara.
Barulah 4,5 jam kemudian, Kamis dinihari pukul 01.30 Wita, rombongan pamedek mendaki ke kawah puncak Gunung Agung. Namun, mantan Gubernur Dewa Beratha dan Jro Mangku Umbara tidak ikut mendaki Gunung Agung untuk mulang pakelem.
Rombongan pamedek berjumlah 230 orang dibagi dalam dua kelompok. Pertama, kelompok yang mulang pakelem di tirtha, menggunakan sarana kebo (kerbau) putih, petu (bojog hitam), dan menjangan. Sedangkan rombongan kedua, mulang pakelem di kawah puncak Gunung Agung, menggunakan sarana berupa kebo anggrek wulan.
Ada yang unik dalam ritual mulang pakelem di tengah status siaga (level III) Gunung Agung ini. Selama pendakian dari Pura Pasar Agung, ratusan bojog ikut mengiringi pamedek sampai ke puncak Gunung Agung. Ratusan bojog ini sama sekali tidak merasa terganggu dan mengganggu pamedek.
Menurut koordinator pamedek, I Wayan Bawa, ikut sertanya ratusan bojog mendaki kawah puncak Gunung Agung merupakan peristiwa langka. Namun, pihaknya tidak paham, apa makna di balik keikutsertaan bojog ke puncak Gunung Agung ini. "Monyet-monyet ini ikut mendaki sampai ke puncak. Saya tidak mengerti ini pertanda apa?" tandas Wayan Bawa.
Wayan Bawa mengatakan, secara visual terlihat ada 15 titik uap air di kawah puncak Gunung Agung. Namun, tidak ada tercium bau belerang, juga tidak terasa panas. Hanya suara gemuruh yang terdengar setiap saat, pertanda lempengan bumi jatuh di dasar kawah yang menyebabkan timbulkan gempa. "Selain 15 titik kepulan uap air, juga terlihat kubangan air yang disebut solfatara. Sagian tebing kawah ada yang jebol," ungkap Wayan Bawa.
Dia menambahkan, selama perjalanan menuju kawah puncak Gunung Agung, sama sekali tidak ada rasa khawatir gunung tertinggi di Bali ini meletus tiba-tiba. “Kami mendaki kan untuk mulang pakelem seraya mohon keselamatan dan karahayuan umat sedharma beserta semesta. Semua yang mendaki bertujuan baik," katanya.
Sedangkan Pamangku Pura Pasaar Agung, Jro Mangku Umbara, mengatakan, ritual mulang pakelem di kawah puncak Gunung Agung berjalan lancar, pertanda dianugerahi keselamatan. Mulang pakelem ini serangkaian karya pujawali di Pura Pasar Agung yang puncaknya pada Purnamaning Kalima, Jumat (3/11).
"Upacara mulang pakelem ini dilaksanakan untuk memohon kerahayuan jagad Pulau Bali. Selain itu, juga kami memohon agar Gunung Agung tidak meletus seperti yang diperkirakan banyak pihak di mana sama dahsyatnya dengan bencana letusan tahun 1963," ujar Jro Mangku Umbara.
Sementara itu, Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Nasional Pe-nanggulangan Bencana (BNPB), Bernadus Wisnu Widjaja, memberikan alternatif untuk pindahkan pusat pemerintahan Karangasem. Tujuannya, agar terhindar dari bencana Gunung Agung. Masalahnya, cepat atau lambat, Gunung Agung akan meletus, bahkan diperkirakan nantinya meletus setiap 7 tahun sekali.
Pemaparan ini disampaikan Bernadus Wisnu di rumah Bupati Karangasem, I Gusti Ayu Mas Sumatri, Jalan Jeruk Amlapura, Rabu malam. Dia mengatakan, posisi Kantor Bupati Karangasem memang aman dari banjir lahar dingin. Namun, kantor pemerintahan lainnya akan hancur jika Gunung Agung meletus, seperti Kantor Disdikpora, Kantor Inspektorat Daerah, Dinas Kesehatan, Dinas PUPR, BPBD, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Administrasi Dukcapil, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Dinas Perhubungan, Dinas Kelautan-Perikanan, Kantor Satpol PP, dan Badan Kepegawaian-Pendidikan-Pelatihan.
Alternatif pertama, pusat pemerintahan Karangasem bisa dipindah ke Kecamatan Abang di lahan seluas 5.893,23 hektare dengan kemiringan 1-2 persen, tepatnya kaki Gunung Seraya. Alternatif kedua, di Kecamatan Manggis, pada lahan seluas 3.467,03 hektare berupa kebun, hutan, sawah, dan pemukiman. "Dalam jangka panjang, perlu dipikirkan lokasi pusat pemerintahan Karangasem agar aman. Sebab, Gunung Agung cepat atau lambat pasti akan meletus,” jelas Bernadus Wisnu.
Bupati Mas Sumatri merespons masukan soal alternatif pusat pemerintahan Karangasem yang ditawarkan BNPB ini. Menurut Mas Sumatri, nantinya perlu dibuatkan perencanaan dan kajian, untuk kemudian dipresentasikan di hadapan para konsorsium. "Tentu saja perlu dibicarakan dulu dengan bagian perencanaan dan dikomunikasikan di DPRD Karangasem," jelas Mas Sumatri. *k16
Komentar