Tiga KK Tidur Berdesakan di Gubuk Kecil Ukuran 6 Meter x 4 Meter
Belakangan, pasutri I Wayan Ada-Ni Made Roni pilih pindah tinggal ke tempat terpisah, hingga gubuk sempit warisannya kini ditempati pasangan I Komang Tengah Darmika-Ni Luh Ade Dwi Astina bersama satu anaknya dan pasangan I Ketut Wastika-Ni Made Dewi bersama dua anaknya
Potret Keluarga Miskin dari Banjar Tiyingan Kangin, Desa/Kecamatan Bebandem, Karangasem
AMLAPURA, NusaBali
Inilah salah satu potret keluarga miskin di Banjar Tiyingan Kangin, Desa Bebandem, Kecamatan Bebandem, Karangasem. Tiga kepala keluarga (KK) beranggotakan 9 orang terpaksa tidur berdesak-desakan dalam satu gubuk kecil ukuran 6 meter x 4 meter dengan dinding bedeg (anyaman bambu) dan beratap genting. Belakangan, satu keluarga pilih mengalah, pindah ke tempat terpisah.
Tiga keluarga yang tidur berdesakan dalam gubuk sederhana di Banjar Dukuh, Desa Bebandem itu adalah pertama, pasutri I Wayan Ada, 65, dan Ni Made Roni, 61. Kedua, pasutri I Komang Tengah Darmika, 28, dan Ni Luh Ade Dwi Astina, 20, bersama satu anaknya. Komang Tengah Darmika merupakan anak ketiga dari pasangan Wayan Ada-Made Roni.
Ketiga, pasutri I Ketut Wastika, 25, dan Ni Made Dewi, 22, bersama dua anaknya. Ketut Wastika merupakan anak keempat dari pasangan Wayan Ada-Made Roni. Sebetulnya, pasangan Wayan Ada-Made Roni memiliki 4 anak yang semuanya sudah berkeluarga. Dua anaknya yang lain, salah satunya perempuan yang sudah menikah ke lain tempat. Satunya lagi anak nomor dua yang lelaki, yakni I Made Wartana, 35, kini tinggal terpisah bersama istri dan anaknya.
Belakangan, orangtua mereka yakni pasutri Wayan Ada-Made Roni pilih mengalah. Sejak tahun 2013, masputri sepuh ini memilih tinggal bersama putra kedua mereka, Made Wartana, di gubuk terpisah yang berada di tengah kebun salak kawasan Banjar Dukuh, Desa Bebandem.
Karenanya, gubuk kecil ukuran 6 meter x 4 meter warisan pasutri Wayan Ada-Made Roni di Banjar Tiyingan, Desa Bebandem kini ditempati dua keluarga berjumlah 7 orang, yakni pasangan Komang Tengah Darmika-Luh Ade Dwi Astina bersama satu anaknya dan pasangan Ketut Wastika-Made Dewi bersama dua anaknya. Gubung kecil tersebut disekat menjadi dua bagian.
Bagian pertama ditempati pasutri Komang Tengah Darmika-Luh Ade Dwi Astina bersama satu anaknya, sementara bagian kedua ditempati pasangan Ketut Wastika-Made Dewi bersama dua anaknya. Dua keluarga kakak adik ini masing-masing memiliki dapur terpisah, yang dibangun di halaman bagian barat gubuknya. Sedangkan untuk mandi sehari-hari, dilakukan di tempat terbuka belakang gubuknya, menggunakan air PAM Desa disimpan dalam drum.
Pantauan NusaBali, Kamis (9/11), tidak ada Palinggih Pangijeng dan Sanggah di gubuk yang ditempati dua keluarga miskin ini. Yang ada hanya sekadar simbol terbuat dari batang bambu yang telah keropos. Maklum, penghuninya semua merupakan keluarga miskin yang kesehariannya bekerja sebagai buruh bangunan.
Bahkan, selama lebih dari sebulan terakhir, penghasilan mereka kembang kempis. Pasalnya, dua keluarga miskin kakak adik ini harus mengungsi selama Gunung Agung berstatus awas, 22 September 2017 lalu. Mereka mengungsi ke Banjar Timbrah, Desa Pertima, Kecamatan Karangasem. Barulah menjelang Hari Raya Galungan, mereka kembali dari pengungsian, Minggu (29/10) lalu.
Kepada NusaBali, Ketut Wastika mengatakan pihaknya sangat berharap bisa memiliki tempat tinggal yang layak huni, tanpa harus berdesak-desakan lagi dengan keluara kakaknya. Kendati lahan gubuk yang ditempatinya saat ini milik orang lain, namun Ketut Wastika mengaku sudah dapat izin hak guna pakai dari pemiliknya. "Ya, kami telah dapat izin hak guna pakai dari pemilik lahan ini. Karenanya, kami layak mendapat bantuan bedah rumah," harap Ketut Wastika.
Paparan senada juga disampaikan kakaknya, Komang Tengah Darmika. Menurut Tengah Darmika, bantuan bedah rumah untuk keluarganya kemungkinan besar segera akan terwujud. Pasalnya, lahan gubuk mereka sudah sempat disurvei petugas Desa Bebandem. Lokasi lahan gubuk difoto, petugas desa juga memintai data-data keluarga. "Kami berharap realisasi bedah rumah secepatnya, agar memiliki tempat tinggal yang layak," pinta Tengah Darmika.
Sementara itu, Kepala Desa (Perbekel) Bebandem, I Gede Partadana, mengakui phaknya sempat menerjunkan tim untuk melakukan survei di lahan gubuk keluarga miskin ini. "Kami telah masukkan mereka dalam daftar usulan ke Provinsi Bali, dengan kriteria persyaratan dapat bantuan bedah rumah. Usulan telah masuk daftar tunggu, kini tinggal menunggu realisasinya. Jika ada syarat administrasi yang kurang lengkap, segera kami perbaiki," ujar Perbekel Gede Partadana saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Kamis lalu. *k16
AMLAPURA, NusaBali
Inilah salah satu potret keluarga miskin di Banjar Tiyingan Kangin, Desa Bebandem, Kecamatan Bebandem, Karangasem. Tiga kepala keluarga (KK) beranggotakan 9 orang terpaksa tidur berdesak-desakan dalam satu gubuk kecil ukuran 6 meter x 4 meter dengan dinding bedeg (anyaman bambu) dan beratap genting. Belakangan, satu keluarga pilih mengalah, pindah ke tempat terpisah.
Tiga keluarga yang tidur berdesakan dalam gubuk sederhana di Banjar Dukuh, Desa Bebandem itu adalah pertama, pasutri I Wayan Ada, 65, dan Ni Made Roni, 61. Kedua, pasutri I Komang Tengah Darmika, 28, dan Ni Luh Ade Dwi Astina, 20, bersama satu anaknya. Komang Tengah Darmika merupakan anak ketiga dari pasangan Wayan Ada-Made Roni.
Ketiga, pasutri I Ketut Wastika, 25, dan Ni Made Dewi, 22, bersama dua anaknya. Ketut Wastika merupakan anak keempat dari pasangan Wayan Ada-Made Roni. Sebetulnya, pasangan Wayan Ada-Made Roni memiliki 4 anak yang semuanya sudah berkeluarga. Dua anaknya yang lain, salah satunya perempuan yang sudah menikah ke lain tempat. Satunya lagi anak nomor dua yang lelaki, yakni I Made Wartana, 35, kini tinggal terpisah bersama istri dan anaknya.
Belakangan, orangtua mereka yakni pasutri Wayan Ada-Made Roni pilih mengalah. Sejak tahun 2013, masputri sepuh ini memilih tinggal bersama putra kedua mereka, Made Wartana, di gubuk terpisah yang berada di tengah kebun salak kawasan Banjar Dukuh, Desa Bebandem.
Karenanya, gubuk kecil ukuran 6 meter x 4 meter warisan pasutri Wayan Ada-Made Roni di Banjar Tiyingan, Desa Bebandem kini ditempati dua keluarga berjumlah 7 orang, yakni pasangan Komang Tengah Darmika-Luh Ade Dwi Astina bersama satu anaknya dan pasangan Ketut Wastika-Made Dewi bersama dua anaknya. Gubung kecil tersebut disekat menjadi dua bagian.
Bagian pertama ditempati pasutri Komang Tengah Darmika-Luh Ade Dwi Astina bersama satu anaknya, sementara bagian kedua ditempati pasangan Ketut Wastika-Made Dewi bersama dua anaknya. Dua keluarga kakak adik ini masing-masing memiliki dapur terpisah, yang dibangun di halaman bagian barat gubuknya. Sedangkan untuk mandi sehari-hari, dilakukan di tempat terbuka belakang gubuknya, menggunakan air PAM Desa disimpan dalam drum.
Pantauan NusaBali, Kamis (9/11), tidak ada Palinggih Pangijeng dan Sanggah di gubuk yang ditempati dua keluarga miskin ini. Yang ada hanya sekadar simbol terbuat dari batang bambu yang telah keropos. Maklum, penghuninya semua merupakan keluarga miskin yang kesehariannya bekerja sebagai buruh bangunan.
Bahkan, selama lebih dari sebulan terakhir, penghasilan mereka kembang kempis. Pasalnya, dua keluarga miskin kakak adik ini harus mengungsi selama Gunung Agung berstatus awas, 22 September 2017 lalu. Mereka mengungsi ke Banjar Timbrah, Desa Pertima, Kecamatan Karangasem. Barulah menjelang Hari Raya Galungan, mereka kembali dari pengungsian, Minggu (29/10) lalu.
Kepada NusaBali, Ketut Wastika mengatakan pihaknya sangat berharap bisa memiliki tempat tinggal yang layak huni, tanpa harus berdesak-desakan lagi dengan keluara kakaknya. Kendati lahan gubuk yang ditempatinya saat ini milik orang lain, namun Ketut Wastika mengaku sudah dapat izin hak guna pakai dari pemiliknya. "Ya, kami telah dapat izin hak guna pakai dari pemilik lahan ini. Karenanya, kami layak mendapat bantuan bedah rumah," harap Ketut Wastika.
Paparan senada juga disampaikan kakaknya, Komang Tengah Darmika. Menurut Tengah Darmika, bantuan bedah rumah untuk keluarganya kemungkinan besar segera akan terwujud. Pasalnya, lahan gubuk mereka sudah sempat disurvei petugas Desa Bebandem. Lokasi lahan gubuk difoto, petugas desa juga memintai data-data keluarga. "Kami berharap realisasi bedah rumah secepatnya, agar memiliki tempat tinggal yang layak," pinta Tengah Darmika.
Sementara itu, Kepala Desa (Perbekel) Bebandem, I Gede Partadana, mengakui phaknya sempat menerjunkan tim untuk melakukan survei di lahan gubuk keluarga miskin ini. "Kami telah masukkan mereka dalam daftar usulan ke Provinsi Bali, dengan kriteria persyaratan dapat bantuan bedah rumah. Usulan telah masuk daftar tunggu, kini tinggal menunggu realisasinya. Jika ada syarat administrasi yang kurang lengkap, segera kami perbaiki," ujar Perbekel Gede Partadana saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Kamis lalu. *k16
Komentar