Jro Swastika Biasa Bermain di Gubuk Sapi, Rutin Sembahyang ke Payangan
Mantan Wakil Ketua DPRD Bali Jro Gede Komang Swastika alias Mang Jangol, 40, yang terlibat kasus narkoba dan kepemilikan senjata api, ditangkap polisi di tempat persembunyiannya, sebuah gubuk kandang sapi di Banjar Melinggih, Desa Melinggih, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Senin (13/11) malam.
GIANYAR, NusaBali
Lokasi persembunyian tersebut ternyata merupakan tempat bermainnya semasa kanak-kanak. Jro Swastika punya kaitan erat dengan Banjar Melinggih, Desa Melinggih, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar. Ibu kandung Jro Swastika, Ni Made Nasih, berasal dari Banjar/Desa Melinggih, Kecamatan Payangan.
Sedangkan lokasi persembunyian Jro Swastika, yakni sebuah gubuk kandang sapi, babi, dan beberapa hewan ternak, ini merupakan tegalan milik pamannya, I Nyoman Pegil, yang tak lain adalah saudara kandung sang ibu.
Diduga, sebelum melarikan diri dan bersembunyi hingga Senin (13/11) malam dalam gubuk berdinding bedeg (anyaman bambu) ini, Jro Swastika sempat mampir beberapa kali di rumah ibu kandungnya. Rumah ibu kandungnya persis di sebelah barat Balai Banjar Melinggih lama (kiri jalan dari arah Polsek Payangan). Jarak dari rumah ibunya menuju tegalan cukup jauh, sekitar 2 kilometer. Di dua lokasi ini, rumah ibu dan tegalan pamannya, selama 4 tahun sejak usia 1–5 tahun, Jro Swastika menghabiskan masa kecilnya sebelum menetap di Denpasar.
Meski sudah besar di Denpasar, Jro Swastika tak pernah lupa pada kampung halaman ibunya di Payangan. Setiap ada hari raya besar seperti Galungan dan Kuningan, odalan di sanggah maupun odalan di pura kahyangan setempat, Jro Swastika selalu pulang. Jro Swastika yang akrab disapa Jero Gede oleh keluarganya ini rutin melakukan persembahyangan. Terakhir kali, Jro Swastika sembahyang di sanggah merajannya pada Hari Raya Kuningan.
Hal ini diungkapkan sepupu Jro Swastika, I Nyoman Karyawan didampingi ayahnya I Nyoman Pegil, saat ditemui di kediamannya, Selasa (14/11).
“Jro Gede pas Kuningan datang ke rumah ini untuk sembahyang,” ungkapnya.
Meskipun ketika itu Nyoman Karyawan telah mendengar desas desus pelarian sepupunya ini, pihaknya lebih memilih diam. “Waktu itu, saya tahu Jero DPO dari TV. Tapi kami sekeluarga tidak pernah membahas itu. Kepulangannya sembahyang waktu Kuningan itupun dianggap hal biasa. Setelah sembahyang langsung balik,” jelasnya.
Ketika sembahyang Kuningan itu, Nyoman Karyawan bahkan sempat basa basi sebentar dengan Jro Swastika. Namun pembicaraannya sebatas menawari makan dan minum. “Dulu waktu kecil memang akrab, saya lebih tua sedikit dari Jro Gede. Tapi setelah dewasa, komunikasi agak jarang. Paling kalau ke rumah saya tawari makan, minum, sekadar menyapa. Tidak ada membicarakan sesuatu yang serius,” ucapnya.
Mengenai penangkapan Jro Swastika pada Senin malam, Nyoman Karyawan mengaku tak tahu. Sebab ketika itu dirinya tidak berada di rumah. Sementara ayahnya, Nyoman Pegil, ketika itu sudah tidur.
“Sama sekali tidak tahu ada penangkapan kemarin malam (Senin malam). Apalagi kemarin malam hujan cukup deras. Baru tadi (kemarin) pagi saya tahu, dari beberapa petugas polisi yang datang ke rumah,” jelasnya.
Nyoman Karyawan pun tak habis pikir dengan kasus yang menimpa sepupunya ini. Sebab selama ini Jro Swastika dikenal sebagai pribadi yang ramah, religius, dan loyal. “Coba cek, dari 50 pemuda yang ada di sini, 40 pasti kenal dan akrab dengan Jero Gede,” imbuhnya.
Mengenai kebiasaannya ke tegalan, juga dibenarkan Nyoman Karyawan. Bahkan semasa kecil, Jro Swastika biasa diajak memetik durian maupun mencari kelapa muda. “Dulu sering ke sawah, biasa cari kelapa dan durian. Kaget sekali dengar kabar ini. Masih keluarga, jadi serba salah,” ungkapnya.
Dijelaskan, lokasi Jro Swastika diinterogasi pasca-ditemukan merupakan rumah milik seorang warga Banjar Melinggih, Made Nik alias Denik. Sejatinya, rumah tersebut tidak ada sangkut paut dengan Jro Swastika, namun semata-mata karena posisinya dekat dengan gubuk kandang sapi. “Itu rumahnya Pak Denik, bukan siapa-siapa. Jero tidak kenal. Itu pondokan, dulunya merupakan sawah tegalan,” jelasnya.
Ditambahkan Nyoman Pegil, sehari-hari dirinya selalu pergi ke gubuk itu. Nyoman Pegil biasa memberikan pakan pada hewan ternaknya 2 kali sehari, pagi dan sore. Kebetulan saja, ketika penangkapan itu dirinya tidak ke gubuk pada sore hari. “Biasanya tiap pagi sore, tapi tumben sore kemarin tidak ke tegalan. Jadi tidak lihat ada dia di sana,” jelasnya.
Sementara itu, Kapolsek Payangan AKP Gde Endrawan turut melakukan pengecekan lokasi penangkapan. Pihaknya memastikan lokasi tersebut setelah mencocokkan suasana lokasi dengan foto-foto penangkapan Jro Swastika yang beredar. “Dari gambar saat diinterogasi, saya yakin ini rumahnya. Tapi mengenai persembunyiannya selama ini di mana, itu kami tidak tahu pasti,” ujarnya.
Kapolsek Payangan pun mencoba menelusuri jejak, menelusuri pematang sawah sekitar 500 meter dari lokasi interogasi ke arah utara. Sebuah petunjuk pun muncul, yakni kandang sapi. Mirip dengan lokasi pada video penangkapan. Setelah berjalan kaki cukup jauh, tibalah di sebuah gubuk lengkap dengan kandang sapi, kandang babi, dan kandang ayam. Tak banyak informasi yang didapat dari lokasi, sebab pemilik rumah pondokan Pak Denik tersebut tidak ada.
Petunjuk lain pun semakin memperkuat keberadaan Jro Swastika pernah di dalam gubuk, yakni sebotol air mineral isi 1,5 liter. Botol tersebut masih terlihat baru, airnya pun masih sedikit tersisa. “Mungkin saja di sini lokasinya sembunyi dan ditemukan. Tapi saya bukan dalam kapasitas untuk menjelaskan itu,” jelasnya.
Secara terpisah, Bendesa Pakraman Melinggih I Ketut Rata mengaku tidak tahu menahu tentang penangkapan ini. Alasannya, Jro Swastika merupakan warga luar desanya yang kebetulan saja sembunyi di Banjar Melinggih. “Ada situasi seperti ini saya kemarin nggak ngeh. Apalagi itu orang luar. Saya cuma dengar berita angin yang tak pasti. Makanya tiyang kaget tadi pagi ramai dibahas,” ungkapnya.
Ketut Rata menyatakan tidak kenal dengan Jro Swastika maupun ibunya, Ni Made Nasih. “Kesehariannya tidak di sini, apalagi ibunya nikah keluar puluhan tahun lalu. Saya tidak kenal wajah ibu atau Jro Swastika itu,” jelasnya.
Perbekel Desa Melinggih I Nyoman Surata juga tidak tahu mengenai keberadaan Jro Swastika di wilayahnya. “Biasanya kalau ada duktang memang ada laporan, tapi kali ini tidak. Entah berapa lama sudah di sini kami tidak tahu,” ungkapnya. Termasuk penangkapan pada Senin malam, pihaknya hanya tahu dari laporan warga. “Dari informasi yang kami terima, katanya ibunya asal sini. Tapi kami belum pernah lihat dia ada sini. Laporan dari warga tidak ada tamu. Kita gak nyangka akan sembunyi di sini,” jelasnya. Merasa kecolongan dengan kedatangan Jro Swastika tanpa sepengetahuannya, pihaknya akan melakukan evaluasi dan koordinasi dengan para kelian banjar. “Dulu duktang rutin kami data lewat kipem. Dicek oleh pecalang. Tapi sekarang kan tidak boleh lagi ada pungutan, sehingga nanti kami akan siasati bagaimana menjaring duktang,” ujarnya. *nvi
Sedangkan lokasi persembunyian Jro Swastika, yakni sebuah gubuk kandang sapi, babi, dan beberapa hewan ternak, ini merupakan tegalan milik pamannya, I Nyoman Pegil, yang tak lain adalah saudara kandung sang ibu.
Diduga, sebelum melarikan diri dan bersembunyi hingga Senin (13/11) malam dalam gubuk berdinding bedeg (anyaman bambu) ini, Jro Swastika sempat mampir beberapa kali di rumah ibu kandungnya. Rumah ibu kandungnya persis di sebelah barat Balai Banjar Melinggih lama (kiri jalan dari arah Polsek Payangan). Jarak dari rumah ibunya menuju tegalan cukup jauh, sekitar 2 kilometer. Di dua lokasi ini, rumah ibu dan tegalan pamannya, selama 4 tahun sejak usia 1–5 tahun, Jro Swastika menghabiskan masa kecilnya sebelum menetap di Denpasar.
Meski sudah besar di Denpasar, Jro Swastika tak pernah lupa pada kampung halaman ibunya di Payangan. Setiap ada hari raya besar seperti Galungan dan Kuningan, odalan di sanggah maupun odalan di pura kahyangan setempat, Jro Swastika selalu pulang. Jro Swastika yang akrab disapa Jero Gede oleh keluarganya ini rutin melakukan persembahyangan. Terakhir kali, Jro Swastika sembahyang di sanggah merajannya pada Hari Raya Kuningan.
Hal ini diungkapkan sepupu Jro Swastika, I Nyoman Karyawan didampingi ayahnya I Nyoman Pegil, saat ditemui di kediamannya, Selasa (14/11).
“Jro Gede pas Kuningan datang ke rumah ini untuk sembahyang,” ungkapnya.
Meskipun ketika itu Nyoman Karyawan telah mendengar desas desus pelarian sepupunya ini, pihaknya lebih memilih diam. “Waktu itu, saya tahu Jero DPO dari TV. Tapi kami sekeluarga tidak pernah membahas itu. Kepulangannya sembahyang waktu Kuningan itupun dianggap hal biasa. Setelah sembahyang langsung balik,” jelasnya.
Ketika sembahyang Kuningan itu, Nyoman Karyawan bahkan sempat basa basi sebentar dengan Jro Swastika. Namun pembicaraannya sebatas menawari makan dan minum. “Dulu waktu kecil memang akrab, saya lebih tua sedikit dari Jro Gede. Tapi setelah dewasa, komunikasi agak jarang. Paling kalau ke rumah saya tawari makan, minum, sekadar menyapa. Tidak ada membicarakan sesuatu yang serius,” ucapnya.
Mengenai penangkapan Jro Swastika pada Senin malam, Nyoman Karyawan mengaku tak tahu. Sebab ketika itu dirinya tidak berada di rumah. Sementara ayahnya, Nyoman Pegil, ketika itu sudah tidur.
“Sama sekali tidak tahu ada penangkapan kemarin malam (Senin malam). Apalagi kemarin malam hujan cukup deras. Baru tadi (kemarin) pagi saya tahu, dari beberapa petugas polisi yang datang ke rumah,” jelasnya.
Nyoman Karyawan pun tak habis pikir dengan kasus yang menimpa sepupunya ini. Sebab selama ini Jro Swastika dikenal sebagai pribadi yang ramah, religius, dan loyal. “Coba cek, dari 50 pemuda yang ada di sini, 40 pasti kenal dan akrab dengan Jero Gede,” imbuhnya.
Mengenai kebiasaannya ke tegalan, juga dibenarkan Nyoman Karyawan. Bahkan semasa kecil, Jro Swastika biasa diajak memetik durian maupun mencari kelapa muda. “Dulu sering ke sawah, biasa cari kelapa dan durian. Kaget sekali dengar kabar ini. Masih keluarga, jadi serba salah,” ungkapnya.
Dijelaskan, lokasi Jro Swastika diinterogasi pasca-ditemukan merupakan rumah milik seorang warga Banjar Melinggih, Made Nik alias Denik. Sejatinya, rumah tersebut tidak ada sangkut paut dengan Jro Swastika, namun semata-mata karena posisinya dekat dengan gubuk kandang sapi. “Itu rumahnya Pak Denik, bukan siapa-siapa. Jero tidak kenal. Itu pondokan, dulunya merupakan sawah tegalan,” jelasnya.
Ditambahkan Nyoman Pegil, sehari-hari dirinya selalu pergi ke gubuk itu. Nyoman Pegil biasa memberikan pakan pada hewan ternaknya 2 kali sehari, pagi dan sore. Kebetulan saja, ketika penangkapan itu dirinya tidak ke gubuk pada sore hari. “Biasanya tiap pagi sore, tapi tumben sore kemarin tidak ke tegalan. Jadi tidak lihat ada dia di sana,” jelasnya.
Sementara itu, Kapolsek Payangan AKP Gde Endrawan turut melakukan pengecekan lokasi penangkapan. Pihaknya memastikan lokasi tersebut setelah mencocokkan suasana lokasi dengan foto-foto penangkapan Jro Swastika yang beredar. “Dari gambar saat diinterogasi, saya yakin ini rumahnya. Tapi mengenai persembunyiannya selama ini di mana, itu kami tidak tahu pasti,” ujarnya.
Kapolsek Payangan pun mencoba menelusuri jejak, menelusuri pematang sawah sekitar 500 meter dari lokasi interogasi ke arah utara. Sebuah petunjuk pun muncul, yakni kandang sapi. Mirip dengan lokasi pada video penangkapan. Setelah berjalan kaki cukup jauh, tibalah di sebuah gubuk lengkap dengan kandang sapi, kandang babi, dan kandang ayam. Tak banyak informasi yang didapat dari lokasi, sebab pemilik rumah pondokan Pak Denik tersebut tidak ada.
Petunjuk lain pun semakin memperkuat keberadaan Jro Swastika pernah di dalam gubuk, yakni sebotol air mineral isi 1,5 liter. Botol tersebut masih terlihat baru, airnya pun masih sedikit tersisa. “Mungkin saja di sini lokasinya sembunyi dan ditemukan. Tapi saya bukan dalam kapasitas untuk menjelaskan itu,” jelasnya.
Secara terpisah, Bendesa Pakraman Melinggih I Ketut Rata mengaku tidak tahu menahu tentang penangkapan ini. Alasannya, Jro Swastika merupakan warga luar desanya yang kebetulan saja sembunyi di Banjar Melinggih. “Ada situasi seperti ini saya kemarin nggak ngeh. Apalagi itu orang luar. Saya cuma dengar berita angin yang tak pasti. Makanya tiyang kaget tadi pagi ramai dibahas,” ungkapnya.
Ketut Rata menyatakan tidak kenal dengan Jro Swastika maupun ibunya, Ni Made Nasih. “Kesehariannya tidak di sini, apalagi ibunya nikah keluar puluhan tahun lalu. Saya tidak kenal wajah ibu atau Jro Swastika itu,” jelasnya.
Perbekel Desa Melinggih I Nyoman Surata juga tidak tahu mengenai keberadaan Jro Swastika di wilayahnya. “Biasanya kalau ada duktang memang ada laporan, tapi kali ini tidak. Entah berapa lama sudah di sini kami tidak tahu,” ungkapnya. Termasuk penangkapan pada Senin malam, pihaknya hanya tahu dari laporan warga. “Dari informasi yang kami terima, katanya ibunya asal sini. Tapi kami belum pernah lihat dia ada sini. Laporan dari warga tidak ada tamu. Kita gak nyangka akan sembunyi di sini,” jelasnya. Merasa kecolongan dengan kedatangan Jro Swastika tanpa sepengetahuannya, pihaknya akan melakukan evaluasi dan koordinasi dengan para kelian banjar. “Dulu duktang rutin kami data lewat kipem. Dicek oleh pecalang. Tapi sekarang kan tidak boleh lagi ada pungutan, sehingga nanti kami akan siasati bagaimana menjaring duktang,” ujarnya. *nvi
Komentar