Hardys Pailit, Pengelola Diambilalih
Dengan utang mencapai hampir Rp 2 triliun, I Gede Agus Hardiawan kelabakan dan menjual aset-asetnya, hingga mengajukan PKPU sebelum akhirnya dinyatakan pailit.
DENPASAR, NusaBali
‘Kerajaan’ Hardys yang dibangun oleh I Gede Agus Hardiawan akhirnya harus runtuh. PT Hardys Retailindo, PT Grup Hardys, dan I Gede Agus Hardiawan sendiri dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Surabaya dalam sidang yang terbuka untuk umum pada 9 November 2017.
Seperti dimuat dalam website Pengadilan Niaga Surabaya, PT Hardys Retailindo, PT Grup Hardys dan I Gede Agus Hardiawan selaku debitor mengajukan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang), dengan Termohon; Megasari dan Ni Ketut Murni. Namun dalam PKPU selama 45 hari terhitung sejak diberikannya PKPU tersebut tidak tercapai perdamaian. Sehingga para pemohon dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya.
Majelis Hakim Pengadilan Niaga Surabaya yang diketuai Anne Rusiana SH juga sudah menunjuk tiga kurator. Selanjutnya Putusan Pengadilan Niaga pada PN Surabaya No.29/Pdt.Sus-PKPU/2017/PN Niaga Sby juga menetapkan jadwal Rapat Kreditor Pertama pada Rabu (22/11) di Pengadilan Niaga pada PN Surabaya. Batas akhir pengajuan tagihan kreditor selambat-lambatnya Kamis (30/11) hingga Rapat Pencocokan Piutang Kreditor dan batas akhir verifikasi utang pajak pada Selasa (19/12) di Pengadilan Niaga pada PN Surabaya.
Kepada NusaBali, Jumat (17/11) malam, I Gede Agus Hardiawan membenarkan pihaknya dalam kondisi pailit. “Karena kesalahan pengelolaan,” ujar Hardiawan yang beberapa tahun lalu dikabarkan masuk dalam 50 orang terkaya di Bali. “Pihak kami punya utang hampir Rp 2 triliun, sedang nilai aset seluruh usaha Hardys sekitar Rp 4,1 triliun,” ungkap Hardiawan yang sebelumnya membawahi 5.000 karyawan di kerajaan bisnisnya.
Sebelumnya untuk melunasi sebagian utangnya, Hardiawan menyatakan telah menjual outlet Hardys yang tersebar di seluruh Bali, termasuk di Jawa Timur. Seluruhnya ada 17 outlet. Penjualan dilakukan melalui Bank Muamalat sejak Januari 2017. Adapun yang membeli adalah pengusaha asal Singaraja, I Gede Sedana. “Ini biar jelas, outlet yang sekarang bukan lagi kami yang mengelola,” jelas Hardiawan.
Karenanya pengelolaan outlet Hardys berikut semua karyawan sekarang, terang Hardiawan, berada pada manajemen baru. Dikatakan Agus Hardiawan, hal itu dia jelaskan dengan maksud agar tidak ikut membawa nama pengelola outlet Hardys yang baru terkait dengan pernyataan kepailitannya.
Alasannya karena sudah tidak ada hubungannya lagi. “Sekarang namanya masih Hardys, kalau namanya diganti dengan yang lain (bukan Hardys) terserah Pak Sedana,” jelasnya. Jadi pengelolaan outlet Hardys ke pengelola baru (pembeli) sudah mendahului sebelum pernyataan pailit. Sebelumnya dihubungi terpisah Direktur Hardys Putu Agus P Adie, menjelaskan retail Hardys yang dia kelola bukan merupakan retail Hardys yang pailit. “ Kami tidak pailit,” ujarnya dihubungi via telepon.
Dikatakan retail Hardys yang cabang-cabang tersebar di Bali tersebut berada di bawah PT Sedana Retailindo. “Coba lihat lihat pengumumannya itu bukan kami,” tepis Putu Agus P Adie. Adapun penutupan oulet di Amlapura (Karangasem) bukan karena pailit, tetapi karena faktor kondisi Gunung Agung.
Dikatakan kondisi retail Hardys masih normal dengan 1.100 karyawan. “Penjelasan ini sudah kami sampaikan juga kepada para suplier,” ujar Agus P Adie yang sedang berada di Jakarta.
Sementara di pantauan di Hardys di kawasan Panjer, suasana kunjungan tampak normal. Puluhan pengunjung terlihat keluar masuk untuk belanja dan jalan-jalan. Para pegawai maupun karyawan sibuk dengan kegiatan dan tugasnya masing-masing. *k17
Seperti dimuat dalam website Pengadilan Niaga Surabaya, PT Hardys Retailindo, PT Grup Hardys dan I Gede Agus Hardiawan selaku debitor mengajukan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang), dengan Termohon; Megasari dan Ni Ketut Murni. Namun dalam PKPU selama 45 hari terhitung sejak diberikannya PKPU tersebut tidak tercapai perdamaian. Sehingga para pemohon dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya.
Majelis Hakim Pengadilan Niaga Surabaya yang diketuai Anne Rusiana SH juga sudah menunjuk tiga kurator. Selanjutnya Putusan Pengadilan Niaga pada PN Surabaya No.29/Pdt.Sus-PKPU/2017/PN Niaga Sby juga menetapkan jadwal Rapat Kreditor Pertama pada Rabu (22/11) di Pengadilan Niaga pada PN Surabaya. Batas akhir pengajuan tagihan kreditor selambat-lambatnya Kamis (30/11) hingga Rapat Pencocokan Piutang Kreditor dan batas akhir verifikasi utang pajak pada Selasa (19/12) di Pengadilan Niaga pada PN Surabaya.
Kepada NusaBali, Jumat (17/11) malam, I Gede Agus Hardiawan membenarkan pihaknya dalam kondisi pailit. “Karena kesalahan pengelolaan,” ujar Hardiawan yang beberapa tahun lalu dikabarkan masuk dalam 50 orang terkaya di Bali. “Pihak kami punya utang hampir Rp 2 triliun, sedang nilai aset seluruh usaha Hardys sekitar Rp 4,1 triliun,” ungkap Hardiawan yang sebelumnya membawahi 5.000 karyawan di kerajaan bisnisnya.
Sebelumnya untuk melunasi sebagian utangnya, Hardiawan menyatakan telah menjual outlet Hardys yang tersebar di seluruh Bali, termasuk di Jawa Timur. Seluruhnya ada 17 outlet. Penjualan dilakukan melalui Bank Muamalat sejak Januari 2017. Adapun yang membeli adalah pengusaha asal Singaraja, I Gede Sedana. “Ini biar jelas, outlet yang sekarang bukan lagi kami yang mengelola,” jelas Hardiawan.
Karenanya pengelolaan outlet Hardys berikut semua karyawan sekarang, terang Hardiawan, berada pada manajemen baru. Dikatakan Agus Hardiawan, hal itu dia jelaskan dengan maksud agar tidak ikut membawa nama pengelola outlet Hardys yang baru terkait dengan pernyataan kepailitannya.
Alasannya karena sudah tidak ada hubungannya lagi. “Sekarang namanya masih Hardys, kalau namanya diganti dengan yang lain (bukan Hardys) terserah Pak Sedana,” jelasnya. Jadi pengelolaan outlet Hardys ke pengelola baru (pembeli) sudah mendahului sebelum pernyataan pailit. Sebelumnya dihubungi terpisah Direktur Hardys Putu Agus P Adie, menjelaskan retail Hardys yang dia kelola bukan merupakan retail Hardys yang pailit. “ Kami tidak pailit,” ujarnya dihubungi via telepon.
Dikatakan retail Hardys yang cabang-cabang tersebar di Bali tersebut berada di bawah PT Sedana Retailindo. “Coba lihat lihat pengumumannya itu bukan kami,” tepis Putu Agus P Adie. Adapun penutupan oulet di Amlapura (Karangasem) bukan karena pailit, tetapi karena faktor kondisi Gunung Agung.
Dikatakan kondisi retail Hardys masih normal dengan 1.100 karyawan. “Penjelasan ini sudah kami sampaikan juga kepada para suplier,” ujar Agus P Adie yang sedang berada di Jakarta.
Sementara di pantauan di Hardys di kawasan Panjer, suasana kunjungan tampak normal. Puluhan pengunjung terlihat keluar masuk untuk belanja dan jalan-jalan. Para pegawai maupun karyawan sibuk dengan kegiatan dan tugasnya masing-masing. *k17
Komentar