Plinplan, Kadis Dikonfrontir dengan Penyidik
Sidang kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Gianyar dengan terdakwa Kabid Perijinan dan Nonperijinan, I Nyoman Sukarja dilanjutkan di Pengadilan Tipikor Denpasar pada, Rabu (22/11).
Sidang OTT Dinas Perizinan Gianyar
DENPASAR, NusaBali
Dalam sidang, majelis hakim mengkonfrontir keterangan Kepala Dinas (Kadis) DPMPTSP Gianyar, I Ketut Mudana dengan penyidik Polda Bali.
Konfrontasi ini dilakukan majelis hakim karena ada beberapa keterangan yang janggal dari Mudana saat diperiksa penyidik Dit Reskrimsus Polda Bali. Mudana yang juga merupakan tersangka dalam perkara ini awalnya sempat mengakui secarik kertas yang berisi nominal angka 15, 25, 50 dan 75 sebagai tulisan tangannya.
Saat diperiksa pertama oleh penyidik, Mudana mengaku angka tersebut merupakan nominal uang, yaitu Rp 15 juta, Rp 25 juta, Rp 50 juta dan Rp 75 juta. Nah, saat diperiksa untuk kedua kalinya oleh penyidik, Mudana kembali berkilah dan menyatakan jika angka-angka tersebut tidak berarti apa-apa karena dirinya hobi menuliskan angka. Parahnya lagi, saat diperiksa di Pengadilan Tipikor sebagai saksi terdakwa Sukarja, Kadis DPMPTSP Gianyar ini mengatakan jika angka tersebut merupakan SOP waktu pengerjaan perijinan TDUP (Tanda Daftar Usaha Pariwisata).
Dalam sidang, Rabu kemarin, dua penyidik yang memeriksa Mudana, yaitu Kompol I Made Widia dan Iptu I Nyoman Sarka.dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Wayan Suardi. Keduanya ditanya terkait cara pemeriksaan Mudana. "Kami melakukan pemeriksaan sudah sesuai prosedur. Sebelum diperiksa, kami harus pastikan bahwa saksi dalam kondisi sehat. Setelah dipriksa, hasil keterangannya kami print kemudian diberikan ke saksi untuk diperiksa kembali. Apakah ada yang salah atau tidak?. Setelah itu baru ditandatangani," kata Kompol Widia.
Perwira melati satu ini juga membantah adanya pemaksaan saat menggali keterangan dari Mudana. "Tidak ada pemaksaan dan penekanan. Karena ruang pemeriksaan, ruang terbuka. Stafnya juga diperiksa di sana. Jadi tidak ada ruang tertutup tersendiri. Dia (Mudana) diperiksa di ruang saya, tapi ruang itu ruang terbuka juga, masih bisa dilihat karena dindingnya kaca," katanya
Kemudian ketua majelis hakim mendalami terkait ketidak sesuaian keterangan terkait memo bertuliskan angka 15, 25, 50 dan 75 pada saat Mudana diperiksa untuk pertama kalinya dan pemeriksaan yang kedua. "Apakah saat pemeriksaan ke dua Bapak tidak tanya, kenapa sampai berubah? Kan jauh sekali perbedaannya, pertama mengaku nilai uang, kedua mengaku hobi," tanya Hakim.
"Mohon maaf yang mulia. Kami tidak membutuhkan pengakuan, tetapi kami hanya menuliskan apa yang beliau katakan. Jika tidak ada kesesuaian nanti di persidangan yang akan membuktikannya. Kalau kami memaksa, nanti berubah lagi. Itu yang kami khawatirkan. Dalam hal ini penyidik hanya mencatat saja, apa yang dikatakan itu yang kami tulis, " jawab saksi. Setelah mendengarkan keterangan ke dua saksi. Mudana kembali ditanya majelis hakim pakah tetap pada keterangan sebelumnya. "Tetap yang mulia," jawab Mudana sambil menganggukkan kepala. *rez
DENPASAR, NusaBali
Dalam sidang, majelis hakim mengkonfrontir keterangan Kepala Dinas (Kadis) DPMPTSP Gianyar, I Ketut Mudana dengan penyidik Polda Bali.
Konfrontasi ini dilakukan majelis hakim karena ada beberapa keterangan yang janggal dari Mudana saat diperiksa penyidik Dit Reskrimsus Polda Bali. Mudana yang juga merupakan tersangka dalam perkara ini awalnya sempat mengakui secarik kertas yang berisi nominal angka 15, 25, 50 dan 75 sebagai tulisan tangannya.
Saat diperiksa pertama oleh penyidik, Mudana mengaku angka tersebut merupakan nominal uang, yaitu Rp 15 juta, Rp 25 juta, Rp 50 juta dan Rp 75 juta. Nah, saat diperiksa untuk kedua kalinya oleh penyidik, Mudana kembali berkilah dan menyatakan jika angka-angka tersebut tidak berarti apa-apa karena dirinya hobi menuliskan angka. Parahnya lagi, saat diperiksa di Pengadilan Tipikor sebagai saksi terdakwa Sukarja, Kadis DPMPTSP Gianyar ini mengatakan jika angka tersebut merupakan SOP waktu pengerjaan perijinan TDUP (Tanda Daftar Usaha Pariwisata).
Dalam sidang, Rabu kemarin, dua penyidik yang memeriksa Mudana, yaitu Kompol I Made Widia dan Iptu I Nyoman Sarka.dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Wayan Suardi. Keduanya ditanya terkait cara pemeriksaan Mudana. "Kami melakukan pemeriksaan sudah sesuai prosedur. Sebelum diperiksa, kami harus pastikan bahwa saksi dalam kondisi sehat. Setelah dipriksa, hasil keterangannya kami print kemudian diberikan ke saksi untuk diperiksa kembali. Apakah ada yang salah atau tidak?. Setelah itu baru ditandatangani," kata Kompol Widia.
Perwira melati satu ini juga membantah adanya pemaksaan saat menggali keterangan dari Mudana. "Tidak ada pemaksaan dan penekanan. Karena ruang pemeriksaan, ruang terbuka. Stafnya juga diperiksa di sana. Jadi tidak ada ruang tertutup tersendiri. Dia (Mudana) diperiksa di ruang saya, tapi ruang itu ruang terbuka juga, masih bisa dilihat karena dindingnya kaca," katanya
Kemudian ketua majelis hakim mendalami terkait ketidak sesuaian keterangan terkait memo bertuliskan angka 15, 25, 50 dan 75 pada saat Mudana diperiksa untuk pertama kalinya dan pemeriksaan yang kedua. "Apakah saat pemeriksaan ke dua Bapak tidak tanya, kenapa sampai berubah? Kan jauh sekali perbedaannya, pertama mengaku nilai uang, kedua mengaku hobi," tanya Hakim.
"Mohon maaf yang mulia. Kami tidak membutuhkan pengakuan, tetapi kami hanya menuliskan apa yang beliau katakan. Jika tidak ada kesesuaian nanti di persidangan yang akan membuktikannya. Kalau kami memaksa, nanti berubah lagi. Itu yang kami khawatirkan. Dalam hal ini penyidik hanya mencatat saja, apa yang dikatakan itu yang kami tulis, " jawab saksi. Setelah mendengarkan keterangan ke dua saksi. Mudana kembali ditanya majelis hakim pakah tetap pada keterangan sebelumnya. "Tetap yang mulia," jawab Mudana sambil menganggukkan kepala. *rez
1
Komentar