Terdengar Suara Gemuruh, Warga Langsung Ngungsi
Suara gemuruh terdengar dalam radius sekitar 12 kilometer dari kawah puncak Gunung Agung, Minggu (26/11) malam pukul 22.00 Wita.
Beberapa Desa Ngulkul Bulus
AMLAPURA, NusaBali
Warga dari sejumlah desa di Karangasem pun langsung mengungsi. Selain karena suara gemuruh dan tercium bau belerang menyengat, sejumlah desa juga ngulkul bulus (membuyikan kentongan adat pertanda situasi gawat) untuk membangunkan warganya.
Perbekel Amerta Bhuana, Kecamatan Selat, Karangasem, I Wayan Suara, yang juga Sekretaris Pasemetonan Jagabaya (Pasebaya) Gunung Agung, membenarkan adanya suara gemuruh mirip kapal perang cukup panjang. Ini membuat warga cemas, hingga kemudian putuskan mengungsi. Menurut Waytan Suara, suara gemuruh dari Gunung Agung muncul tadi malam pukul 22.00 Wita.
"Suaranya cukup panjang. Apakah itu pengaruh tremor atau memang erupsi magmatik Gunung Agung, kami tidak tahu," jelas Wayan Suara suara saat dihubungi NusaBali di tempat pengungsiannya di Banjar/Desa Talibeng, Kecamatan Sidemen, Karangasem, tadi malam.
Menurut Wayan Suara, begitu terdengar suara gemuruh dari Gunung Agung, pihaknya langsung berkoordinasi dengan kepala desa-desa tetangga yang masuk Kawasan Rawan Bencana (KRB) III, seperti Desa Sebudi (Kecamatan Selat), Desa Besakih (Kecamatan Rendang). Pihaknya juga dengan desa di wilayah KRB II dan KRB I, seperti: Desa Selat (Kecamatan Selat), Desa Muncan (Kecamatan Selat), Desa Peringsari (Kecamatan Selat), Desa Duda (Kecamatan Selat), dan Desa Duda Timur (Kecamatan Selat).
Gara-gara terdengar suara gemuruh, ada 8.882 warga Desa Muncan langsung mengungsi tadi malam. Demikian pula warga dari desa-desa lainnya, telah mengungsi. Selain karena gemuruh dari Gunung Agung, juga tercium bau belerang menyengat. Apalagi, ada sejumlah desa yang ngulkul bulus.
Khusus Desa Sebudi, Kecamatan Selat yang masuk KRB III, sebanyak 6.246 warganya telah mengungsi. Mereka berasal dari 10 banjar, yakni Banjar Ancut, Banjar Badeg Dukuh, Banjar Badeg Kelodan, Banjar Badeg Tengah, Banjar Lebih, Banjar Pura, Banjar Sebudi, Banjar Sogra, Banjar Telung Buana, dan Banjar Yeha. Mereka telah mengosongkan wilayah sejak jauh hari sebelumnya.
Menurut Wayan Suara, 3.626 warga dari Desa Amerta Bhuana juga telah mengungsi ke tempat aman. Mereka berasal dari: Banjar Abiantiying (sebanyak 748 jiwa), Banjar Muntig (1.274 jiwa), Banjar Sukaluwih (1.026 jiwa), dan Banjar Tegeh (578 jiwa). "Kami ungsikan warga, karena tidak tahan dengan bau belerang. Warga mengungsi ke Desa Talibeng sebelum terdengar suara gemuruh," katanya.
Sebaliknya, warga Desa Besakih, Kecamatan Rendang yang masuk KRB III, semuanya telah mengungsi sejak Minggu pagi pukul 08.00 Wita. “Seluruh warga Desa Besakih sudah mengungsi sebelum terdengar suara gemuruh itu. Mereka mengungsi karena bau belerang dan hujan abu," jelas Danramil Rendang, Kapten Inf I Ketut Sumendra.
Sementara itu, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM mendeteksi secara visual aktivitas Gunung Agung yang dua kali melontarkan cahaya merah diiringi suara dentuman keras bersamaan semburan abu vulkanik dari kawah, Minggu malam. "Secara visual kami melihat kepulan asap konstan pukul 20.00 Wita hingga pukul 21.00 Wita, yang terekam juga ada suara dentuman di sela kepulan abu," ungkap Kepala Bidang Mitigasi PVMBG, I Gede Suantika, kepada Antara di Pos Pemantauan Gunung Api Agung di Desa Rendang, tadi malam.
Menurut Suantika, kepulan abu kelabu gelap yang terdata mencapai ketinggian antara 3.000 meter dari puncak Gunung Agung. Terdengar suara dentuman yang teridentifikasi dari seismograf milik PVMBG di Pos Pantau. Dri data spektrum gelombang suara dentuman yang terjadi, kata Suantika, mencapai 20 hertz dan abu yang keluar bersamaan dengan aliran magma yang berada di dasar kawah gunung, sehingga terbentuk lava pijar.
"Kemungkinan dentuman ini terjadi karena aliran abu yang sempit di dasar kawah dan tekanan magma untuk menekan ke atas sangat tinggi, akibat volumenya meningkat," katanya. Suantika menegaskan, jika dasar kawah Gunung Agung lubangnya sempit, maka magma akan memaksa untuk keluar sehingga makin keras dentumannya. *k16
AMLAPURA, NusaBali
Warga dari sejumlah desa di Karangasem pun langsung mengungsi. Selain karena suara gemuruh dan tercium bau belerang menyengat, sejumlah desa juga ngulkul bulus (membuyikan kentongan adat pertanda situasi gawat) untuk membangunkan warganya.
Perbekel Amerta Bhuana, Kecamatan Selat, Karangasem, I Wayan Suara, yang juga Sekretaris Pasemetonan Jagabaya (Pasebaya) Gunung Agung, membenarkan adanya suara gemuruh mirip kapal perang cukup panjang. Ini membuat warga cemas, hingga kemudian putuskan mengungsi. Menurut Waytan Suara, suara gemuruh dari Gunung Agung muncul tadi malam pukul 22.00 Wita.
"Suaranya cukup panjang. Apakah itu pengaruh tremor atau memang erupsi magmatik Gunung Agung, kami tidak tahu," jelas Wayan Suara suara saat dihubungi NusaBali di tempat pengungsiannya di Banjar/Desa Talibeng, Kecamatan Sidemen, Karangasem, tadi malam.
Menurut Wayan Suara, begitu terdengar suara gemuruh dari Gunung Agung, pihaknya langsung berkoordinasi dengan kepala desa-desa tetangga yang masuk Kawasan Rawan Bencana (KRB) III, seperti Desa Sebudi (Kecamatan Selat), Desa Besakih (Kecamatan Rendang). Pihaknya juga dengan desa di wilayah KRB II dan KRB I, seperti: Desa Selat (Kecamatan Selat), Desa Muncan (Kecamatan Selat), Desa Peringsari (Kecamatan Selat), Desa Duda (Kecamatan Selat), dan Desa Duda Timur (Kecamatan Selat).
Gara-gara terdengar suara gemuruh, ada 8.882 warga Desa Muncan langsung mengungsi tadi malam. Demikian pula warga dari desa-desa lainnya, telah mengungsi. Selain karena gemuruh dari Gunung Agung, juga tercium bau belerang menyengat. Apalagi, ada sejumlah desa yang ngulkul bulus.
Khusus Desa Sebudi, Kecamatan Selat yang masuk KRB III, sebanyak 6.246 warganya telah mengungsi. Mereka berasal dari 10 banjar, yakni Banjar Ancut, Banjar Badeg Dukuh, Banjar Badeg Kelodan, Banjar Badeg Tengah, Banjar Lebih, Banjar Pura, Banjar Sebudi, Banjar Sogra, Banjar Telung Buana, dan Banjar Yeha. Mereka telah mengosongkan wilayah sejak jauh hari sebelumnya.
Menurut Wayan Suara, 3.626 warga dari Desa Amerta Bhuana juga telah mengungsi ke tempat aman. Mereka berasal dari: Banjar Abiantiying (sebanyak 748 jiwa), Banjar Muntig (1.274 jiwa), Banjar Sukaluwih (1.026 jiwa), dan Banjar Tegeh (578 jiwa). "Kami ungsikan warga, karena tidak tahan dengan bau belerang. Warga mengungsi ke Desa Talibeng sebelum terdengar suara gemuruh," katanya.
Sebaliknya, warga Desa Besakih, Kecamatan Rendang yang masuk KRB III, semuanya telah mengungsi sejak Minggu pagi pukul 08.00 Wita. “Seluruh warga Desa Besakih sudah mengungsi sebelum terdengar suara gemuruh itu. Mereka mengungsi karena bau belerang dan hujan abu," jelas Danramil Rendang, Kapten Inf I Ketut Sumendra.
Sementara itu, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM mendeteksi secara visual aktivitas Gunung Agung yang dua kali melontarkan cahaya merah diiringi suara dentuman keras bersamaan semburan abu vulkanik dari kawah, Minggu malam. "Secara visual kami melihat kepulan asap konstan pukul 20.00 Wita hingga pukul 21.00 Wita, yang terekam juga ada suara dentuman di sela kepulan abu," ungkap Kepala Bidang Mitigasi PVMBG, I Gede Suantika, kepada Antara di Pos Pemantauan Gunung Api Agung di Desa Rendang, tadi malam.
Menurut Suantika, kepulan abu kelabu gelap yang terdata mencapai ketinggian antara 3.000 meter dari puncak Gunung Agung. Terdengar suara dentuman yang teridentifikasi dari seismograf milik PVMBG di Pos Pantau. Dri data spektrum gelombang suara dentuman yang terjadi, kata Suantika, mencapai 20 hertz dan abu yang keluar bersamaan dengan aliran magma yang berada di dasar kawah gunung, sehingga terbentuk lava pijar.
"Kemungkinan dentuman ini terjadi karena aliran abu yang sempit di dasar kawah dan tekanan magma untuk menekan ke atas sangat tinggi, akibat volumenya meningkat," katanya. Suantika menegaskan, jika dasar kawah Gunung Agung lubangnya sempit, maka magma akan memaksa untuk keluar sehingga makin keras dentumannya. *k16
Komentar