Pengungsi Kembali Datangi Posko Sutasoma
‘’Kondisinya kali ini beda, gunung sudah meletus dan hujan abu. Mau tidak mau, harus ngungsi’’.
GIANYAR, NusaBali
Pascaletusan Gunung Agung, Posko Sutasoma Sukawati, Gianyar, kembali didatangi 74 pengungsi asal Karangasem. Mereka datang bertahap secara mandiri sejak Minggu sore. Hingga Senin (27/11), tercatat sekitar 176 jiwa, dari sebelumnya 102 pengungsi di posko ini.
Salah satu pengungsi, Wayan Alit asal Banjar Sukan, Desa Menanga, Karangasem, mengaku datang ke posko pada Senin dini hari pukul 02.00 Wita. Dia mengungsi bersama lima keluarga lain. “Saya kesini bawa dua sepeda motor. Masing-masing bonceng 2. Pagi-pagi buta, karena takut dengar suara gemuruh dan hujan abu cukup tebal,” jelasnya. Dijelaskan, rumahnya berjarak sekitar 7 km dari puncak Gunung Agung. Jika terjadi letusan maupun aliran lahar, akan melintasi rumahnya. “Kami sangat takut kalau tetap tinggal di rumah,” ujarnya.
Sebelumnya, Wayan Alit sempat mengungsi di GOR Kubu, Bangli. Namun memilih pulang karena Galungan. Dia dan keluarga sempat dua minggu di kampung, sebelum akhirnya kembali mengungsi pascaletusan Gunung Agung. “Dua mingguan kami di rumah, sudah terbiasa dengan gempa. Kondisinya kali ini beda, gunung sudah meletus dan hujan abu. Jadi mau tidak mau harus ngungsi,” terangnya.
Dia mengungsi juga karena sudah menghirup bau belerang yang menyengat. “Bau belerang keras. Kami juga takut, kalau hirup itu bisa berbahaya. Makanya, selamatkan diri pilih ngungsi,” jelasnya.
Secara terpisah, pengungsi lain Wayan Bawa asal Desa Jungutan, Kecamatan Bebandem, Karangasem, mengajak 15 KK lain mengungsi di Posko Sutasoma. Sebelumnya, Wayan Bawa mengaku sempat memaksa untuk pulang kampung karena merasa kondisi aman. Namun kini dia kembali mengungsi karena tak kuat dengan hujan abu vulkanik yang melanda Karangasem. “Abu di Desa Jungutan sudah tebal sekali, banyak rumah dan tanaman dipenuhi abu,” katanya.
Sejumlah hewan ternak berupa sapi dan babi tak bisa dibawa ke pengungsian. “Sapi dan babi yang masih tertinggal di desa. Karena susah dibawa. Terpenting selamatkan keluarga dulu,” jelasnya. Selain itu, warga yang kesehariannya sebagai petani di Desa Jungutan sudah dipastikan gagal panen. Sebab tanaman padi sudah tertutup abu vulkanik. “Padi padahal lagi sebulan harusnya panen, tapi sekarang hujan debu keras sekali, padi yang seharusnya kuning jadi hitam,” keluhnya.
Secara terpisah Bupati Gianyar AA Gde Agung Bharata sudah memerintahkan jajarannya melakukan penanganan prima terhadap pengungsi, terutama terkait makanan. “Makanan untuk pengungsi sudah saya pesankan tolong dicek semua, jangan ada yang kedaluwarsa,” katanya.
Terkait hewan ternak, Bupati Gianyar menyampaikan sudah berkoordinasi dengan pengusaha lokal untuk menampung hewan ternak milik pengungsi. Selanjutnya hewan tersebut akan dijual dengan harga normal. “Kami siap menampung termasuk hewan ternaknya, sudah saya koordinasikan itu bisa dibeli dengan harga normal dan nanti di jual ke Pasar Beringkit,” ujarnya.
Disinggung dari segi pendanaan jangka panjang untuk menangani pengungsi, tokoh Puri Gianyar ini mengaku sudah memasukan anggaran pada APBD 2018. “Rp 10 miliar sudah disiapkan untuk ini, ini tentang kemanusiaan,” tandasnya.*nvi
Pascaletusan Gunung Agung, Posko Sutasoma Sukawati, Gianyar, kembali didatangi 74 pengungsi asal Karangasem. Mereka datang bertahap secara mandiri sejak Minggu sore. Hingga Senin (27/11), tercatat sekitar 176 jiwa, dari sebelumnya 102 pengungsi di posko ini.
Salah satu pengungsi, Wayan Alit asal Banjar Sukan, Desa Menanga, Karangasem, mengaku datang ke posko pada Senin dini hari pukul 02.00 Wita. Dia mengungsi bersama lima keluarga lain. “Saya kesini bawa dua sepeda motor. Masing-masing bonceng 2. Pagi-pagi buta, karena takut dengar suara gemuruh dan hujan abu cukup tebal,” jelasnya. Dijelaskan, rumahnya berjarak sekitar 7 km dari puncak Gunung Agung. Jika terjadi letusan maupun aliran lahar, akan melintasi rumahnya. “Kami sangat takut kalau tetap tinggal di rumah,” ujarnya.
Sebelumnya, Wayan Alit sempat mengungsi di GOR Kubu, Bangli. Namun memilih pulang karena Galungan. Dia dan keluarga sempat dua minggu di kampung, sebelum akhirnya kembali mengungsi pascaletusan Gunung Agung. “Dua mingguan kami di rumah, sudah terbiasa dengan gempa. Kondisinya kali ini beda, gunung sudah meletus dan hujan abu. Jadi mau tidak mau harus ngungsi,” terangnya.
Dia mengungsi juga karena sudah menghirup bau belerang yang menyengat. “Bau belerang keras. Kami juga takut, kalau hirup itu bisa berbahaya. Makanya, selamatkan diri pilih ngungsi,” jelasnya.
Secara terpisah, pengungsi lain Wayan Bawa asal Desa Jungutan, Kecamatan Bebandem, Karangasem, mengajak 15 KK lain mengungsi di Posko Sutasoma. Sebelumnya, Wayan Bawa mengaku sempat memaksa untuk pulang kampung karena merasa kondisi aman. Namun kini dia kembali mengungsi karena tak kuat dengan hujan abu vulkanik yang melanda Karangasem. “Abu di Desa Jungutan sudah tebal sekali, banyak rumah dan tanaman dipenuhi abu,” katanya.
Sejumlah hewan ternak berupa sapi dan babi tak bisa dibawa ke pengungsian. “Sapi dan babi yang masih tertinggal di desa. Karena susah dibawa. Terpenting selamatkan keluarga dulu,” jelasnya. Selain itu, warga yang kesehariannya sebagai petani di Desa Jungutan sudah dipastikan gagal panen. Sebab tanaman padi sudah tertutup abu vulkanik. “Padi padahal lagi sebulan harusnya panen, tapi sekarang hujan debu keras sekali, padi yang seharusnya kuning jadi hitam,” keluhnya.
Secara terpisah Bupati Gianyar AA Gde Agung Bharata sudah memerintahkan jajarannya melakukan penanganan prima terhadap pengungsi, terutama terkait makanan. “Makanan untuk pengungsi sudah saya pesankan tolong dicek semua, jangan ada yang kedaluwarsa,” katanya.
Terkait hewan ternak, Bupati Gianyar menyampaikan sudah berkoordinasi dengan pengusaha lokal untuk menampung hewan ternak milik pengungsi. Selanjutnya hewan tersebut akan dijual dengan harga normal. “Kami siap menampung termasuk hewan ternaknya, sudah saya koordinasikan itu bisa dibeli dengan harga normal dan nanti di jual ke Pasar Beringkit,” ujarnya.
Disinggung dari segi pendanaan jangka panjang untuk menangani pengungsi, tokoh Puri Gianyar ini mengaku sudah memasukan anggaran pada APBD 2018. “Rp 10 miliar sudah disiapkan untuk ini, ini tentang kemanusiaan,” tandasnya.*nvi
Komentar