9 KK Pilih Transmigrasi
Mereka terdiri 34 jiwa berangkat naik Kapal Tilongkabila dari Pelabuhan Benoa, Sabtu (2/12) hari ini.
Hindari Erupsi Gunung Agung
AMLAPURA, NusaBali
Sebanyak 9 kepala keluarga (KK) dari Karangasem pilih mengungsi untuk menghindari bencana erupsi Gunung Agung. Kesembilan KK ini warga dari kawasan rawan bencana (KRB) III dan tidak punya lahan garapan. Mereka transmigrasi ke UPT Rano, Desa Mehalaan, Kecamatan Mehalaan, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. Dari peserta transmigrasi itu ada yang mengajak bayi umur 28 hari.
Bupati Karangasem I Gusti Ayu Mas Sumatri didampingi Kepala Dinas Tenaga Kerja I Wayan Suradnya melepas 9 KK itu di aula Kantor Dinas Tenaga Kerja Karangasem Jalan Ahmad Yani Amlapura, Kamis (30/11). I Kadek Ariasa bersama istrinya Ni Ketut Parewati dan 3 anaknya asal Banjar Ancut, Desa Sebudi, Kecamatan Selat, sepakat ikut program transmigrasi. Saat Gunung Agus berstatus siaga, setiap malam mendengar suara gemuruh, gempa, dan hujan abu panas setelah erupsi Gunung Agung. Pasutri ini tinggal di kampung yang lahannya tandus dikelilingi lahar bekas letusan Gunung Agung tahun 1963.
Apalagi pasangan I Kadek Ariasa dan Ni Ketut Parewati selama ini tidak memiliki lahan garapan. Mereka mencari nafkah mengandalkan sebagai buruh. Sehingga muncul tekad meningkatkan taraf hidup agar mendapatkan lahan garapan cukup luas. “Tujuan utama meningkatkan taraf hidup yang lebih baik, selain menghindari erupsi Gunung Agung yang terus mengancam keselamatan jika bertahan tinggal di rumah,” ujar Ni Ketut Parewati.
Sedangkan 8 KK lainnya, walau tinggal di daerah relatif aman tetap dengan alasan menghindari erupsi Gunung Agung. Mengingat abu vulkanik membahayakan, di samping tujuannya agar dapat lahan garapan cukup luas untuk meningkatkan kesejahteraan. Sementara calon transmigran, I Komang Juliarta didampingi istrinya Ni Luh Ariani, asal Banjar Tanah Barak, Desa Seraya Timur, Kecamatan Karangasem, mengajak anaknya baru berumur 28 hari. Ia pilih transmigrasi karena tidak punya lahan garapan. Apalagi, lahan di kampungnya gersang, sulit bertanam padi, hanya tanaman jagung bisa tumbuh itu pun di saat musim hujan.
Bupati Mas Sumatri memotivasi 9 KK transmigran menceritakan dirinya juga mantan transmigran saat Gunung Agung meletus tahun 1963. Kemudian lahir di daerah transmigran sehingga diberi nama Sumatri, sebagai kenang-kenangan transmigrasi ke Lampung, Sumatra. “Kalau dulu kami transmigrasi, kali ini mengurus transmigran. Meninggalkan Karangasem bukan berarti melupakan Karangasem, kami optimis transmigran sukses karena telah banyak buktinya,” jelas Bupati Mas Sumatri.
Bupati Mas Sumatri mengingatkan, tujuan transmigrasi bukan semata-mata meningkatkan taraf hidup, tujuan lainnya mengatasi kemiskinan, pemerataan penduduk, pemanfaatan sumber daya alam, meningkatkan potensi ekonomi, membuka lapangan kerja, memperkuat keamanan nasional, dan sebagainya. Sementara Kadis Tenaga Kerja Karangasem, Suradnya mengatakan 9 KK tersebut terdiri dari 34 jiwa. Transmigran berangkat ke Denpasar Kamis (30/11) untuk mengikuti pelatihan bersama transmigran Bali, selanjutnya berangkat naik Kapal Tilongkabila dari Pelabuhan Benoa, Sabtu (2/12) hari ini. Tiap KK kebagian lahan garapan 1,9 hektare. *k16
AMLAPURA, NusaBali
Sebanyak 9 kepala keluarga (KK) dari Karangasem pilih mengungsi untuk menghindari bencana erupsi Gunung Agung. Kesembilan KK ini warga dari kawasan rawan bencana (KRB) III dan tidak punya lahan garapan. Mereka transmigrasi ke UPT Rano, Desa Mehalaan, Kecamatan Mehalaan, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. Dari peserta transmigrasi itu ada yang mengajak bayi umur 28 hari.
Bupati Karangasem I Gusti Ayu Mas Sumatri didampingi Kepala Dinas Tenaga Kerja I Wayan Suradnya melepas 9 KK itu di aula Kantor Dinas Tenaga Kerja Karangasem Jalan Ahmad Yani Amlapura, Kamis (30/11). I Kadek Ariasa bersama istrinya Ni Ketut Parewati dan 3 anaknya asal Banjar Ancut, Desa Sebudi, Kecamatan Selat, sepakat ikut program transmigrasi. Saat Gunung Agus berstatus siaga, setiap malam mendengar suara gemuruh, gempa, dan hujan abu panas setelah erupsi Gunung Agung. Pasutri ini tinggal di kampung yang lahannya tandus dikelilingi lahar bekas letusan Gunung Agung tahun 1963.
Apalagi pasangan I Kadek Ariasa dan Ni Ketut Parewati selama ini tidak memiliki lahan garapan. Mereka mencari nafkah mengandalkan sebagai buruh. Sehingga muncul tekad meningkatkan taraf hidup agar mendapatkan lahan garapan cukup luas. “Tujuan utama meningkatkan taraf hidup yang lebih baik, selain menghindari erupsi Gunung Agung yang terus mengancam keselamatan jika bertahan tinggal di rumah,” ujar Ni Ketut Parewati.
Sedangkan 8 KK lainnya, walau tinggal di daerah relatif aman tetap dengan alasan menghindari erupsi Gunung Agung. Mengingat abu vulkanik membahayakan, di samping tujuannya agar dapat lahan garapan cukup luas untuk meningkatkan kesejahteraan. Sementara calon transmigran, I Komang Juliarta didampingi istrinya Ni Luh Ariani, asal Banjar Tanah Barak, Desa Seraya Timur, Kecamatan Karangasem, mengajak anaknya baru berumur 28 hari. Ia pilih transmigrasi karena tidak punya lahan garapan. Apalagi, lahan di kampungnya gersang, sulit bertanam padi, hanya tanaman jagung bisa tumbuh itu pun di saat musim hujan.
Bupati Mas Sumatri memotivasi 9 KK transmigran menceritakan dirinya juga mantan transmigran saat Gunung Agung meletus tahun 1963. Kemudian lahir di daerah transmigran sehingga diberi nama Sumatri, sebagai kenang-kenangan transmigrasi ke Lampung, Sumatra. “Kalau dulu kami transmigrasi, kali ini mengurus transmigran. Meninggalkan Karangasem bukan berarti melupakan Karangasem, kami optimis transmigran sukses karena telah banyak buktinya,” jelas Bupati Mas Sumatri.
Bupati Mas Sumatri mengingatkan, tujuan transmigrasi bukan semata-mata meningkatkan taraf hidup, tujuan lainnya mengatasi kemiskinan, pemerataan penduduk, pemanfaatan sumber daya alam, meningkatkan potensi ekonomi, membuka lapangan kerja, memperkuat keamanan nasional, dan sebagainya. Sementara Kadis Tenaga Kerja Karangasem, Suradnya mengatakan 9 KK tersebut terdiri dari 34 jiwa. Transmigran berangkat ke Denpasar Kamis (30/11) untuk mengikuti pelatihan bersama transmigran Bali, selanjutnya berangkat naik Kapal Tilongkabila dari Pelabuhan Benoa, Sabtu (2/12) hari ini. Tiap KK kebagian lahan garapan 1,9 hektare. *k16
1
Komentar