Kekurangan Lauk Pauk dan Bumbu Dapur
Setiap hari ada yang memasok tahu dan tempe, tetapi lauk itu harus dibagi dengan dua posko pengungsi yang lain. Bantuan minyak urut dan minyak telon juga diperlukan.
Pengungsi di Posko Kembangmerta, Baturiti, Tabanan
TABANAN, NusaBali
Sudah sekitar dua bulan puluhan orang pengungsi Karangasem mengungsi di Posko Kembangmerta, Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Tabanan sejak status awas Gunung Agung ditetapkan pada akhir September lalu. Saat ini, ketersediaan logistik terutama lauk pauk dan bumbu dapur menipis. Apalagi jumlah penyumbang pun terus menurun.
Perbekel Desa Candikuning I Made Mudita yang selalu stand by di lokasi pengungsi menuturkan, di Posko Kembangmerta saat ini tercatat ada 300 orang pengungsi. Pengungsi ini belum pernah pulang meskipun sebelumnya status Gunung Agung sempat diturunkan menjadi siaga.
Maklum saja, pengungsi di Kembangmerta mayoritas berasal dari Banjar Telungbuana, Desa Sebudi, Kecamatan Selat, Karangasem. Kawasan tersebut masuk dalam KRB III atau jarak rumahnya sekitar 3 kilometer dari Gunung Agung. “Mereka ini sama sekali belum pernah pulang. Kalau saya hitung sudah dua bulan di sini,” ujar Mudita, Minggu (3/12).
Menurutnya, saat ini di Posko Kembangmerta memerlukan bantuan lauk pauk dan bumbu dapur karena persediaan sudah minim. Memang ada bantuan tahu dan tempe setiap harinya. Tetapi masih kekurangan, karena bantuan itu harus dibagi ke Pokso Bukit Catu yang dihuni sekitar 29 orang dan Posko Candikuning I yang dihuni 46 orang. “Saat ini kami memang kurang di lauk pauk serta bumbu dapur,” imbuh Mudita.
Tak hanya itu, lantaran kondisi cuaca sekarang musim hujan apalagi daerah Candikuning sangat dingin, bantuan minyak urut dan minyak telon khususnya untuk lansia dan balita sangat diperlukan. Sebab untuk saat ini stoknya sudah kosong. “Tapi yang jelas bantuan paling mendesak itu di lauk pauk,” tegas Mudita.
Mudita mengakui saat ini bantuan dari para donatur sudah mulai menurun. Memang pasokan beras, perlengkapan MCK, popok, dan air minum masih ada dan mencukupi untuk beberapa bulan ke depan. “Karena ini bencana tidak bisa diprediksi kapan berakhir. Saya harapkan untuk penyumbang tidak hanya menyumbang bantuan di awal-awal bencana, tetapi berkelanjutan,” tuturnya.
Ditambahkannya, untuk pendidikan bagi siswa pengungsi dikatakan sudah selesai ulangan akhir semester. Para pelajar bersekolah di sekolah terdekat. Bahkan saat ini sebagian pengungsi juga telah bekerja di proyek bangunan dan perkebunan. Apalagi sekarang petani di Candikuning sedang menanam sayur sehingga pengungsi bisa bekerja di perkebunan. “Rata-rata mereka dapat upah per hari Rp 30 ribu sampai Rp 60 ribu,” beber Mudita.
Dijelaskan Mudita pengungsi mandiri masih banyak ada di Baturiti. Mereka rata-rata tinggal bersama keluarganya. Sebab letusan Gunung Agung tahun 1963 banyak mengungsi ke Candikuning dan menetap di Candikunig hingga sekarang. “Jumlahnya kemungkinan ratusan. Data persis saya belum tahu,” ucapnya.
Pantuan di lokasi pada Minggu kemarin, pengungsi anak-anak sedang bermain dengan gembira seolah tempat pengungsi itu sudah menjadi rumahnya sendiri. Terlihat pula bilik tidur untuk para pengungsi kini semakin bertambah. Ada tiga kelompok bilik tidur, yakni bangunan yang ada ditata sedemikian rupa oleh krama Kembangmerta dijadikan tempat tidur/bilik bagi para pengungsi.
Namun ada satu bangunan bilik tidur, karena tempatnya paling bawah, ketika hujan lebat air hujan masuk ke dalam. Untuk mengatasinya, warga menyediakan spanduk bekas dan karung untuk menutup sekeliling bangunan supaya bilik tidur pengungsi tidak terkena air hujan. *d
1
Komentar