nusabali

Direksi dan Dokter Diminta Komunikatif

  • www.nusabali.com-direksi-dan-dokter-diminta-komunikatif

Bupati Buleleng menilai adanya komunikasi yang kurang, sehingga menjadi masalah. Sebaliknya soal manajerial disebutnya tidak ada persoalan mendasar.

Kegaduhan di RSUD Buleleng


SINGARAJA, NusaBali
Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana akhirnya turun tangan menengahi konflik internal di RSUD Buleleng. Bupati minta agar seluruh jajaran di RSDU Buleleng, baik manajemen maupun para dokter fungsional menjalin komunikasi yang baik. “Ini terjadi karena miskomunikasi saja. Tadi saya sudah minta seluruh komponen di rumah sakit itu duduk bersama. Saya berharap hari Senin depan sudah ada perubahan yang mendasar kearah yang lebih baik,” ungkap Bupati Agus Suradnyana usai mengadakan pertemuan tertutup dengan para dokter dan jajaran direksi, Kamis (14/12) siang.

Dalam menangani konflik itu, Bupati datang langsung ke RSUD Buleleng sekitar pukul 12.00 Wita. Turut mendampingi Bupati, Kepala Inspektorat Putu Yasa, dan Kepala Badan Kepegawaian, Pengembangan SDM (BKPSDM), Ni Made Rousmini.

Pertemuan berlangsung tertutup di Aula RSUD Buleleng, Jalan Ngurah Rai Singaraja, hampir 1,5 jam. Pertama Bupati minta konfirmasi pada seluruh dokter spesialis. Pertemuan dilanjutkan dengan seluruh dokter umum dan jajaran manajemen.

Bupati Agus Suradnyana usai pertemuan mengungkapkan, dari hasil pertemuan tersebut ada dua hal yang harus diselesaikan. Pertama menyangkut manajerial yang sejatinya tidak ada persoalan yang mendasar, namun karena komunikasi yang kurang, sehingga berkembang menjadi masalah.

“Terus terang saja, saya tidak ingin itu (manajerial,red) ditumpangi masalah-masalah pribadi yang sudah lama. Mungkin saja di sini (masalah yang muncul,red) ada pihak yang tidak puas, karena dulu pernah diturunkan jabatannya. Jadi hal-hal yang seperti itu, mungkin saja masuk ke ruang-ruang manajerial akibat keterbatasan komunikasi,” terangnya.

Sedangkan persoalan kedua menyangkut pengadaan barang dan jasa. Selama ini proses itu diserahkan pada RSUD dengan pengawasan Inspektorat. Dan sejauh ini, pengadaan barang dan jasa itu sudah sesuai dengan prosedur. “Kalau saya bicara dari sisi kebijakan kuantitas misalnya menambah kamar rawat inap. Kalau pengadaan barang dan jasa itu saya serahkan pada Inspektorat dan rumah sakit. Kalau memang sudah penuhi syarat, apa yang mau dipersoalkan. Jangan menebak-menebak, lantas memfitnah, misal pengadaan barang baru 4 tahun, sudah dibilang rusak selama 3 tahun. Ini kan dibuat-buat, kok rumah sendiri dirusak, gitu lho,” jelas Bupati.

Menurut Bupati, jika memang ditemukan ada pelanggaran baik manajerial atau dalam pengadaan barang dan jasa, semestinya dilaporkan kepada pihak berwenang. Sehingga persoalan menjadi jelas, tidak asal menebak-nebak yang mengarah pada fitnah. “Kalau memang ada, silakan dilaporkan, pelapornya juga jelas siap. Tapi kalau tidak ada, yang melapor juga bisa dilaporkan membuat fitnah. Saya akan minta nanti Direksi melapor balik, karena sudah merusak nama rumah sakit, dan itu pencemaran nama baik,” tandasnya.

Kegaduhan di RSUD Buleleng muncul ketika puluhan dokter fungsional mengadukan dugaan pelanggaran yang dibuat pihak Direksi. Selain membuat surat resmi, puluhan dokter fungsional itu juga mengadu ke lembaga DPRD Buleleng. Para dokter ini menuding, pihak Direksi melalaikan SOP dalam pelayanan menyangkut ketersediaan obat-obatan, kemudian mengungkap kerusakan sejumlah alat medis.

Di samping itu para dokter juga menuding, Direksi menghambat izin bagi dokter mengikuti seminar dan sejenisnya untuk menambah ilmu medik. Direksi juga dituding otoriter, karena memberi sanksi bagi dokter tidak melewati tahapan teguran.

Namun pihak Direksi membatah semua tuduhan itu. Dirut RSUD Gede Wiartana menyebut, persediaan obat-obatan tergantung ketersediaan obat dari perusahaan farmasi. Karena pengadaan itu harus menggunakan sistem e-katalog, dimana pemesanan obat hanya dapat dilakukan pada salah satu perusahaan farmasi. Sedangkan menyangkut alat kesehatan yang masih rusak, karena ada alat yang belum dihibahkan sebagai aset, sehingga pihak RSUD belum punya kewenangan memperbaiki. Menyangkut izin pendidikan, pihak RSUD menyebut izin diberikan selektif agar pelayanan tetap berjalan. Karena jika izin diberikan semua terhadap spesialis tertentu dapat menganggu pelayanan kesehatan.*k19

Komentar