Peserta Pasraman Dibentengi Pengetahuan Seni dan Budaya
Puluhan remaja Hindu di lingkup Desa Pakraman Buleleng, Minggu (17/12), usai mengikuti pasraman di Sekretariat Desa Pakraman Buleleng, Jalan Veteran, Kelurahan Kendran, Kecamatan/Kabupaten Buleleng.
SINGARAJA, NusaBali
Selama menjalani pasraman kurang lebih selama dua bulan, para remaja ini dibekali pengetahuan seni dan budaya. Hal itu disampaikan Kelian Desa Pakraman Buleleng Nyoman Sutrisna, di Sekretariat Desa Pakraman Buleleng, saat menutup pasraman secara resmi. Kata dia, puluhan peserta pasraman diajarkan cara membuat banten dan ulat-ulatan, serta diberikan siraman rohani berupa cerita keagamaan yang saat ini minim mereka dapatkan dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi setiap upacara di Bali memerlukan jajahitan dan ulat-ulaan.
“Pengetahuan dan keterampilan yang mereka dapatkan nantinya agar bisa digunakan untuk membantu para orang tua di rumah dan pemerintah dalam hal pelestarian seni budaya,” kata Sutrisna.
Selebihnya, kata dia, para remaja juga dibekali pengetahuan khusus tentang bahaya HIV/AIDS dan Narkoba. Mereka juga diharapkan dapat berpartisipasi untuk menyebarkan informasi itu kepada orang-orang terdekatnya. Mulai dari keluarga, teman sekolah dan tetangga di lingkungannya.
Kegiatan pasraman yang merupakan kegiatan rutin setiap tahunnya itu disebut sebagai salah satu upaya membentengi remaja dari kegiatan dan perilaku negatif. Ketua Panitia Pasraman Jro Bawati Gede Suanda mengatakan, kegiatan rutin desa pakraman tersebut diikuti dari perwakilan pangemong Pura Dalem dari Banjar Adat Penataran, Delodpeken, Petak, Peguyangan dan Banjar Tengah serta siswa dari SMPN 6 Singaraja.
Dalam kegiatan yang dilaksanakan selama dua bulan setiap hari Minggu itu, pihaknya memberikan pemahaman kepada peserta pasraman dengan sejumlah materi. Antara lain, tiga kerangka umat Hindu, dharma gita, uparengga, majejahitan, maulat-ulatan, budi pekerti, bahas bali termasuk penyuluhan bahaya HIV/AIDS. “Pasraman in kami rancang untuk tetap mempertahankan seni dan budaya, dari rangkaian acarannya, agar mereka tidak lupa akan hakikatnya menjadi remaja Hindu yang akan menjadi generasi penerus,” kata Suwartana.
Meskipun secara dasar remaja yang mengikuti pasraman sudah mendapatkan ilmu dasar agama dan budaya di sekolah, namun hal tersebut harus tetap diingatkan.
Karena, menurutnya, saat ini dalam era globalisasi banyak terjadi pergeseran pemahaman di kalangan remaja. Seperti dalam pelestarian budaya dan seni yang dimiliki. Banyak diantara remaja kini yang tidak mengetahui bagaimana cara membuat banten dan ulat-ulatan yang merupakan kebutuhan umat hindu sehari-harinya. Begitu pula dengan kebudayaan lain, seperti makekidungann saat menghaturkan bakti di pura.
Selain itu, mereka juga dibekali pengetahuan bahaya HIV/AIDS yang selama ini kasusnya sangat banyak di Buleleng, bahkan menempati urutan kedua tertinggi setelah Denpasar. Dengan situasi tersebut, tetua dan pemerintah pun ingin memutuskan rantai penyebaran virus mematikan itu melalui kesadaran generasi muda dan peran aktifnya menularkan pengetahuan itu kepada masyarakat di terdekat di lingkungannya. *k23
“Pengetahuan dan keterampilan yang mereka dapatkan nantinya agar bisa digunakan untuk membantu para orang tua di rumah dan pemerintah dalam hal pelestarian seni budaya,” kata Sutrisna.
Selebihnya, kata dia, para remaja juga dibekali pengetahuan khusus tentang bahaya HIV/AIDS dan Narkoba. Mereka juga diharapkan dapat berpartisipasi untuk menyebarkan informasi itu kepada orang-orang terdekatnya. Mulai dari keluarga, teman sekolah dan tetangga di lingkungannya.
Kegiatan pasraman yang merupakan kegiatan rutin setiap tahunnya itu disebut sebagai salah satu upaya membentengi remaja dari kegiatan dan perilaku negatif. Ketua Panitia Pasraman Jro Bawati Gede Suanda mengatakan, kegiatan rutin desa pakraman tersebut diikuti dari perwakilan pangemong Pura Dalem dari Banjar Adat Penataran, Delodpeken, Petak, Peguyangan dan Banjar Tengah serta siswa dari SMPN 6 Singaraja.
Dalam kegiatan yang dilaksanakan selama dua bulan setiap hari Minggu itu, pihaknya memberikan pemahaman kepada peserta pasraman dengan sejumlah materi. Antara lain, tiga kerangka umat Hindu, dharma gita, uparengga, majejahitan, maulat-ulatan, budi pekerti, bahas bali termasuk penyuluhan bahaya HIV/AIDS. “Pasraman in kami rancang untuk tetap mempertahankan seni dan budaya, dari rangkaian acarannya, agar mereka tidak lupa akan hakikatnya menjadi remaja Hindu yang akan menjadi generasi penerus,” kata Suwartana.
Meskipun secara dasar remaja yang mengikuti pasraman sudah mendapatkan ilmu dasar agama dan budaya di sekolah, namun hal tersebut harus tetap diingatkan.
Karena, menurutnya, saat ini dalam era globalisasi banyak terjadi pergeseran pemahaman di kalangan remaja. Seperti dalam pelestarian budaya dan seni yang dimiliki. Banyak diantara remaja kini yang tidak mengetahui bagaimana cara membuat banten dan ulat-ulatan yang merupakan kebutuhan umat hindu sehari-harinya. Begitu pula dengan kebudayaan lain, seperti makekidungann saat menghaturkan bakti di pura.
Selain itu, mereka juga dibekali pengetahuan bahaya HIV/AIDS yang selama ini kasusnya sangat banyak di Buleleng, bahkan menempati urutan kedua tertinggi setelah Denpasar. Dengan situasi tersebut, tetua dan pemerintah pun ingin memutuskan rantai penyebaran virus mematikan itu melalui kesadaran generasi muda dan peran aktifnya menularkan pengetahuan itu kepada masyarakat di terdekat di lingkungannya. *k23
Komentar