Bupati Segel Lokalisasi Aseman dan Gunung Lawu
Di dua tempat prostitusi, Aseman dan Gunung Lawu, Keluraha Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, terdapat 52 wisma.
MANGUPURA, NusaBali
Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta menyegel dua tempat prostitusi, Aseman dan Gunung Lawu, di Lingkungan Bualu, Jalan Raya Teges Nunggal, Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Selasa (19/12). Penutupan ini berdasarkan surat keputusan Bupati Badung Nomor 7183/03/HK/2017.
Setelah dilakukan pembacaan keputusan bupati, pada pukul 11.00 Wita dilakukan penyegelan terhadap 52 wisma dari dua tempat prostitusi terbesar di Kuta Selatan ini. Penyegelan dipimpin Bupati Giri Prasta, diikuti oleh 85 personel gabungan (TNI, Polri, dan Satpol PP) bersama Tripika Kuta Selatan, Lurah Benoa, dan kepala pecalang.
Penyegelan berlangsung aman dan tertib. Di dua lokasi tak tampak adanya aktivitas, bahkan sebagian sudah dalam keadaan kosong. Penutupan dua tempat prostitusi, Aseman dan Gunung Lawu ini sesuai dengan Perda Nomor 07 Tahun 2016 tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat. Penyegelan ini juga telah melalui proses sosialisasi selama dua kali yakni 17 Oktober dan 19 Oktober 2017. Selain itu tim yustisi juga telah melayangkan surat peringatan sebanyak tiga kali yakni 28 November, 5 Desember, dan 8 Desember 2017.
Setelah melakukan penyegelan, Bupati Giri Prasta yang didampingi Wabup I Ketut Suiasa menyampaikan penyegelan ini telah sesuai dengan standar prosedur. Penutupan ini menjadi role model dan selanjutnya dilakukan di seluruh Badung. Dirinya berharap agar nantinya tempat yang telah disegel beralih fungsi dan tak digunakan lagi sebagai tempat prostitusi.
“Penutupan ini dilakukan salah satu tujuannya untuk menyelamatkan generasi muda. Kami berkeinginan agar generasi muda Badung menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas. Melihat kondisi ini, dengan tak mengurangi rasa hormat kepada siapapun kami harus melakukan tidakan tegas berupa penutupan. Saya selaku pemerintah siap melayani untuk memberikan izin usaha lain untuk menghidupkan perekonomian, asal jangan prostitusi,” tandasnya.
Bagaimana langkah pengawasannya? Bupati Giri Prasta mengaku akan memaksimalkan fungsi tim yustisi. Selain itu juga akan bekerja sama dengan masyarakat dan tokoh adat setempat. “Untuk pemantauan sudah bekerja sama dengan masyarakat adat setempat yang dikomando oleh tim yustisi. Kalau berani buka lagi saya mohon maaf akan dilakukan tindakan hukum. Tidak ada toleransi lagi,” tegasnya.
Kasatpol PP Kabupaten Badung IGAK Surya Negara mengatakan 52 wisma ini berdiri di atas tanah milik Made Muda (Gunung Lawu) dan Wayan Sablon (Aseman). Kedua tempat prostitusi ini sudah berdiri sejak 1990. Hingga tahun 2017 tercatat ada sebanyak 520 wanita pekerja seks komersial.
Dikonfirmasi sebelumnya Made Muda pemilik lahan Gunung Lawu mengaku tanah miliknya yang berada di Jalan Raya Teges Nunggal, Kelurahan Benoa, Nusa Dua, Kecamatan Kuta Selatan itu tak bisa difungsikan sebagai lahan produktif selain dikontrakkan. Dahulunya lahan yang dipenuhi tanah berbatu kapur itu adalah lahan tidur yang tak menghasilkan apa-apa.
“Tanah milik saya itu luasnya kurang lebih 1 hektare. Awalnya dikontrak tahun 2008. Waktu itu dikontrak untuk membuat warung. Namun dari tahun 2013 sudah beralih menjadi tempat lokalisasi yang dikenal dengan nama Gunung Lawu,” ucapnya.
Diakuinya tanahnya dikontrak dengan hitungan per are. Satu are dibayar Rp 5.000.000 per tahun. Durasi kontrakan selama 5 tahun, terhitung sejak 2008. Setelah dilakukan pemanggilan oleh Satpol PP Kabupaten Badung, dirinya menghadap Bupati Badung untuk membicarakan solusi atas lahannya itu. Made Muda menekankan, sebagai pemilik lahan dan msyarakat Badung, dirinya tunduk terhadap aturan Perda. Namun harapannya agar aturan itu tak berlaku hanya untuk yang kecil saja atau tebang pilih. *p
Setelah dilakukan pembacaan keputusan bupati, pada pukul 11.00 Wita dilakukan penyegelan terhadap 52 wisma dari dua tempat prostitusi terbesar di Kuta Selatan ini. Penyegelan dipimpin Bupati Giri Prasta, diikuti oleh 85 personel gabungan (TNI, Polri, dan Satpol PP) bersama Tripika Kuta Selatan, Lurah Benoa, dan kepala pecalang.
Penyegelan berlangsung aman dan tertib. Di dua lokasi tak tampak adanya aktivitas, bahkan sebagian sudah dalam keadaan kosong. Penutupan dua tempat prostitusi, Aseman dan Gunung Lawu ini sesuai dengan Perda Nomor 07 Tahun 2016 tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat. Penyegelan ini juga telah melalui proses sosialisasi selama dua kali yakni 17 Oktober dan 19 Oktober 2017. Selain itu tim yustisi juga telah melayangkan surat peringatan sebanyak tiga kali yakni 28 November, 5 Desember, dan 8 Desember 2017.
Setelah melakukan penyegelan, Bupati Giri Prasta yang didampingi Wabup I Ketut Suiasa menyampaikan penyegelan ini telah sesuai dengan standar prosedur. Penutupan ini menjadi role model dan selanjutnya dilakukan di seluruh Badung. Dirinya berharap agar nantinya tempat yang telah disegel beralih fungsi dan tak digunakan lagi sebagai tempat prostitusi.
“Penutupan ini dilakukan salah satu tujuannya untuk menyelamatkan generasi muda. Kami berkeinginan agar generasi muda Badung menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas. Melihat kondisi ini, dengan tak mengurangi rasa hormat kepada siapapun kami harus melakukan tidakan tegas berupa penutupan. Saya selaku pemerintah siap melayani untuk memberikan izin usaha lain untuk menghidupkan perekonomian, asal jangan prostitusi,” tandasnya.
Bagaimana langkah pengawasannya? Bupati Giri Prasta mengaku akan memaksimalkan fungsi tim yustisi. Selain itu juga akan bekerja sama dengan masyarakat dan tokoh adat setempat. “Untuk pemantauan sudah bekerja sama dengan masyarakat adat setempat yang dikomando oleh tim yustisi. Kalau berani buka lagi saya mohon maaf akan dilakukan tindakan hukum. Tidak ada toleransi lagi,” tegasnya.
Kasatpol PP Kabupaten Badung IGAK Surya Negara mengatakan 52 wisma ini berdiri di atas tanah milik Made Muda (Gunung Lawu) dan Wayan Sablon (Aseman). Kedua tempat prostitusi ini sudah berdiri sejak 1990. Hingga tahun 2017 tercatat ada sebanyak 520 wanita pekerja seks komersial.
Dikonfirmasi sebelumnya Made Muda pemilik lahan Gunung Lawu mengaku tanah miliknya yang berada di Jalan Raya Teges Nunggal, Kelurahan Benoa, Nusa Dua, Kecamatan Kuta Selatan itu tak bisa difungsikan sebagai lahan produktif selain dikontrakkan. Dahulunya lahan yang dipenuhi tanah berbatu kapur itu adalah lahan tidur yang tak menghasilkan apa-apa.
“Tanah milik saya itu luasnya kurang lebih 1 hektare. Awalnya dikontrak tahun 2008. Waktu itu dikontrak untuk membuat warung. Namun dari tahun 2013 sudah beralih menjadi tempat lokalisasi yang dikenal dengan nama Gunung Lawu,” ucapnya.
Diakuinya tanahnya dikontrak dengan hitungan per are. Satu are dibayar Rp 5.000.000 per tahun. Durasi kontrakan selama 5 tahun, terhitung sejak 2008. Setelah dilakukan pemanggilan oleh Satpol PP Kabupaten Badung, dirinya menghadap Bupati Badung untuk membicarakan solusi atas lahannya itu. Made Muda menekankan, sebagai pemilik lahan dan msyarakat Badung, dirinya tunduk terhadap aturan Perda. Namun harapannya agar aturan itu tak berlaku hanya untuk yang kecil saja atau tebang pilih. *p
1
Komentar