Hoax di Medsos Jadi Propaganda Kelompok Radikal
Unit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Bali bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggelar lokakarya bertajuk ‘Mencegah Paham Radikal dan Membentuk Komunitas Counter Cyber Terorism’ di Mapolda Bali, Rabu (20/12).
DENPASAR, NusaBali
Dalam lokakarya mengemuka soal derasnya penyebaran berita-berita bohong (hoax) di media sosial yang dilakukan kelompok-kelompok radikal. “Kegiatan teror sudah tidak lagi secara fisik, tapi juga dilakukan melalui media sosial untuk menimbulkan rasa ketakutan,” ujar Penggiat Media Sosial, Denny Siregar saat tampil menjadi pembicara dalam lokakarya ini. Denny mencontohkan penyebaran berita hoax Suriah yang dijadikan framing (setting) berita.
Menurutnya, mereka kelompok-kelompok radikali menyebarkan berita hoax yang bersifat propoganda sehingga menimbulkan intoleransi yang dapat memecah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Maka diperlukan pemahaman bagaimana mengatasi propaganda melalui media social ini dan dibutuhkan komunitas counter terhadap propoganda tersebut,” ungkap Denny.
Tak hanya Denny, pembicara lain dalam lokakarya ini, yakni Kanit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Bali, Kompol I Wayan Wisnawa SIK MSi yang menyampaikan materi tentang bahaya hoax di media sosial. Sedangkan dari Satgas Antiteror Mabes Polri diwakili AKBP Didik Novi Rahmanto SIK menyampaikan materi tentang perkembangan terorisme di Indonesia dan perubahan sistem perekrutan yang kini menggunakan media sosial dan membuat propoganda dengan isu radikalisme.
Wadir Reskrimsus Polda Bali, AKBP Rudi Setiawan SH SIK dalam sambutannya menyebutkan bahwa gerakan radikalisme muncul dalam kalangan agama yang menginginkan perubahan ideologi Pancasila menjadi ideologi salah satu agama. Teroris di Indonesia disebabkan oleh adanya infomasi di dunia maya. Ada 3 kecendrungan pengguna internet, yakni 80 persen pengguna jejaring sosial, browsing, dan instan massaging adalah remaja dan rentan berpotensi pengaruh propaganda kelompok kelompok radikal.
“Kelompok ini memanfaatkan dunia maya untuk menghasut, mengajak, kaderisasi sehingga berdampak pada intoleransi,” ungkap AKBP Rudi Setiawan. Lokakarya diikuti puluhan peserta terdiri dari akademisi/dosen dan mahasiswa informatika dari Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta yang ada di Bali. *sur
Tak hanya Denny, pembicara lain dalam lokakarya ini, yakni Kanit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Bali, Kompol I Wayan Wisnawa SIK MSi yang menyampaikan materi tentang bahaya hoax di media sosial. Sedangkan dari Satgas Antiteror Mabes Polri diwakili AKBP Didik Novi Rahmanto SIK menyampaikan materi tentang perkembangan terorisme di Indonesia dan perubahan sistem perekrutan yang kini menggunakan media sosial dan membuat propoganda dengan isu radikalisme.
Wadir Reskrimsus Polda Bali, AKBP Rudi Setiawan SH SIK dalam sambutannya menyebutkan bahwa gerakan radikalisme muncul dalam kalangan agama yang menginginkan perubahan ideologi Pancasila menjadi ideologi salah satu agama. Teroris di Indonesia disebabkan oleh adanya infomasi di dunia maya. Ada 3 kecendrungan pengguna internet, yakni 80 persen pengguna jejaring sosial, browsing, dan instan massaging adalah remaja dan rentan berpotensi pengaruh propaganda kelompok kelompok radikal.
“Kelompok ini memanfaatkan dunia maya untuk menghasut, mengajak, kaderisasi sehingga berdampak pada intoleransi,” ungkap AKBP Rudi Setiawan. Lokakarya diikuti puluhan peserta terdiri dari akademisi/dosen dan mahasiswa informatika dari Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta yang ada di Bali. *sur
1
Komentar