Perda Atraksi Budaya Molor Dibahas
“Banyak yang pro dan kontra dengan rencana Perda Atraksi Budaya ini. Karena ada di dalamnya dicantumkan atraksi sabung ayam. Sementara sabung ayam identik dengan tajen (permainan sabung ayam berunsur judi) di Pulau Bali. Sehingga Naskah akademisnya jadi menjelimet. Bahkan sempat diprotes itu”(Ketua Komisi I DPRD Bali, I Ketut Tama Tenaya)
Naskah Akademis Pro dan Kontra
DENPASAR, NusaBali
Rancangan Perda Atraksi Budaya yang salah satunya mengatur soal tajen (sabungan ayam) makin molor pembahasannya. Ranperda yang sebelumnya diwacanakan sejak tahun 2009 yang dikenal dengan Perda Tajen itu baru akan masuk Prolegda (Program Legislasi Daerah) pada tahun 2018, atau mundur tahun depan dari jadwal semula pada pertengahan tahun 2017.
Anggota Komisi I DPRD Bali dari Fraksi Gerindra, I Wayan Tagel Arjana mengatakan, Ranperda Atraksi Budaya ini harusnya sudah dibahas tahun 2017. Namun baru bisa diagendakan masuk pembahasan oleh Pansus DPRD Bali pada tahun 2018 nanti. "Padahal sudah masuk di Badan Legislasi. Baru bisa dibahas 2018. Informasinya kajian akademisnya masih belum kelar," ujar Tagel Arjana, Rabu (20/12)..
Politisi asal Desa Kedewatan, Kecamatan Ubud, Gianyar ini menegaskan, Perda Atraksi Budaya ini sangat didukung DPRD Bali, karena melindungi dan melestarikan adat dan budaya Bali. Semangatnya, atraksi-traksi budaya di Bali perlu dilestarikan. Bila perlu dipatenkan supaya tidak diserobot atau dijiplak oleh pihak lain. "Kita melindungi sifatnya, termasuk membentengi adanya klaim dan penjiplakan pihak lain. Komisi I akhirnya menyampaikan aspirasi ke Badan Legislasi," ujar Tagel Arjana.
Sementara Ketua Komisi I DPRD Bali membidangi Hukum dan Perundang-Undangan, I Ketut Tama Tenaya mengatakan, Perda Atraksi Budaya terkendala pada masalah Naskah Akademis. Kata Tama Tenaya, ditentang karena ada unsur tajen yang identik dengan judi. "Banyak yang pro dan kontra dengan rencana Perda Atraksi Budaya ini. Karena ada di dalamnya dicantumkan atraksi sabung ayam. Sementara sabung ayam identik dengan tajen (permainan sabung ayam berunsur judi) di Pulau Bali. Sehingga Naskah akademisnya jadi menjelimet. Bahkan sempat diprotes itu," ungkap Tama Tenaya.
Sehingga menurut Tama Tenaya, Perda Atraksi Budaya yang sudah direncanakan dibahas sekitar Juni-Oktober akhirnya molor dan terus molor sampai akhirnya habis Tahun Anggaran 2017. Padahal kandidat Ketua Pansus sudah disiapkan DPRD Bali. Termasuk anggarannya juga disiapkan. Tetapi tetap saja tidak bisa lolos Tahun 2017 karena kendala-kendala teknis. "Tetapi kami yakin pada tahun 2018 awal bisa dilaksanakan pembahasannya. Namanya tetap Perda Atraksi Budaya. Didalamnya itu masuk berbagai atraksi, termasuk tajen itu," ujar politisi PDIP asal Kelurahan Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung.
Tama membeber Perda Atraksi Budaya yang dilatarbelakangi keinginan wakil rakyat promosi Pariwisata Bali ini awalnya diwacanakan tahun 2009 dengan sebutan Perda Tajen. Namun saat itu, Perda Tajen dinilai kurang tepat. Sempat menghilang dari pembahasan di DPRD Bali, akhirnya berubah menjadi Perda Atraksi Budaya. "Bukan hanya tajen saja, termasuk atraksi-atraksi lainnya. Banyak itu di daerah-daerah yang masuk atraksi, dengan ciri kas daerah masing-masing. Seperti Siat Tipat Bantal, Siat Pandan, Omed-Omedan. Kita ingin melestarikan adat dan budaya Bali, dan ini termasuk sebagai atraksi wisata yang harus dibumikan dan bisa menarik turis ke Bali. Seperti apa pengaturannya dan seperti apa outputnya, kajian akademisnya masih sedang dikaji," ujar mantan Wakil Ketua DPRD Badung ini.
Sementara anggota Komisi I DPRD Bali I Nyoman Adnyana secara terpisah mengatakan, Raperda Atraksi Budaya akan sangat sulit dalam mencantumkan atraksi tajen. Sebab tajen identik dengan sabung ayam berunsur judi. Memang kajian dan naskah akademisnya bolak-balik dibahas berbagai ahli. Tetapi tetap saja dikhawatirkan justru melegalkan judi. "Siapa jamin atraksi budaya tajen untuk pariwisata ini tidak akan terjadi taruhan. Ini yang sangat hati-hati untuk disikapi," tegas politisi senior PDIP asal Desa Sekaan, Kecamatan Kintamani, Bangli ini.
Adnyana mengatakan, unsur judi dalam tajen tidak bisa dihilangkan karena memang tajen itu identik dengan taruhan. Sehingga DPRD Bali dalam hal ini Komisi I tidak boleh gegabah. Supaya jangan bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. "Unsur judi itu jelas pidana dalam pasal 303 dalam kitab hukum pidana kan diatur itu. Kalau sekedar atraksi budaya sabungan ayam itu tidak akan menarik. Karena kalau sabungan ayam biasa saja ditonton pun tidak. Dan sebanyak 3 saet (3 ronde) apanya menarik?" tegas Adnyana. *nat
Komentar