Diantisipasi, Kredit Macet Akibat Gunung Agung
Salah satu jalan keluar terhadap debitur yang mengalami kredit bermasalah, dibantu permodalannya agar mereka tetap bisa berproduksi.
DENPASAR, NusaBali
Otoritas Jasa Keuangan Regional Bali dan Nusa Tenggara mengantisipasi apabila terjadi kenaikan jumlah kredit macet atau non performing loan (NPL) dari debitur yang usahanya terganggu karena terdampak erupsi Gunung Agung.
Kepala OJK Regional Bali dan Nusa Tenggara Hizbullah di Denpasar, Minggu (24/12), menjelaskan antisipasi kenaikan NPL itu salah satunya dapat dilakukan dengan membantu permodalan pelaku usaha yang menjadi debitur, agar mereka tetap bisa berproduksi. "Nanti akan kami bantu untuk kredit usaha rakyat (KUR) jika dia (debitur) butuh tambahan modal, karena yang paling utama setelah kena dampak untuk menjalankan usaha kembali adalah modal," katanya.
Menurut Hizbullah, OJK bersama pemerintah daerah dan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) berencana akan membentuk tim kecil awal tahun 2018 untuk memetakan dampak NPL kepada debitur termasuk mengkaji bantuan modal lewat KUR itu.
Dia menjelaskan apabila erupsi berlanjut maka dikhawatirkan dapat memberikan dampak terhadap sektor pariwisata yang lebih luas termasuk sektor penunjang seperti UMKM, transportasi, hotel dan restoran.
Deputi Direktur Manajemen Strategis, Edukasi Perlindungan Konsumen dan Kemitraan Pemerintah Daerah OJK Regional Bali dan Nusa Tenggara Yones menambahkan ada sekitar 24 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan 11 bank umum yang kena imbas tidak langsung dari erupsi Gunung Agung.
Dari analisis dan evaluasi, Yones menambahkan ada empat BPR yang terkena dampak langsung karena berada di wilayah rawan bencana.
Empat BPR itu yakni BPR Sandi Raya Utama, Mitra Bali Artha Mandiri, Danamaster Dewata dan Nusamba Manggis.
Pihaknya saat ini menunggu keputusan OJK Pusat untuk pemberian keringanan berupa kelonggaran dalam hal membayar cicilan dan kewajiban pembayaran bunga dari debitur kepada bank. Di sisi lain, pemberian keringanan kepada debitur itu juga berpotensi mengurangi likuiditas perbankan.
OJK mencatat selama periode Januari hingga Oktober 2017, angka kredit bermasalah atau NPL seluruh perbankan di Bali mencapai 3,77 persen, angka yang masih di bawah batas maksimal sebesar lima persen. OJK mencatat realisasi kredit mencapai Rp81,5 triliun dengan porsi 38,5 persen untuk sektor bukan lapangan usaha dan 31,5 persen sektor perdagangan besar dan eceran.
Berdasarkan jenis penggunaan, penyaluran kredit sebagian besar pada sektor produktif sebesar 61,5 persen yang meliputi kredit modal kerja sebesar 39 persen dan kredit investasi sebesar 22 persen.*ant
Kepala OJK Regional Bali dan Nusa Tenggara Hizbullah di Denpasar, Minggu (24/12), menjelaskan antisipasi kenaikan NPL itu salah satunya dapat dilakukan dengan membantu permodalan pelaku usaha yang menjadi debitur, agar mereka tetap bisa berproduksi. "Nanti akan kami bantu untuk kredit usaha rakyat (KUR) jika dia (debitur) butuh tambahan modal, karena yang paling utama setelah kena dampak untuk menjalankan usaha kembali adalah modal," katanya.
Menurut Hizbullah, OJK bersama pemerintah daerah dan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) berencana akan membentuk tim kecil awal tahun 2018 untuk memetakan dampak NPL kepada debitur termasuk mengkaji bantuan modal lewat KUR itu.
Dia menjelaskan apabila erupsi berlanjut maka dikhawatirkan dapat memberikan dampak terhadap sektor pariwisata yang lebih luas termasuk sektor penunjang seperti UMKM, transportasi, hotel dan restoran.
Deputi Direktur Manajemen Strategis, Edukasi Perlindungan Konsumen dan Kemitraan Pemerintah Daerah OJK Regional Bali dan Nusa Tenggara Yones menambahkan ada sekitar 24 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan 11 bank umum yang kena imbas tidak langsung dari erupsi Gunung Agung.
Dari analisis dan evaluasi, Yones menambahkan ada empat BPR yang terkena dampak langsung karena berada di wilayah rawan bencana.
Empat BPR itu yakni BPR Sandi Raya Utama, Mitra Bali Artha Mandiri, Danamaster Dewata dan Nusamba Manggis.
Pihaknya saat ini menunggu keputusan OJK Pusat untuk pemberian keringanan berupa kelonggaran dalam hal membayar cicilan dan kewajiban pembayaran bunga dari debitur kepada bank. Di sisi lain, pemberian keringanan kepada debitur itu juga berpotensi mengurangi likuiditas perbankan.
OJK mencatat selama periode Januari hingga Oktober 2017, angka kredit bermasalah atau NPL seluruh perbankan di Bali mencapai 3,77 persen, angka yang masih di bawah batas maksimal sebesar lima persen. OJK mencatat realisasi kredit mencapai Rp81,5 triliun dengan porsi 38,5 persen untuk sektor bukan lapangan usaha dan 31,5 persen sektor perdagangan besar dan eceran.
Berdasarkan jenis penggunaan, penyaluran kredit sebagian besar pada sektor produktif sebesar 61,5 persen yang meliputi kredit modal kerja sebesar 39 persen dan kredit investasi sebesar 22 persen.*ant
1
Komentar