Petandakan Bergejolak
Proses rekrutmen Kaur tiga tahun silam dengan memberikan uang pelicin Rp 17 juta baru diungkap.
Kecurangan Pemilihan Kaur Tahun 2015 Diungkap
SINGARAJA, NusaBali
Sekitar 50 warga Desa Petandakan, Kecamatan Buleleng, menggelar aksi damai di seputaran Desa Petandakan, Kamis (11/1) pagi. Aksi dipicu adanya dugaan uang pelicin saat pemilihan Kepala Urusan (Kaur) Desa sebesar Rp 17 juta.
Aksi damai digelar dengan memasang puluhan banner berukuran 80x80 cm, di setiap sudut desa. Dalam banner itu tertulis “Pemberitahuan kepada segenap warga Desa Petandakan, bahawasannya tentang perekrutan Kaur ada calo yang bermain, yaitu : Saudara Made Atep sudah menerima uang sebesar Rp 17 juta, dari Luh Sari, istri dari Ketut Lanus. Pertanyaannya: kok bisa masyarakat biasa menjual belikan jabatan Kaur?”.
Warga mulai berkumpul di depan kantor Desa Petandakan, sekitar pukul 07.30 Wita. Sekitar pukul 08.00 Wita, aksi dilanjutkan dengan pemasangan banner di setiap sudut desa di sepanjang ruas jalan desa. Usai pemasangan banner, warga hanya berkumpul di samping kantor desa.
Informasinya, Made Atep yang dituduh sebagai calo/perantara, merupakan mantan Perbekel Petandakan. Made Atep dituduh telah menerim uang pelicin agar anak Ketut Lanus, yakni, Putu Agus Mertautama salah satu pelamar, lolos dalam rekrutmen Kaur. Sayangnya proses rekrutmen ini terjadi tiga tahun lalu. Dalam perekrutan itu, pelamar Putu Agus Mertautama dinyatakan lolos. Namun sekitar bulan Nopember 2017 lalu, Putu Agus Mertautama ditahan Polsek Kota Singaraja sebagai tersangka kasus pencurian lampu LED di Desa Padangkeling, Kecamatan Buleleng.
Salah satu tokoh masyarakat yang ikut dalam aksi damai kemarin, Putu Widnyana mengaku aksi damai yang dilakukan agar semua warga Desa Petandakan mengetahui persoalan yang terjadi sesungguhnya dalam perekrutan tenaga Kaur. Dimana permainan calo dengan membayar sebesar Rp 17 juta, benar adanya dengan pengakuan dari pihak pemberi uang. “Kami memberitahukan warga agar informasinya tidak simpang siur. Ini lah yang sesungguhnya terjadi. Dan suap itu sudah pernah dikonfrontir dan diakui,” terangnya.
Masih kata Widnyana, warga akan membawa kasus dugaan suap itu ke ranah hukum. Masalahnya selain persoalan suap, masih ada dugaan penyalahgunaan dana bantuan yang diterima desa. “Tentu nanti warga akan melaporkan kejanggalan-kejanggalan yang terjadi di desa ke aparat hukum,” ujarnya. Usai memberikan keterangan, warga langsung membubarkan diri dengan tertib.
Sementara Perbekel Desa Petandakan Wayan Joni Arianto yang ditemui di Kantor Desa mengaku tidak mengetahui persis masalah yang disampaikan warga. Ia sendiri mengaku bingung, karena proses perekrutan Kaur berlangsung pada tahun 2015 lalu. “Apa yang disampaikan warga, saya tidak tahu persis. Tetapi kalau masalah perekrutan Kaur, pelaksanaannya sudah lewat tiga tahun lalu. Jadi agak heran juga kok baru sekarang muncul, kenapa tidak dari dulu,” ujarnya.
Dijelaskan, perekrutan Kaur dilaksanakan pada tahun 2015 untuk posisi Kaur Umum dan Kaur Pemerintahan. Kala itu, ada sekitar 6 warga yang melamar. Seluruh pelamar mengikuti proses sesuai dengan mekanisme dan aturan yang ada. “Waktu itu semua proses berjalan lancar, dalam proses kami juga berkoordinasi dengan pihak Kecamatan, tidak kami yang memutuskan,” jelas Joni Arianto.
Saat itu pula Perbekel Joni Arianto menghadirkan Made Atep di Kantor Desa. Dalam keterangannya, Made Atep mengaku tidak mengetahui persis proses perekerutan Kaur karena sudah tidak menjabat lagi. Apalagi ada mengenai uang pelicin dalam perekrutan tersebut. “Jelas saya dipojokkan dengan masalah ini, saya kira ini nuasanya politik, karena saya duduk di kepengurusan PAC PDIP. Saya harus berpikir dulu menyikapi masalah ini,” katanya. *k19
Komentar