Gula Dawan Terganjal Pemasaran
Perajin gula merah di Desa Besan, Kecamatan Dawan, Klungkung, berinovasi dalam mengemas gula dalam pelbagai bentuk.
SEMARAPURA, NusaBali
Di antaranya, bentuk jantung, bunga, dan lainnya. Harganya pun jadi fantastis yakni Rp 40.000/kg isian 40 biji. Sedangkan gula dalam bentuk gelontongan (setengah lingkaran) berharga sekitar Rp 20.000/kg. Olahan gula itu kerap dijadikan sebagai sauvenir saat acara resepsi pernikahan. Sehingga untuk dipasarkan sehari-hari masih perlu upaya promosi. Namun karena dituntut kebutuhan sehari-hari perajin gula di Desa Besan masih minim memproduksi gula inovatif tersebut. “Kalau ada pesanan baru saya bikin, kalau tidak ada lebih baik membuat gula seperti biasa saja (gelontongan) karena laku di pasaran,” ujar seorang perajin gula di Banjar Kawan, Desa Besan, Ni Luh Wirasmini.
Keuntungan membuat aneka gula olahan itu memang jauh lebih tinggi. Perbedaaannya hanya dalam proses pengendapan saja menggunakan alat cetakan berbahan karet. “Cetakan dalam bentuk jantung yang paling dicari oleh pembeli, sekali pesan untuk acara resepsi bisa mencapai 500 biji,” ujarnya.
Disebutkan, gagasan membuat gula cetakan ini diinspirasi dari seorang peneliti bernama John dari Australia sejak tahun 2013. Dia tertarik meneliti gula tersebut dan mengembangkan dengan berbagai bentuk, bahkan John juga memberikan alat cetakan ke sejumlah perajin. Wirasmini yang juga Ketua Kelompok Wanita Tani Sari Kelapa (gula merah) Desa Besan, mengatakan untuk pemasaran gula merah ini berharap ada peran serta pemerintah. Jumlah perajin gula merah terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Padahal di era 1990-an hampir semua kepala keluarga (KK) di Desa Besan menekuni kerajinan gula merah. “Kini perajin yang masih aktif sekitar 50 orang saja, regenerasi pun juga minim karena lebih banyak bekerka di sektor swasta,” ujarnya.
I Gede Agus Ovan Diputra,29, anak semata wayang dari Wirasmini mengaku lebih memilih bekerja sebagai pegawai. Mengingat untuk mencari bahan baku gula merah berupa nira (sari) kelapa sangat berisiko tinggi, karena harus memanjat pohon. “Terlebih sekarang musim hujan jadi licin naik pohon kelapa,” ujarnya. Untuk saat ini yang mencari nira kelapa dilakukan ayahnya, I Nyoman Sarta.
Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta mengatakan gula merah ini akan dimasukkan ke dalam program inovasi. Seperti halnya pengembangan garam lokal menjadi garam beryodium, Tempat Olah Sampah Sementara (TOSS) diolah menjadi bahan bakar listrik dan lainnya. Hanya saja waktunya terbatas baru tiga tahun bekerja dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sendiri. “Sehingga waktu tiga tahun ini sangat kurang sekali, nanti gula merah akan masuk ke sana. Saya sudah dapatkan contoh seperti gula semut dan segala macam,” katanya.
Kata dia, dinas harus bekerja dulu untuk melihat ke lapangan dan harus dibagaimanakan gula merah itu. Sebelumnya perajin gula merah Dawan juga tersaingi beredarnya gula oplosan dari luar Bali yang diolah mirip gula Dawan. Harganya pun lebih murah yakni Rp 15.000/kg, sedangkan harga gula Dawan Rp 20.000/kg. Kondisi ini sempat membuat perajin gula mengeluh dan menyampaikan aspirasi kepada aparat desa setempat. Menindaklanjuti keluhan itu akhirnya aparat desa mengundang sejumlah pengepul di pasaran untuk diajak duduk bersama sekaligus diberikan contoh mana gula Dawan yang asli dan mana gula oplosan. Sehingga kondisi di pasaran bisa kembali stabil, untuk pemasaran dipasok oleh pengepul.*wan
Keuntungan membuat aneka gula olahan itu memang jauh lebih tinggi. Perbedaaannya hanya dalam proses pengendapan saja menggunakan alat cetakan berbahan karet. “Cetakan dalam bentuk jantung yang paling dicari oleh pembeli, sekali pesan untuk acara resepsi bisa mencapai 500 biji,” ujarnya.
Disebutkan, gagasan membuat gula cetakan ini diinspirasi dari seorang peneliti bernama John dari Australia sejak tahun 2013. Dia tertarik meneliti gula tersebut dan mengembangkan dengan berbagai bentuk, bahkan John juga memberikan alat cetakan ke sejumlah perajin. Wirasmini yang juga Ketua Kelompok Wanita Tani Sari Kelapa (gula merah) Desa Besan, mengatakan untuk pemasaran gula merah ini berharap ada peran serta pemerintah. Jumlah perajin gula merah terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Padahal di era 1990-an hampir semua kepala keluarga (KK) di Desa Besan menekuni kerajinan gula merah. “Kini perajin yang masih aktif sekitar 50 orang saja, regenerasi pun juga minim karena lebih banyak bekerka di sektor swasta,” ujarnya.
I Gede Agus Ovan Diputra,29, anak semata wayang dari Wirasmini mengaku lebih memilih bekerja sebagai pegawai. Mengingat untuk mencari bahan baku gula merah berupa nira (sari) kelapa sangat berisiko tinggi, karena harus memanjat pohon. “Terlebih sekarang musim hujan jadi licin naik pohon kelapa,” ujarnya. Untuk saat ini yang mencari nira kelapa dilakukan ayahnya, I Nyoman Sarta.
Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta mengatakan gula merah ini akan dimasukkan ke dalam program inovasi. Seperti halnya pengembangan garam lokal menjadi garam beryodium, Tempat Olah Sampah Sementara (TOSS) diolah menjadi bahan bakar listrik dan lainnya. Hanya saja waktunya terbatas baru tiga tahun bekerja dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sendiri. “Sehingga waktu tiga tahun ini sangat kurang sekali, nanti gula merah akan masuk ke sana. Saya sudah dapatkan contoh seperti gula semut dan segala macam,” katanya.
Kata dia, dinas harus bekerja dulu untuk melihat ke lapangan dan harus dibagaimanakan gula merah itu. Sebelumnya perajin gula merah Dawan juga tersaingi beredarnya gula oplosan dari luar Bali yang diolah mirip gula Dawan. Harganya pun lebih murah yakni Rp 15.000/kg, sedangkan harga gula Dawan Rp 20.000/kg. Kondisi ini sempat membuat perajin gula mengeluh dan menyampaikan aspirasi kepada aparat desa setempat. Menindaklanjuti keluhan itu akhirnya aparat desa mengundang sejumlah pengepul di pasaran untuk diajak duduk bersama sekaligus diberikan contoh mana gula Dawan yang asli dan mana gula oplosan. Sehingga kondisi di pasaran bisa kembali stabil, untuk pemasaran dipasok oleh pengepul.*wan
1
Komentar