MUTIARA WEDA : Samkhya dan Yoga
Arjuna berkata: Wahai Krishna, jika jalan pengetahuan lebih baik dibandingkan jalan karma, lalu mengapa Engkau menghendaki agar aku melakukan tindakan yang mengerikan ini?
Arjuna uvāca
Jyāyasi cet karmanas te matā buddhir janārdana,
Tat kim karmani ghore mām niyojayasi kesava.
(Bhagavad-gita, 3.1)
DALAM proses belajar, mempelajari sesuatu dari hal yang paling dasar sampai yang tertinggi merupakan metode yang paling ideal. Setiap orang diajarkan dari dasar agar materi tersebut bisa dipahami dengan baik. Belajar tidak ubahnya seperti naik tangga, semuanya dimulai dari tangga terbawah menuju tingkat berikutnya sampai tangga terakhir. Hanya dengan cara itu pengetahuan bisa dikuasai dengan baik dan terstruktur. Namun, apa yang diajarkan oleh para Guru dan Maharsi zaman kuno tidak demikian. Mereka senantiasa mengajarkan sesuatu dari tangga tertinggi. Hampir sebagian besar teks mengajarkan bahwa kesimpulan dari apa yang diajarkan ada di depan. Tidak terkecuali Krishna mengajarkan pelajaran rahasia kepada Arjuna.
Setelah Krishna mendengar dengan seksama penderitaan yang dirasakan oleh Arjuna di tengah-tengah medan Kuruksetra, Krishna langsung mengajarkan Samkhya dengan harapan Arjuna segera mampu mengakhiri penderitaannya. Krishna mengajari Arjuna diawali dengan Samkhya pada bab II Bhagavad-gita, bahwa hanya jalan pengetahuan saja yang mampu membebaskan manusia dari penderitaan. Namun, rupanya setelah Krishna selesai menyampaikan ajarannya, Arjuna belum memahaminya, sehingga dia langsung bertanya, “jika memang jalan pengetahuan adalah jalan tertinggi, lalu mengapa Arjuna diminta melanjutkan peperangan itu?” Bukankah melepaskan diri dari semua tindakan akan lebih baik ketimbang sibuk dalam pertempuran yang mengerikan?
Mendengar pertanyaan itu, Krishna menyadari bahwa Arjuna sama sekali tidak mengerti dengan ajaran Samkhya, sebab jika seandainya dia mengerti, pertanyaan itu tidak akan lagi muncul. Bagaimana mungkin seseorang yang mengerti di jalan pengetahuan akan bertanya lagi? Ini bukan berarti bahwa orang yang telah paham di jalan pengetahuan akan memiliki semua jawaban atas semua pertanyaan, melainkan setiap pertanyaan sudah tidak muncul lagi sehingga tidak ada lagi yang perlu dijawab. Jika orang paham, maka pertanyaan akan berakhir. Pertanyaan muncul hanya ketika orang belum paham.
Rupanya, Arjuna tidak concern dengan ajaran Samkhya. Apa yang menjadi concern-nya adalah menemukan justifikasi atas kelemahannya. Arjuna ingin melarikan diri dari peperangan itu, dan untuk menemukan pembenaran, dia mulai berbicara tentang tata cara Brahmana di dalam menjalankan kehidupan. Karena Arjuna tidak sanggup melakukan perang yang sebenarnya sejak awal dia persiapkan, dia mengatakan tentang Ahimsa, dosa membunuh sanak famili dan yang lainnya, dan ini adalah tata cara hidup seorang Brahmana, bukan cara-cara Ksatria. Mendengar Arjuna berbicara tata cara kehiudpan Brahmana, Krishna merespons-nya dengan memberikan jalan sebagaimana kehidupan Brahmana terapkan. Krishna mengajarkan jalan pengetahuan, jalan yang menegasi segala tindakan.
Jika seandainya Arjuna mengerti jalan yang diajarkan Krishna tentang Samkhya ini, mungkin Bhagavad-gita akan berakhir pada bab 2 ini saja, sebab Arjuna tidak lagi bertanya. Mendengar pertanyaan di atas, Krishna pun mulai menurunkan grade ajarannya. Karena Arjuna belum paham, Krishna mesti harus berbicara dari dasar kembali. Arjuna masih tetap ingin mencari jawaban bahwa melarikan diri dari tugas yang dibebankan di pundaknya adalah benar. Memang setiap tindakan yang dilakukan memerlukan justifikasi. Hampir 95 persen orang melakukannya. Freud pernah mengatakan yang sama, bahwa niat untuk mengerjakan sesuatu muncul duluan dan kemudian baru diupayakan rasionalisasinya. Setiap tindakan yang dilakukan, apakah tujuan itu untuk menipu, menolong, baik atau buruk selalu membutuhkan justifikasi agar tindakan tersebut tampak benar.
Arjuna ternyata tidak berbeda dari manusia biasa yang membutuhkan justifikasi seperti itu. Concern-nya adalah menemukan justifikasi bahwa melarikan diri dari perang itu benar, bukan ajaran Samkhya. Setelah Krishna membeberkan ajaran pengetahuan, Arjuna tetap mendesak Krishna mengapa harus melakukan tindakan bodoh yang mengerikan tersebut. Atas pertanyaan tersebut Krishna pun banting haluan mengajarkan cara lain pada bab tiga, yakni cara Yoga. Memang, secara mendasar, ada dua poros ajaran di dunia, yakni jalan Samhkya dan Yoga. Setelah ajaran Samhkya atau jalan pengetahuan tidak mempan membuat Arjuna paham, Krishna pun menjelaskan ajaran Yoga atau jalan tindakan pada bab ketiga. *
I Gede Suwantana
Direktur Indra Udayana Institute of Vedanta
Tat kim karmani ghore mām niyojayasi kesava.
(Bhagavad-gita, 3.1)
DALAM proses belajar, mempelajari sesuatu dari hal yang paling dasar sampai yang tertinggi merupakan metode yang paling ideal. Setiap orang diajarkan dari dasar agar materi tersebut bisa dipahami dengan baik. Belajar tidak ubahnya seperti naik tangga, semuanya dimulai dari tangga terbawah menuju tingkat berikutnya sampai tangga terakhir. Hanya dengan cara itu pengetahuan bisa dikuasai dengan baik dan terstruktur. Namun, apa yang diajarkan oleh para Guru dan Maharsi zaman kuno tidak demikian. Mereka senantiasa mengajarkan sesuatu dari tangga tertinggi. Hampir sebagian besar teks mengajarkan bahwa kesimpulan dari apa yang diajarkan ada di depan. Tidak terkecuali Krishna mengajarkan pelajaran rahasia kepada Arjuna.
Setelah Krishna mendengar dengan seksama penderitaan yang dirasakan oleh Arjuna di tengah-tengah medan Kuruksetra, Krishna langsung mengajarkan Samkhya dengan harapan Arjuna segera mampu mengakhiri penderitaannya. Krishna mengajari Arjuna diawali dengan Samkhya pada bab II Bhagavad-gita, bahwa hanya jalan pengetahuan saja yang mampu membebaskan manusia dari penderitaan. Namun, rupanya setelah Krishna selesai menyampaikan ajarannya, Arjuna belum memahaminya, sehingga dia langsung bertanya, “jika memang jalan pengetahuan adalah jalan tertinggi, lalu mengapa Arjuna diminta melanjutkan peperangan itu?” Bukankah melepaskan diri dari semua tindakan akan lebih baik ketimbang sibuk dalam pertempuran yang mengerikan?
Mendengar pertanyaan itu, Krishna menyadari bahwa Arjuna sama sekali tidak mengerti dengan ajaran Samkhya, sebab jika seandainya dia mengerti, pertanyaan itu tidak akan lagi muncul. Bagaimana mungkin seseorang yang mengerti di jalan pengetahuan akan bertanya lagi? Ini bukan berarti bahwa orang yang telah paham di jalan pengetahuan akan memiliki semua jawaban atas semua pertanyaan, melainkan setiap pertanyaan sudah tidak muncul lagi sehingga tidak ada lagi yang perlu dijawab. Jika orang paham, maka pertanyaan akan berakhir. Pertanyaan muncul hanya ketika orang belum paham.
Rupanya, Arjuna tidak concern dengan ajaran Samkhya. Apa yang menjadi concern-nya adalah menemukan justifikasi atas kelemahannya. Arjuna ingin melarikan diri dari peperangan itu, dan untuk menemukan pembenaran, dia mulai berbicara tentang tata cara Brahmana di dalam menjalankan kehidupan. Karena Arjuna tidak sanggup melakukan perang yang sebenarnya sejak awal dia persiapkan, dia mengatakan tentang Ahimsa, dosa membunuh sanak famili dan yang lainnya, dan ini adalah tata cara hidup seorang Brahmana, bukan cara-cara Ksatria. Mendengar Arjuna berbicara tata cara kehiudpan Brahmana, Krishna merespons-nya dengan memberikan jalan sebagaimana kehidupan Brahmana terapkan. Krishna mengajarkan jalan pengetahuan, jalan yang menegasi segala tindakan.
Jika seandainya Arjuna mengerti jalan yang diajarkan Krishna tentang Samkhya ini, mungkin Bhagavad-gita akan berakhir pada bab 2 ini saja, sebab Arjuna tidak lagi bertanya. Mendengar pertanyaan di atas, Krishna pun mulai menurunkan grade ajarannya. Karena Arjuna belum paham, Krishna mesti harus berbicara dari dasar kembali. Arjuna masih tetap ingin mencari jawaban bahwa melarikan diri dari tugas yang dibebankan di pundaknya adalah benar. Memang setiap tindakan yang dilakukan memerlukan justifikasi. Hampir 95 persen orang melakukannya. Freud pernah mengatakan yang sama, bahwa niat untuk mengerjakan sesuatu muncul duluan dan kemudian baru diupayakan rasionalisasinya. Setiap tindakan yang dilakukan, apakah tujuan itu untuk menipu, menolong, baik atau buruk selalu membutuhkan justifikasi agar tindakan tersebut tampak benar.
Arjuna ternyata tidak berbeda dari manusia biasa yang membutuhkan justifikasi seperti itu. Concern-nya adalah menemukan justifikasi bahwa melarikan diri dari perang itu benar, bukan ajaran Samkhya. Setelah Krishna membeberkan ajaran pengetahuan, Arjuna tetap mendesak Krishna mengapa harus melakukan tindakan bodoh yang mengerikan tersebut. Atas pertanyaan tersebut Krishna pun banting haluan mengajarkan cara lain pada bab tiga, yakni cara Yoga. Memang, secara mendasar, ada dua poros ajaran di dunia, yakni jalan Samhkya dan Yoga. Setelah ajaran Samhkya atau jalan pengetahuan tidak mempan membuat Arjuna paham, Krishna pun menjelaskan ajaran Yoga atau jalan tindakan pada bab ketiga. *
I Gede Suwantana
Direktur Indra Udayana Institute of Vedanta
1
Komentar