Banjar Adat Gelar Pacaruan dan Guru Piduka
Terkait Kasus Pembongkaran Sarana Pangrapuh
SINGARAJA, NusaBali
Banjar Adat Kajanan, Desa Pakraman Pengelatan, Kecamatan Buleleng, memutuskan menggelar upacara pacaruan sekaligus guru piduka, menyusul kejadian pembongkaran sarana pangrapuh upacara Pitra Yadnya ngaben massal di setra setempat, pada Selasa (23/1) pagi. Upacara pacauran dan guru piduka digelar sebagai bentuk pembersihan secara niskala karena aksi pembongkaran itu dianggap leteh (kotor), termasuk wujud permohonan maaf atas kejadian tersebut.
Sedangkan pihak Keluarga Dadia Pasek Gelgel Sibang Kaja atas petunjuk dari Sulinggih yang muput prosesi ngaben massal itu menganggap pembongkaran sarana pangrapuh itu tidak ada hubungannya dengan upacara ngaben massal. Sehingga tidak ada lagi upacara khusus yang dilakukan terkait dengan pembongkaran sarana pangrapuh tersebut.
Kelian Banjar Adat Kajanan, Made Gina yang dikonfirmasi Rabu (24/1) mengatakan, upacara pacaruan sekaligus guru piduka digelar ulun setra Banjar Adat Kajanan, pada Wraspati Kliwon Menail, Kamis (25/1) hari ini, sekitar pukul 16.00 Wita. “Karena ini sudah menggali di setra, tempat yang pingit (keramat), tentu bekas galian itu kami buatkan upacara. Ya pacaruan dan guru piduka itu, ini sebagai simbol pembersihan sekaligus wujud permohonan maaf kami dengan kejadian tersebut,” katanya.
Masih kata Kelian Banjar Adat Made Gina, dalam upacara pecaruan dan guru piduka itu, rencananya pemulung Anis Pujiono selaku pelaku penggalian sarana pangrapuh juga dihadirkan, agar mengetahui tidak semua barang di setra bisa diambil sebagai barang rongsokan. Di samping itu kejadian menggali setra juga tidak boleh sembarangan, sehingga perlu dibuatkan upacara. “Jadi hasil rembug dengan para tokoh, pelaku (pemulung Anis Pujiono,red) kita hadirkan agar yang bersangkutan tidak mengulangi lagi perbuatannya. Sehingga pemulung itu bisa paham tentang kesakralan setra, artinya tidak sembarangan mengambil barang walaupun itu bekas di dalam setra, apalagi ini menggali di setra,” jelas Gina.
Made Gina juga mengungkapkan, dari hasil rembug dengan pihak Keluarga Dadia Pasek Gelgel Sibang Kaja, dimana pihak keluarga Dadia menyerahkan prosesi upacara pecaruan dan guru piduka itu kepada pihak Banjar Adat. Karena pihak keluarga Dadia beranggapan kasus pembongkaran sarana pangrapuh itu tidak ada kaitannya dengan upacara ngaben massal. “Dari pihak keluarga Dadia, sudah menyerahkan kepada kami di Banjar Adat. Dari hasil minta petunjuk kepada Sulinggih yang muput, dikatakan prosesi ngaben massal itu sudah selesai, sehingga pembongkaran sarana pangrapuh itu tidak ada hubungannya lagi dengan ngaben massal. Jadi pihak keluarga Dadia juga tidak membuat upacara lainnya lagi,” ungkapnya.
Sementara Kepala Desa (Perbekel) Pengelatan Nyoman Budarsa menyatakan, pihak keluarga Dadia maupun pihak adat tidak menuntut apapun terhadap pelaku Anis Pujiono. Hanya saja, pihak keluarga dan pihak Banjar Adat menyerahkan sepenuhnya pada pihak kepolisian. “Kalau dari kami, pihak keluarga Dadia maupun dari pihak ada, tidak ada menuntut apapun, pelaku kami serahkan pada aparat kepolisian, entah nanti diproses hukum, atau dilakukan pembinaan saja, terserah pada pihak kepolisian,” katanya.
Terkait dengan keselamatan Anis Pujiono yang hendak dihadirkan dalam upacara pacaruan dan guru piduka, Kamis hari ini, Perbekel Budarsa menegaskan tidak akan terjadi sesuatu. Karena prosesi upacara itu tidak melibatkan masyarakat banyak. “Kalau keselamatan, kami jamin tidak akan terjadi sesuatu, karena dari pihak keluarga Dadia juga tidak mempermasalhkan, karena sudah dianggap tidak ada hubungannya dengan ngaben massal,” tandasnya.
Kejadian pembongkaran saranan pangrapuh upacara Pitra Yadnya ngaben massal dari Keluarga Dadia Pasek Gelgel Sibang Kaja, terbilang kasus nyeleneh. Karena pembongkaran dilakukan selang empat hari setelah puncak upacara pada Sukra Wage Uye, Jumat (19/1). Sedangkan keseluruhan prosesi dengan upacara nyidakarya sebagai penutup ngaben massal berlangsung pada Soma Paing Menail, Senin (22/1). Dalam upacara Pitra Yadnyan ngaben massal itu jumlah sawa yang diupacara sebanyak 38 sawa, 1 ngelungah, dan 37 ngerapuh.*k19
Sedangkan pihak Keluarga Dadia Pasek Gelgel Sibang Kaja atas petunjuk dari Sulinggih yang muput prosesi ngaben massal itu menganggap pembongkaran sarana pangrapuh itu tidak ada hubungannya dengan upacara ngaben massal. Sehingga tidak ada lagi upacara khusus yang dilakukan terkait dengan pembongkaran sarana pangrapuh tersebut.
Kelian Banjar Adat Kajanan, Made Gina yang dikonfirmasi Rabu (24/1) mengatakan, upacara pacaruan sekaligus guru piduka digelar ulun setra Banjar Adat Kajanan, pada Wraspati Kliwon Menail, Kamis (25/1) hari ini, sekitar pukul 16.00 Wita. “Karena ini sudah menggali di setra, tempat yang pingit (keramat), tentu bekas galian itu kami buatkan upacara. Ya pacaruan dan guru piduka itu, ini sebagai simbol pembersihan sekaligus wujud permohonan maaf kami dengan kejadian tersebut,” katanya.
Masih kata Kelian Banjar Adat Made Gina, dalam upacara pecaruan dan guru piduka itu, rencananya pemulung Anis Pujiono selaku pelaku penggalian sarana pangrapuh juga dihadirkan, agar mengetahui tidak semua barang di setra bisa diambil sebagai barang rongsokan. Di samping itu kejadian menggali setra juga tidak boleh sembarangan, sehingga perlu dibuatkan upacara. “Jadi hasil rembug dengan para tokoh, pelaku (pemulung Anis Pujiono,red) kita hadirkan agar yang bersangkutan tidak mengulangi lagi perbuatannya. Sehingga pemulung itu bisa paham tentang kesakralan setra, artinya tidak sembarangan mengambil barang walaupun itu bekas di dalam setra, apalagi ini menggali di setra,” jelas Gina.
Made Gina juga mengungkapkan, dari hasil rembug dengan pihak Keluarga Dadia Pasek Gelgel Sibang Kaja, dimana pihak keluarga Dadia menyerahkan prosesi upacara pecaruan dan guru piduka itu kepada pihak Banjar Adat. Karena pihak keluarga Dadia beranggapan kasus pembongkaran sarana pangrapuh itu tidak ada kaitannya dengan upacara ngaben massal. “Dari pihak keluarga Dadia, sudah menyerahkan kepada kami di Banjar Adat. Dari hasil minta petunjuk kepada Sulinggih yang muput, dikatakan prosesi ngaben massal itu sudah selesai, sehingga pembongkaran sarana pangrapuh itu tidak ada hubungannya lagi dengan ngaben massal. Jadi pihak keluarga Dadia juga tidak membuat upacara lainnya lagi,” ungkapnya.
Sementara Kepala Desa (Perbekel) Pengelatan Nyoman Budarsa menyatakan, pihak keluarga Dadia maupun pihak adat tidak menuntut apapun terhadap pelaku Anis Pujiono. Hanya saja, pihak keluarga dan pihak Banjar Adat menyerahkan sepenuhnya pada pihak kepolisian. “Kalau dari kami, pihak keluarga Dadia maupun dari pihak ada, tidak ada menuntut apapun, pelaku kami serahkan pada aparat kepolisian, entah nanti diproses hukum, atau dilakukan pembinaan saja, terserah pada pihak kepolisian,” katanya.
Terkait dengan keselamatan Anis Pujiono yang hendak dihadirkan dalam upacara pacaruan dan guru piduka, Kamis hari ini, Perbekel Budarsa menegaskan tidak akan terjadi sesuatu. Karena prosesi upacara itu tidak melibatkan masyarakat banyak. “Kalau keselamatan, kami jamin tidak akan terjadi sesuatu, karena dari pihak keluarga Dadia juga tidak mempermasalhkan, karena sudah dianggap tidak ada hubungannya dengan ngaben massal,” tandasnya.
Kejadian pembongkaran saranan pangrapuh upacara Pitra Yadnya ngaben massal dari Keluarga Dadia Pasek Gelgel Sibang Kaja, terbilang kasus nyeleneh. Karena pembongkaran dilakukan selang empat hari setelah puncak upacara pada Sukra Wage Uye, Jumat (19/1). Sedangkan keseluruhan prosesi dengan upacara nyidakarya sebagai penutup ngaben massal berlangsung pada Soma Paing Menail, Senin (22/1). Dalam upacara Pitra Yadnyan ngaben massal itu jumlah sawa yang diupacara sebanyak 38 sawa, 1 ngelungah, dan 37 ngerapuh.*k19
1
Komentar