Bupati Jombang Ditangkap
Pasca ditangkap KPK, Nyono Suharli Wihandoko langsung mundur dari jabatan Bupati Jombang dan Ketua DPD I Golkar Jatim
Disuap dengan Uang Hasil Pungli
JAKARTA, NusaBali
Satu lagi kepala daerah yang ditangkap KPK melalui operasi tangkap tangan (OTT), karena kasus suap. Kali ini, giliran Bupati Jombang, Jawa Timur, Nyono Suharli Wihandoko, 56, yang ditangkap KPK, Sabtu (3/2) sore, atas dugaan suap terkait penetapan jabatan definitif Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Jombang. Meski ditangkap KPK, Bupati Nyono Suharli tetap diusung parpol koalisi tarung ke Pilkada Jombang 2018.
Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, mengatakan selain menangkap Bupati Nyono Suharli, pihaknya juga mengamankan Plt Kadis Kesehatan Jombang, Inna Sulistyowati, yang diduga memberi suap agar ditetapkan secara definitif menjadi Kadis Kesehatan. Kedua orang ini sudah resmi ditetapkan sebagai tersangka, Minggu (4/2).
Bupati Nyono Suharli sendiri ditangkap KPK di Stasiun Solo Balapan, Sabtu sore sekitar pukul 17.00 WIB. Dari tangan bupati, KPK mengamankan uang tunai Rp 25,5 juta dan 9.500 dolar AS. Uang pecahan rupiah diduga merupakan sisa dari pemberian Inna Sulistyowati. Sebelum penangkapan Bupati Nyono Surali, KPK sudah lebih dulu mengamankan Inna Sulistyowati dari sebuah apartemen di Surabaya, Sabtu pagi pukul 09.00 WIB.
Menurut Laode Syarif, ada dua kali pemberian suap dari Inna Selestyowati ke Bupati Nyono Suharli. Pemberian pertama, sebesar Rp 200 juta yang dimaksudkan agar Bupati Nyono menetapkan Inna Sulistyowati sebagai Kadis Kesehatan Jombang definitif, setelah sebelumnya berstus Plt.
"Uang yang diserahkan IS (Inna Sulistyowati) kepada NSW (Bupati Nyono Suharli) diduga berasal dari kutipan jasa pelayanan kesehatan atau dana kapitasi dari 34 Puskesmas di Jombang, yang dikumpulkan sejak Juni 2017. Total duit sekitar Rp 434 juta, dengan pembagian 1 persen untuk Paguyuban Puskesmas se-Jombang, 1 persen untuk Kepala Dinas Kesehatan, dan 5 persen untuk Bupati," beber Laode Syarif dalam keterangan persnya di Kantor KPK, Jakarta, Minggu kemarin.
"Atas dana yang terkumpul tersebut, IS telah menyerahkan kepada NSW sebesar Rp 200 juta pada Desember 2017 lalu," imbuhnya. Kemudian, pemberian kedua yaitu Rp 75 juta. Pemberian itu sebagian digunakan Bupati Nyono untuk kepentingan kampanye Pilkada Jombang 2018.
"Selain itu, IS juga membantu penerbitan izin operasional sebuah rumah sakit swasta di Jombang dan meminta pungli izin. Dari pungli tersebut, diduga telah diserahkan kepada NSW sebesar Rp 75 juta pada 1 Februari 2018. Diduga sekitar Rp 50 juta telah digunakan NSW untuk membayar iklan terkait rencananya maju ke Pilkada Jombang 2018," sebut Laode Syarif.
Laode Syarif menegaskan, uang suap yang diterima Bupati Nyono berasal dari pungutan liar (pungli) di tingkat Puskesmas. "Yang sangat memprihatinkan adalah bahwa sumber suap diduga berasal dari kutipan pungli perizinan dan jasa pelayanan kesehatan atau dana kapitasi, yang seharusnya menjadi hak masyarakat jika dimanfaatkan dengan baik dan benar untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP)," katanya.
Menurut Laode Syarif, potensi korupsi di sektor kesehatan pernah menjadi kajian KPK, termasuk tentang dana kapitasi tersebut. Dana yang dikelola cukup besar, hampir Rp 8 triliun per tahun. "Efektivitas dana kapitasi dalam meningkatkan mutu layanan juga masih rendah. Padahal, dana yang disalurkan sangat besar yakni hampir Rp 8 triliun per tahun. Salah satunya, karena tidak adanya alat pengawasan dan pengendalian dana kapitasi," sesal Laode Syarif.
Sedangkan Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah, mengungkap adanya kode 'arisan' untuk pengumpulan uang suap ke Bupati Nyono Suharli. Kode itu dipakai oleh level kepala dinas ke bawahannya. "Dalam komunikasi-komunikasi, digunakan kode arisan untuk pengumpulan uang tersebut di level kadis ke bawah," jelas Febri Diansyah, Minggu kemarin.
Atas perbuatannya, Bupati Nyono dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan tersangka Inna Selestyowati dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Bupati Nyono Suharli Wihandoko langsung menyatakan mundur dari jabatan Bupati Jombang, setelah ditangkap KPK atas dugaan suap. Bupati Nyono juga mundur dari jabatan sebagai Ketua DPD I Golkar Jatim. "Otomatis kalau saya ya harus mundur, ya DPD I Golkar Jatim maupun Bupati Jombang," ujar Bupati Nyono dilansir detikcom sesaat sebelum memasuki mobil tahanan KPK di Jakarta, Minggu kemarin. "Saya ikhlas, karena saya merasa bersalah. Itu melanggar ketentuan hukum, sehingga perjalanan ini yang harus dilakukan dan kita ikuti perjalanan ini," lanjutnya.
Ini berbeda dengan pernyataan Bupati Nyono sebelumnya, yang mengaku tidak tahu uang yang diterimanya melanggar aturan. Uang suap itu diterima Bupati Nyono dari Plt Kadis Kesehatan Jombang, Inna Sulistyowati. Sialnya, uang itu dihimpun dari pungli dana kapitasi. "Saya tidak tahu kalau itu menyalahi aturan," tandas politisi Golkar kelahiran 8 November 1962 ini.
Di sisi lain, Ketua Umum DPP Golkar Airlangga Hartarto mengatakan partainya baru akan mengambil sikap tegas, setelah ada penjelasan dari KPK mengenai ka-sus yang menjerat Bupati Jombang. "Untuk Bupati Jombang, setelah ada penjelasan resmi dari KPK, tentu DPP Golkar akan mengambil langkah penyelamatan DPD Jatim secara tegas, sesuai dengan tema Partai Golkar," ujar Airlangga, Minggu kemarin.
Sedangkan Sekretaris Pemenangan Pemilu DPD I Golkar Jatim, Aan Ainur Rofiq, mengatakan, partainya akan mengumumkan Plt Ketua DPD I Golkar Jatim, pasca penangkapan sang nakhoda Nyono Suharli. Selain mengumumkan Plt Ketua DPD I Golkar Jatim, pihaknya juga akan membahas langkah selanjutnya yang akan diambil.
"SK Plt (Ketua DPD I Golkar Jatim, Red) baru akan kami terima dan diumumkan sekitar pukul 16.00 WIB oleh Pak Ibnu Munzil, Kabid Kepartaian DPP Golkar," tandas Aan. Namun, Aan mengaku tidak tahu menahu siapa yang ditunjuk jadi Plt Ketua DPD I Golkar Jatim.
Meski ditangkap KPK dan resmi jadi tersangka, Bupati Nyono Suharli tetap diu-sung partai koalisinya sebagai Cabup ke Pilkada Jombang 2018. Masalahnya, tidak adanya dasar hukum untuk mengganti Nyono Suharli. Dalam Pilkada Jombang 2018, Nyono Suharli berpasangan dengan Subaidi di posisi Cawabup. Paket Nyono Suharli-Subaidi diusung PKB-PK-NasDem-PAN-Golkar.
"Kami partai koalisi tetap mengusung Pak Nyono dan Pak Subaidi sebagai Calon Cupati dan Wakil Bupati di Pilkada Jombang 2018. Kami partai koalisi tetap komitmen, semakin bersemangat dan kompak," ujar Ketua DPC PKB Jombang, Mas'ud Zuremi, Minggu petang. "Status tersangka belum mempunyai kekuatan hukum tetap. Ini tak bisa diganti oleh partai, juga tak bisa mengundurkan diri. KPU pun tak bisa membatalkan ini, tak punya dasar." *
JAKARTA, NusaBali
Satu lagi kepala daerah yang ditangkap KPK melalui operasi tangkap tangan (OTT), karena kasus suap. Kali ini, giliran Bupati Jombang, Jawa Timur, Nyono Suharli Wihandoko, 56, yang ditangkap KPK, Sabtu (3/2) sore, atas dugaan suap terkait penetapan jabatan definitif Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Jombang. Meski ditangkap KPK, Bupati Nyono Suharli tetap diusung parpol koalisi tarung ke Pilkada Jombang 2018.
Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, mengatakan selain menangkap Bupati Nyono Suharli, pihaknya juga mengamankan Plt Kadis Kesehatan Jombang, Inna Sulistyowati, yang diduga memberi suap agar ditetapkan secara definitif menjadi Kadis Kesehatan. Kedua orang ini sudah resmi ditetapkan sebagai tersangka, Minggu (4/2).
Bupati Nyono Suharli sendiri ditangkap KPK di Stasiun Solo Balapan, Sabtu sore sekitar pukul 17.00 WIB. Dari tangan bupati, KPK mengamankan uang tunai Rp 25,5 juta dan 9.500 dolar AS. Uang pecahan rupiah diduga merupakan sisa dari pemberian Inna Sulistyowati. Sebelum penangkapan Bupati Nyono Surali, KPK sudah lebih dulu mengamankan Inna Sulistyowati dari sebuah apartemen di Surabaya, Sabtu pagi pukul 09.00 WIB.
Menurut Laode Syarif, ada dua kali pemberian suap dari Inna Selestyowati ke Bupati Nyono Suharli. Pemberian pertama, sebesar Rp 200 juta yang dimaksudkan agar Bupati Nyono menetapkan Inna Sulistyowati sebagai Kadis Kesehatan Jombang definitif, setelah sebelumnya berstus Plt.
"Uang yang diserahkan IS (Inna Sulistyowati) kepada NSW (Bupati Nyono Suharli) diduga berasal dari kutipan jasa pelayanan kesehatan atau dana kapitasi dari 34 Puskesmas di Jombang, yang dikumpulkan sejak Juni 2017. Total duit sekitar Rp 434 juta, dengan pembagian 1 persen untuk Paguyuban Puskesmas se-Jombang, 1 persen untuk Kepala Dinas Kesehatan, dan 5 persen untuk Bupati," beber Laode Syarif dalam keterangan persnya di Kantor KPK, Jakarta, Minggu kemarin.
"Atas dana yang terkumpul tersebut, IS telah menyerahkan kepada NSW sebesar Rp 200 juta pada Desember 2017 lalu," imbuhnya. Kemudian, pemberian kedua yaitu Rp 75 juta. Pemberian itu sebagian digunakan Bupati Nyono untuk kepentingan kampanye Pilkada Jombang 2018.
"Selain itu, IS juga membantu penerbitan izin operasional sebuah rumah sakit swasta di Jombang dan meminta pungli izin. Dari pungli tersebut, diduga telah diserahkan kepada NSW sebesar Rp 75 juta pada 1 Februari 2018. Diduga sekitar Rp 50 juta telah digunakan NSW untuk membayar iklan terkait rencananya maju ke Pilkada Jombang 2018," sebut Laode Syarif.
Laode Syarif menegaskan, uang suap yang diterima Bupati Nyono berasal dari pungutan liar (pungli) di tingkat Puskesmas. "Yang sangat memprihatinkan adalah bahwa sumber suap diduga berasal dari kutipan pungli perizinan dan jasa pelayanan kesehatan atau dana kapitasi, yang seharusnya menjadi hak masyarakat jika dimanfaatkan dengan baik dan benar untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP)," katanya.
Menurut Laode Syarif, potensi korupsi di sektor kesehatan pernah menjadi kajian KPK, termasuk tentang dana kapitasi tersebut. Dana yang dikelola cukup besar, hampir Rp 8 triliun per tahun. "Efektivitas dana kapitasi dalam meningkatkan mutu layanan juga masih rendah. Padahal, dana yang disalurkan sangat besar yakni hampir Rp 8 triliun per tahun. Salah satunya, karena tidak adanya alat pengawasan dan pengendalian dana kapitasi," sesal Laode Syarif.
Sedangkan Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah, mengungkap adanya kode 'arisan' untuk pengumpulan uang suap ke Bupati Nyono Suharli. Kode itu dipakai oleh level kepala dinas ke bawahannya. "Dalam komunikasi-komunikasi, digunakan kode arisan untuk pengumpulan uang tersebut di level kadis ke bawah," jelas Febri Diansyah, Minggu kemarin.
Atas perbuatannya, Bupati Nyono dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan tersangka Inna Selestyowati dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Bupati Nyono Suharli Wihandoko langsung menyatakan mundur dari jabatan Bupati Jombang, setelah ditangkap KPK atas dugaan suap. Bupati Nyono juga mundur dari jabatan sebagai Ketua DPD I Golkar Jatim. "Otomatis kalau saya ya harus mundur, ya DPD I Golkar Jatim maupun Bupati Jombang," ujar Bupati Nyono dilansir detikcom sesaat sebelum memasuki mobil tahanan KPK di Jakarta, Minggu kemarin. "Saya ikhlas, karena saya merasa bersalah. Itu melanggar ketentuan hukum, sehingga perjalanan ini yang harus dilakukan dan kita ikuti perjalanan ini," lanjutnya.
Ini berbeda dengan pernyataan Bupati Nyono sebelumnya, yang mengaku tidak tahu uang yang diterimanya melanggar aturan. Uang suap itu diterima Bupati Nyono dari Plt Kadis Kesehatan Jombang, Inna Sulistyowati. Sialnya, uang itu dihimpun dari pungli dana kapitasi. "Saya tidak tahu kalau itu menyalahi aturan," tandas politisi Golkar kelahiran 8 November 1962 ini.
Di sisi lain, Ketua Umum DPP Golkar Airlangga Hartarto mengatakan partainya baru akan mengambil sikap tegas, setelah ada penjelasan dari KPK mengenai ka-sus yang menjerat Bupati Jombang. "Untuk Bupati Jombang, setelah ada penjelasan resmi dari KPK, tentu DPP Golkar akan mengambil langkah penyelamatan DPD Jatim secara tegas, sesuai dengan tema Partai Golkar," ujar Airlangga, Minggu kemarin.
Sedangkan Sekretaris Pemenangan Pemilu DPD I Golkar Jatim, Aan Ainur Rofiq, mengatakan, partainya akan mengumumkan Plt Ketua DPD I Golkar Jatim, pasca penangkapan sang nakhoda Nyono Suharli. Selain mengumumkan Plt Ketua DPD I Golkar Jatim, pihaknya juga akan membahas langkah selanjutnya yang akan diambil.
"SK Plt (Ketua DPD I Golkar Jatim, Red) baru akan kami terima dan diumumkan sekitar pukul 16.00 WIB oleh Pak Ibnu Munzil, Kabid Kepartaian DPP Golkar," tandas Aan. Namun, Aan mengaku tidak tahu menahu siapa yang ditunjuk jadi Plt Ketua DPD I Golkar Jatim.
Meski ditangkap KPK dan resmi jadi tersangka, Bupati Nyono Suharli tetap diu-sung partai koalisinya sebagai Cabup ke Pilkada Jombang 2018. Masalahnya, tidak adanya dasar hukum untuk mengganti Nyono Suharli. Dalam Pilkada Jombang 2018, Nyono Suharli berpasangan dengan Subaidi di posisi Cawabup. Paket Nyono Suharli-Subaidi diusung PKB-PK-NasDem-PAN-Golkar.
"Kami partai koalisi tetap mengusung Pak Nyono dan Pak Subaidi sebagai Calon Cupati dan Wakil Bupati di Pilkada Jombang 2018. Kami partai koalisi tetap komitmen, semakin bersemangat dan kompak," ujar Ketua DPC PKB Jombang, Mas'ud Zuremi, Minggu petang. "Status tersangka belum mempunyai kekuatan hukum tetap. Ini tak bisa diganti oleh partai, juga tak bisa mengundurkan diri. KPU pun tak bisa membatalkan ini, tak punya dasar." *
1
Komentar