Penyeberangan di Selat Bali Berstatus Awas
Syahbandar merasakan ada keanehan saat cuaca buruk karena hujan deras disertai angin kencang lebih sering terjadi di tengah laut.
Pengusaha Kapal Diminta Segera Laksanakan Pakelem
NEGARA, NusaBali
Penyeberangan di Pelabuhan Ketapang-Gilimanuk atau Selat Bali telah ditetapkan berstatus awas. Status ini dikeluarkan sejak cuaca buruk melanda Bali yang ditandai hujan deras disertai angin kencang. Cuaca buruk memaksa pihak pelabuhan memberlakukan tiga kali sistem buka tutup untuk kenyamanan penyeberangan.
Sistem buka tutup ini diberlakukan pada Minggu (24/1) pada pukul 16.39 Wita hingga pukul 17.40 Wita, Rabu (27/1) pada pukul 15.19 Wita hingga pukul 15.40 Wita, dan Selasa (2/2) pada pukul 18.10 Wita hingga pukul 18.30 Wita.
Syhbandar Gilimanuk, I Nyoman Daelon Wirawan mengatakan, sejak awal tahun 2016 ini, cuaca di jalur penyeberangan Selat Bali sangat mengkhawatirkan. Sering terjadi mendung, hujan deras disertai angin kencang yang sangat membahayakan bagi keselamatan aktivitas penyeberangan. “Makanya nahkoda tetap kami minta harus melapor kondisi setiap saat. Kalau memang sudah berbahaya, harus ditutup,” Daelon, Jumat (5/2).
Menurut syahbandar asal Desa Lokapaksa, Kecamatan Seririt, Buleleleng ini, ada keanehan yang dirasa saat cuaca buruk. Sebab hujan deras sering terjadi di tengah laut. Sempat juga terpantau beberapakali hujan yang hanya turun Giliamnuk. Sedangkan di wilayah utaranya, seperti di Kota Negara, hanya mendung dan tidak sampai turun hujan. Dicontohkan, seperti saat penutupan terakhir, Selasa (2/2) malam. “Aneh baru awal tahun sudah tiga kali buka tutup,” ujarnya.
Terkait cuaca buruk, pihaknya hanya bisa memohon kekuatan niskala agar penyeberangan berjalan aman dan normal. Para pengusaha kapal diajak segera menggelar ritual pakelem. Yakni ritual memohon keselamatan dengan menghaturkan sesajen ke tengah laut sesuai dengan kepercayaan umat Hindu di Bali. Dikatakan, mulang pakelem rutin digelar setiap tahun. Pada tahun 2015, dihaturkan bebek putih panggang dan bebek selem (hitam) hidup. “Kami segera koordinasikan dengan para pengusaha kapal. Namanya kita cari makan di laut, paling tidak harus ingat dengan alam,” ujar penekun spiritual ini.
Sementara Manager Usaha Pelabuhan Gilimanuk, Sugeng Purwono dikonfirmasi terpisah mengaku siap berpartisipasi untuk ritual pakelem itu. Apalagi pakelem merupakan wujud syukur atas karunia yang telah diberikan, serta untuk senantiasa diberikan kelancaran. “Upacara ini sudah berjalan setiap tahun. Ya kami sebagai operator tetap akan memfasilitasi. Tujuannya kan baik,” ujarnya. 7 ode
1
Komentar