Pertama Kali Riskesdas Terintegrasi Susenas BPS
Kementerian Kesehatan RI melalui Badan Litbang Kesehatan menyelenggarakan Rapat Koordinasi Teknis Tingkat Provinsi terkait Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang merupakan siklus lima tahunan. Riskesdas kali ini dinilai spesifik karena telah terintegrasi dengan Susenas Badan Pusat Statisik (BPS).
DENPASAR, NusaBali
“Tujuan dari Riskesdas ini untuk mengetahui perkembangan status kesehatan masyarakat, mengetahui faktor resiko, dan upaya pembangunan kesehatan masyarakat,” ungkap Kepala Pusat Penelitian, Pengembangan Humaniora dan Manajemen Kesehatan Badan Litbang Kemenkes RI, Sugianto SKM MScPH saat Riskesdas yang dilaksanakan di Sanur Paradise Denpasar, Rabu (7/2).
Tentunya riset kesehatan nasional ini dilaksanakan di 34 provinsi di Indonesia. Riset kesehatan dasar tahun 2018, sebut Sugianto, akan sangat spesifik karena riset ini terintegrasi dengan susenas BPS. “Dengan terintegrasi, kita akan lebih baik lagi terutama dalam pemanfaatan hasilnya. Nanti kita bisa menghubungkan hasil-hasil Susenas BPS dengan hasil-hasil dari Riskesdas ini,” imbuhnya.
Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dr Ketut Suarjaya mendukung penuh pelaksanaan Riskesdas di Provinsi Bali. Dia mengungkapkan, pada Riskesdas dan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) tahun 2013, Bali merupakan nomor satu di Indonesia. Bahkan empat diantaranya masuk 10 besar, seperti Gianyar menduduki ranking 1, Kota Denpasar ranking 2, Tabanan ranking 4, Badung dan ranking 9.
“Mudah-mudahan sekarang ini harus begitu juga, dengan riil, valid, tanpa ada rekayasa. Memang riskesdas ini sangat penting untuk kita untuk melihat perkembangan status kesehatan masyarakat dengan faktor determinan, resiko, dan perkembangan upaya kesehatan,” katanya.
Kata dr Suarjaya, ada lima indikator yang merupakan indikator prioritas. Pertama indikator pelayanan, yaitu bagaimana akses pelayanan kesehatan, dan pemanfaatan dan penggunaan jaminan kesehatan nasional. Kedua yaitu indikator perilaku, seperti persentase merokok, kebersihan lingkungan, pemanfaatan sampah, dan olahraga. “Kalau indikator lingkungan itu berkutat tentang masalah akses air bersih dan jamban keluarga,” katanya.
Sedangkan indikator pemeriksaan biomedik seperti pemeriksaan darah, gula darah, HB, dan sejenisnya. Terakhir, indikator kinerja pembangunan kesehatan seperti angka kematian ibu dan bayi dan status gizi. Terintegrasinya Riskerdas dengan Susenas BPS menurut dr Suarjaya akan mendapatkan informasi baru tentang keterkaitan sensus dengan faktor-faktor kesehatan. Dia mencontohkan, misalnya daya beli rokok jika disandingkan dengan faktor kesehatan.
“Dari sana (integrasi Riskesdas dan Susenas BPS, red) kita bisa lakukan penilaian. Misalnya prevalensi orang merokok ternyata masih tinggi. Ternyata pengeluaran masyarakat untuk beli rokok ternyata nomor dua sesuai data dari BPS. Karena itu menurut saya integrasi ini juga penting,” tandasnya. *ind
Tentunya riset kesehatan nasional ini dilaksanakan di 34 provinsi di Indonesia. Riset kesehatan dasar tahun 2018, sebut Sugianto, akan sangat spesifik karena riset ini terintegrasi dengan susenas BPS. “Dengan terintegrasi, kita akan lebih baik lagi terutama dalam pemanfaatan hasilnya. Nanti kita bisa menghubungkan hasil-hasil Susenas BPS dengan hasil-hasil dari Riskesdas ini,” imbuhnya.
Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dr Ketut Suarjaya mendukung penuh pelaksanaan Riskesdas di Provinsi Bali. Dia mengungkapkan, pada Riskesdas dan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) tahun 2013, Bali merupakan nomor satu di Indonesia. Bahkan empat diantaranya masuk 10 besar, seperti Gianyar menduduki ranking 1, Kota Denpasar ranking 2, Tabanan ranking 4, Badung dan ranking 9.
“Mudah-mudahan sekarang ini harus begitu juga, dengan riil, valid, tanpa ada rekayasa. Memang riskesdas ini sangat penting untuk kita untuk melihat perkembangan status kesehatan masyarakat dengan faktor determinan, resiko, dan perkembangan upaya kesehatan,” katanya.
Kata dr Suarjaya, ada lima indikator yang merupakan indikator prioritas. Pertama indikator pelayanan, yaitu bagaimana akses pelayanan kesehatan, dan pemanfaatan dan penggunaan jaminan kesehatan nasional. Kedua yaitu indikator perilaku, seperti persentase merokok, kebersihan lingkungan, pemanfaatan sampah, dan olahraga. “Kalau indikator lingkungan itu berkutat tentang masalah akses air bersih dan jamban keluarga,” katanya.
Sedangkan indikator pemeriksaan biomedik seperti pemeriksaan darah, gula darah, HB, dan sejenisnya. Terakhir, indikator kinerja pembangunan kesehatan seperti angka kematian ibu dan bayi dan status gizi. Terintegrasinya Riskerdas dengan Susenas BPS menurut dr Suarjaya akan mendapatkan informasi baru tentang keterkaitan sensus dengan faktor-faktor kesehatan. Dia mencontohkan, misalnya daya beli rokok jika disandingkan dengan faktor kesehatan.
“Dari sana (integrasi Riskesdas dan Susenas BPS, red) kita bisa lakukan penilaian. Misalnya prevalensi orang merokok ternyata masih tinggi. Ternyata pengeluaran masyarakat untuk beli rokok ternyata nomor dua sesuai data dari BPS. Karena itu menurut saya integrasi ini juga penting,” tandasnya. *ind
1
Komentar