Bahasa Persuasif dalam Kontestasi Pilkada
Pilkada serentak yang akan dilakukan pada tanggal 27 Juni 2018 ini, kini sudah akan memasuki masa penetapan pasangan calon: 12 Februari 2018 dan pengundian nomor urut: 13 Februari 2018.
Sebelum proses pemungutan suara tentu akan dilakukan kampanye-kampanye. Adapun masa kampanye tesebut adalah sebagai berikut: 1) Kampanye pertemuan-pertemuan dan penyebaran bahan kampanye: 15 Februari-23 Juni 2018. 2) Debat publik terbuka: 15 Februari-23 Juni 2018. 3) Kampanye melalui media massa: 10-23 Juni 2018. 4) Masa tenang dan pembersihan alat praga: 24-26 Juni 2018.
Ketika masa kampanye dilakukan, maka para juru kampanye maupun pasangan colon (bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota, atau calon gubernus/wakil gubernur) akan menggunakan berbagai strategi untuk menarik massa. Salah satunya adalah dengan kekuatan magic bahasa. Saat itulah peran bahasa menjadi sangat penting untuk berkomunikasi, baik secara tertulis maupun lisan.
Apakah fungsi bahasa pada masa kampanye nanti? Bahasa akan difungsikan sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri. Sebagai alat menyatakan ekspresi diri, bahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada mereka. Unsur yang mendorong ekspresi diri adalah agar menarik perhatian orang lain, masyarakat yang hadir atau menonton mereka yang sedang berkampanye. Akibat lebih jauh dari ekspresi diri, adalah munculnya komunikasi. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri tidak diterima atau dipahami orang/massa yang hadir. Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan ide-ide atau maksud para juru kampanye atau pasangan calon (paslon). Bahasa juga akan dimanfaatkan oleh mereka (paslon) sebagai alat kontrol sosial untuk mempengaruhi tingkah laku atau tindak-tanduk orang lain. Tingkah laku itu dapat bersifat terbuka (overt: yaitu tingkah laku yang dapat diamati atau diobservasi), maupun yang bersifat tertutup (covert: yaitu tingkah laku yang tak dapat diamati). Seorang calon pemimpin (paslon) akan kehilangan wibawanya, bila bahasa yang dipergunakan saat berkampanye adalah bahasa yang kacau dan tak teratur.
Untuk itu, para juru kampanye atau paslon yang berkampanye nanti hendaknya memiliki kemahiran berbahasa, baik dalam penggunaan bahasa lisan maupun secara tertulis, agar mereka yang mendengar atau diajak bicara dengan mudah memahami apa yang dimaksudkan. Bahasa atau teks yang dipergunakan hendaknya bahasa yang umum dipakai, yang tidak menyalahi norma-norma yang umum berlaku, serta bersifat persuasif atau mempengaruhi. Inti kampanye adalah mempengaruhi agar mau bertindak, berbuat sesuai yang diinginkan oleh para jurkam atau paslon yang berkampanye. Jadi, bahasa atau teks persuasif menjadi hal yang mutlak dipersiapkan oleh tim pemenangan para paslon yang akan berkampanye pada waktu yang telah ditentukan nanti.
Apa sesungguhnya bahasa persuasif itu? Bahasa persuasif merupakan sebuah teks yang memiliki isi memberi bujukan dan ajakan untuk pembaca/pendengar agar memiliki pemikiran yang sama, mengikuti dan melakukan apa yang sudah dituliskan oleh penulis di dalam teks tersebut. Dengan kata lain, teks ini memiliki arti tersirat bahwa setiap asumsi dan pemahaman manusia tentang pendapat, pandangan dan manusia sewaktu-waktu dapat berubah dikarenakan faktor tertentu. Pada dasarnya pengertian bahasa atau teks persuasif menurut para ahli adalah sama mengarah menuju pengertian umum yakni bahasa atau teks yang bersifat mengajak dan mempengaruhi pembacanya lewat kalimat-kalimat ajakan dan propaganda. Bahasa atau teks persuasif memiliki tujuan untuk mepengaruhi dengan cara memberikan bujukan pada pembaca/pendengarnya agar setiap orang yang membaca/mendengar mempercayai dan melakukan apa yang disampaikan di dalam bahasa atau teks tersebut.
Untuk mempengaruhi pembacanya/pendengar, paragraf ini dilengkapi dengan: fakta-fakta, data-data yang bersifat kuat, bukti-bukti yang meyakinkan pendengar/pembaca, menghindari konflik agar kepercayaan pembaca/pendengar tidak hilang. Tulislah pula bahasa atau teks persuasi itu dengan bahasa yang sangat menarik, bila perlu diberi “rima” agar pembaca/pendengar mudah mengingat.
Maka, pada masa kampanye nanti masyarakat akan sering mendengar atau membaca suguhan bahasa/teks persuasif yang menggunakan kata yang bersifat mengajak atau memberi saran rekomendasi seperti "Ayo", "Lakukanlah", "Sebaiknya", "Mari" dan lain sebagainya, sebagai ciri dari bahasa persuasif. Bahasa atau teks persuasif memang sangat cocok untuk dijadikan sebagai bahasa penyusun teks pada baliho, brosur-brosur, selebaran, maupun bahasa/teks pidato kampanye para tim pemenangan dan para paslon itu sendiri. Kampanye berbentuk pidato langsung di hadapan massa, menggunakan iklan di media cetak (koran, majalah, tabloid, selebaran) ataupun elektronik (televisi, radio, atau internet) sangat memerlukan keahlian memilih, memilah, dan menyusun bahasa atau teks persuasif.
Para tim pemenangan atau calon jurkam, maupun paslon sendiri hendaknya mengenali benar ciri-ciri teks persuasif, di samping kehadiran para ahli bahasa atau para kreator kata-kata sekiranya mutlak juga dilibatkan.
Bahasa atau teks persuasif sendiri ada beberapa golongan, akan tetapi karena ini terkait dengan kontestasi pilkada, maka bentuk bahasa/teks persuasif yang dipilih hendaklah: 1) Bahasa/teks persuasif politik, yang memang spesial dipakai oleh orang-orang yang berkecimpung dalam bidang politik dan kenegaraan. 2) Bahasa/teks persuasif propaganda, yang bertujuan agar pembaca dan pendengar mau dan sadar untuk berbuat sesuatu. Persuasif propaganda sering dipakai dalam kegiatan kampanye, karena isi kampanye memang berisi informasi dan ajakan. Dan tujuan akhir dari kampanye adalah agar pembaca/pendengar menuruti isi ajakan kampanye tersebut.
Apakah dengan menggunakan bahasa/teks persuasif bisa menjamin paslon tersebut bisa memenangkan kontestasi pilkada di daerahnya masing-masing? Tentulah hal itu tidak menjadi jaminan. Banyak faktor yang turut menentukan, seperti: visi-misi paslon, latar belakang kehidupan paslon, karisma para paslon, partai pengusung, kinerja tim pemenangan, dan yang tak kalah populer selama ini adalah “duit”.
Akan tetapi, dari sudut pandang guru bahasa pemilihan dan penggunaan bahasa/teks persuasif secara cermat dan tepat akan turut menjadi penentu kemenangan paslon-paslon yang bertarung di pilkada serentak tahun ini. “Magnit” dari bahasa/teks persuasif turut mempengaruhi psikologi massa pemilih yang menjadi sasaran para paslon. Bisa dibayangkan jika para paslon tidak sanggup berbicara, atau bahasa/teks pidatonya hanyalah bersifat naratif dan normatif, maka massa yang hadir atau mendengar tidak akan tersentuh dan terpengaruh hatinya. Sejarah membuktikan, kemampuan memilih bahasa/teks yang bersifat persuasif telah menjadikan Soekarno sebagai sosok Presiden yang disegani dan dikagumi rakyatnya, juga dunia internasional. Soekarno adalah seorang “orator” yang ulung karena kemampuan memilih dan memakai bahasa/teks persuasif.
Mungkin, atas dasar itu pulalah pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya di tingkat SMP pada Kurikulum-2013 berbasis teks. Salah satu meterinya adalah “Teks Persuasif” yang sekiranya ada korelasi untuk bekal masa depan kehidupan (live skill) anak-anak nantinya di masyarakat.
Daftar Rujukan:
1. Kemendikbud RI. 2017. Bahasa Indonesia SMP/MTs Kelas VIII. Jakarta: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
2. Keraf, Gorys. 1970. Komposisi. Jakarta: Nusa Indah.
3. Rokhmad Basir. Modul Pengayaan Bahasa Indonesia untuk SMP/MTs Kelas VIII, Semester 2. Jakarta: CV Graha Pustaka.
4. http://materi4belajar.blogspot.co.id/2017/01/pengertian-jenis-ciri-ciri-dan-contoh.html.
5. https://news.detik.com/berita/d-3479819/ini-171-daerah-yang-gelar-pilkada-serentak-27-juni-2018.
Penulis : I Wayan Kerti
*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
1
Komentar