MUTIARA WEDA : Buka Mata
Pengetahuan memberikan ketundukan hati, ketundukan hati memberikan kelayakan karakter. Selanjutnya, karakter yang baik akan mendatangkan kekayaan, dan dari harta benda orang akan mencapai dharma/kebajikan, setelah itu barulah orang akan mendapatkan kebahagiaan
Vidya dadati vinayam, vinayadyati patratam
Patratvaddhanamapnoti, dhanaddharmam tatah sukham
(Hitopadesa)
SATU keunikan dari ajaran Hitopadesa adalah kemampuannya mempenetrasi diri kita sampai ke hal-hal detail. Ajaran yang bersifat praktis dan ringan ini seolah mampu menjadi cermin, merefleksikan wajah kita yang palsu dan mengetuk yang asli. Artinya, ketika kita membacanya, ia tidak hanya menjadi pertimbangan kognitif atau sekadar informasi, melainkan langsung bekerja pada laku kita sehari-hari. Kita langsung menimbang dan membandingkan antara ajaran yang di dalamnya dengan kelakuan kita sehari-hari. Bahkan dalam beberapa kasus, karya ini secara langsung mampu menelanjangi topeng-topeng yang selama ini kita pelihara di muka kita.
Seperti halnya teks di atas, ketika kita baca kalimat pertama ‘pengetahuan memberikan ketundukan hati’, kita pun langsung bertanya pada diri, ‘Apakah saya punya pengetahuan?’ ‘Apakah pengetahuan tersebut telah menjadikan hati saya tunduk?’ ‘Apa itu ketundukan hati?’ ‘Apa pentingnya ketundukan hati?’ ‘Bagaimana ketundukan hati itu bekerja pada diri saya?’ ‘Apa hubungan ketundukan hati dengan karakter kita.’ Demikian seterus dan seterusnya. Ketika pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul dan menjadi PR buat diri kita sendiri, maka setelah itu akan ada sebuah penyelidikan terhadap kehidupan kita sehari-hari. Hasil penyelidikan inilah yang akan menjawab semua pertanyaan tersebut. Bahkan apa yang disampaikan di atas pun berasal dari sebuah analisis yang panjang. Bagaimana cara kerjanya? Mari kita lihat kemungkinan-kemungkinannya.
Ketika seseorang memiiki pengetahuan sejati, ia akan mampu melihat apapun secara menyeluruh dan kemudian mampu merasakan misterinya. Inilah yang membuat ia tunduk hati. Pengetahuan yang tertinggi adalah mengetahui bahwa semua adalah misteri, karenanya ia tidak akan pernah merasa berisi. Ketundukan hati muncul hanya ketika semua isi telah lenyap. Hanya pengetahuan yang mampu melenyapkan itu, sehingga pengetahuan itu diibaratkan api, dan bahkan orang menyebut api pengetahuan. Sifat api ini adalah membakar semua bahan bakarnya dan setelah itu membakar dirinya sendiri.
Orang yang tunduk hati tidak akan pernah tendensius. Dia akan mampu bertindak sesuai dengan alurnya. Nafsu-nafsunya tidak lagi menguasainya. Orang yang tidak dikuasai oleh nafsu-nafsunya bisa dikatakan memiliki kelayakan karakter. Kemana pun dia pergi akan senantiasa layak, sebab ia tidak lagi memiliki pikiran politis untuk mengambil keuntungan dari siapapun juga. Kalaupun mengambil keuntungan, itu memang telah menjadi bagiannya. Ia tidak akan mengambil keuntungan dari sesuatu yang bukan menjadi bagiannya. Karakter yang layak inilah akan mengantarkan pada kebijaksanaan. Orang ini telah mampu berjalan di jalan dharma. Apapun yang dilakoninya semata-mata hanyalah dharma, bukan yang lainnya. Dharma adalah landasan dan nafas kehidupannya. Dharma inilah yang mengantarkan pada keuntungan materi.
Sehingga dengan demikian, ketika perjalanan itu telah berada dalam jalur dharma, kebahagiaan itu akan datang dengan sendirinya. Jadi, dari apa yang diajarkan di atas, kita diinsipirasi agar tidak perlu buang-buang waktu mencari kebahagiaan, sebab kebahagiaan telah ada di mana-mana. Orang yang mencari kebahagiaan tidak akan pernah mendapatkannya. Seperti halnya orang buta yang ingin melihat sinar matahari. Sinar matahari ada di mana-mana di siang hari. Tetapi dia terus mencarinya ke mana-mana. Selama ia masih buta, sinar tidak akan pernah ditemukan. Maka dari itu, ia mestinya berhenti mencari sinar matahari, tetapi berobat agar matanya tidak lagi buta. Ketika kebutaan itu hilang, sinar dengan sendirinya hadir.
Sehingga kesimpulannya, ketika proses di atas diikuti, maka di akhir pasti ada kebahagiaan. Bahkan ditolak pun kebahagiaan itu tidak akan mau, ia akan tetap ada di sana. Tetapi, ketika proses itu tidak kita ikuti, diinginkan terus pun tidak akan pernah datang. Kebahagiaan hadir hanyalah sebuah konsekuensi dari kemampuan kita membuka mata. Tugas kita tidak mencari kebahagiaan tetapi membuka mata. Ketika mata terbuka, maka kebahagiaan itu tampak dengan segera. Bagaimana caranya membuka mata? Ikuti proses sebagaimana yang dinyatakan oleh teks di atas. *
I Gede Suwantana
Direktur Indra Udayana Institute of Vedanta
(Hitopadesa)
SATU keunikan dari ajaran Hitopadesa adalah kemampuannya mempenetrasi diri kita sampai ke hal-hal detail. Ajaran yang bersifat praktis dan ringan ini seolah mampu menjadi cermin, merefleksikan wajah kita yang palsu dan mengetuk yang asli. Artinya, ketika kita membacanya, ia tidak hanya menjadi pertimbangan kognitif atau sekadar informasi, melainkan langsung bekerja pada laku kita sehari-hari. Kita langsung menimbang dan membandingkan antara ajaran yang di dalamnya dengan kelakuan kita sehari-hari. Bahkan dalam beberapa kasus, karya ini secara langsung mampu menelanjangi topeng-topeng yang selama ini kita pelihara di muka kita.
Seperti halnya teks di atas, ketika kita baca kalimat pertama ‘pengetahuan memberikan ketundukan hati’, kita pun langsung bertanya pada diri, ‘Apakah saya punya pengetahuan?’ ‘Apakah pengetahuan tersebut telah menjadikan hati saya tunduk?’ ‘Apa itu ketundukan hati?’ ‘Apa pentingnya ketundukan hati?’ ‘Bagaimana ketundukan hati itu bekerja pada diri saya?’ ‘Apa hubungan ketundukan hati dengan karakter kita.’ Demikian seterus dan seterusnya. Ketika pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul dan menjadi PR buat diri kita sendiri, maka setelah itu akan ada sebuah penyelidikan terhadap kehidupan kita sehari-hari. Hasil penyelidikan inilah yang akan menjawab semua pertanyaan tersebut. Bahkan apa yang disampaikan di atas pun berasal dari sebuah analisis yang panjang. Bagaimana cara kerjanya? Mari kita lihat kemungkinan-kemungkinannya.
Ketika seseorang memiiki pengetahuan sejati, ia akan mampu melihat apapun secara menyeluruh dan kemudian mampu merasakan misterinya. Inilah yang membuat ia tunduk hati. Pengetahuan yang tertinggi adalah mengetahui bahwa semua adalah misteri, karenanya ia tidak akan pernah merasa berisi. Ketundukan hati muncul hanya ketika semua isi telah lenyap. Hanya pengetahuan yang mampu melenyapkan itu, sehingga pengetahuan itu diibaratkan api, dan bahkan orang menyebut api pengetahuan. Sifat api ini adalah membakar semua bahan bakarnya dan setelah itu membakar dirinya sendiri.
Orang yang tunduk hati tidak akan pernah tendensius. Dia akan mampu bertindak sesuai dengan alurnya. Nafsu-nafsunya tidak lagi menguasainya. Orang yang tidak dikuasai oleh nafsu-nafsunya bisa dikatakan memiliki kelayakan karakter. Kemana pun dia pergi akan senantiasa layak, sebab ia tidak lagi memiliki pikiran politis untuk mengambil keuntungan dari siapapun juga. Kalaupun mengambil keuntungan, itu memang telah menjadi bagiannya. Ia tidak akan mengambil keuntungan dari sesuatu yang bukan menjadi bagiannya. Karakter yang layak inilah akan mengantarkan pada kebijaksanaan. Orang ini telah mampu berjalan di jalan dharma. Apapun yang dilakoninya semata-mata hanyalah dharma, bukan yang lainnya. Dharma adalah landasan dan nafas kehidupannya. Dharma inilah yang mengantarkan pada keuntungan materi.
Sehingga dengan demikian, ketika perjalanan itu telah berada dalam jalur dharma, kebahagiaan itu akan datang dengan sendirinya. Jadi, dari apa yang diajarkan di atas, kita diinsipirasi agar tidak perlu buang-buang waktu mencari kebahagiaan, sebab kebahagiaan telah ada di mana-mana. Orang yang mencari kebahagiaan tidak akan pernah mendapatkannya. Seperti halnya orang buta yang ingin melihat sinar matahari. Sinar matahari ada di mana-mana di siang hari. Tetapi dia terus mencarinya ke mana-mana. Selama ia masih buta, sinar tidak akan pernah ditemukan. Maka dari itu, ia mestinya berhenti mencari sinar matahari, tetapi berobat agar matanya tidak lagi buta. Ketika kebutaan itu hilang, sinar dengan sendirinya hadir.
Sehingga kesimpulannya, ketika proses di atas diikuti, maka di akhir pasti ada kebahagiaan. Bahkan ditolak pun kebahagiaan itu tidak akan mau, ia akan tetap ada di sana. Tetapi, ketika proses itu tidak kita ikuti, diinginkan terus pun tidak akan pernah datang. Kebahagiaan hadir hanyalah sebuah konsekuensi dari kemampuan kita membuka mata. Tugas kita tidak mencari kebahagiaan tetapi membuka mata. Ketika mata terbuka, maka kebahagiaan itu tampak dengan segera. Bagaimana caranya membuka mata? Ikuti proses sebagaimana yang dinyatakan oleh teks di atas. *
I Gede Suwantana
Direktur Indra Udayana Institute of Vedanta
1
Komentar