Dipercaya Datangkan Rezeki dan Beri Perlindungan
Tebu yang dipasang warga keturunan Tionghoa di Buleleng sehari jelang Tahun Baru Imlek harus memenuhi kriteria: panjangnya lebih dari dua meter, berwarna hijau, lengkap berisi daun. Tebu ditempatkan berdiri di kanan-kiri depan pintu masuk rumah atau toko selama 15 hari, hingga perayaan Cap Go Meh tiba
Warga Keturunan Tionghoa Gelar Tradisi Pasang Tebu di Depan Pintu Jelang Imlek
SINGARAJA, NusaBali
Warga keturunan Tionghoa di Buleleng mulai melaksanakan persiapan menyambut Tahun Baru Imlek 2569, yang jatuh pada Jumat (16/2) besok. Salah satu persiapan itu adalah tradisi pemasangan tebu lengkap berisi daun di depan pintu rumah dan depan pintu usaha (toko). Pemasangan tebu ini dipercaya mampu mendatangkan rezeki dan sekaligus dapat melindungi keluarga serta usaha dari malapetaka.
Tradisi pemasangan tebu di depan pintu rumah dan pintu toko ini umumnya dilaksanakan warga keturunan Tionghoa di Buleleng, sehari menjelang pergantian Tahun Baru Imlek. Nah, untuk perayaan Tahun Baru Imlek 2569, pemasangan tebu akan dilakukan Kamis (15/2) ini.
Tebu yang dipasang masing-masing 2 batang di depan pintu rumah dan 2 batang di depan pintu usaha. Tebu ditempatkan berdiri di kanan-kiri depan pintu masuk rumah atau pintu toko selama 15 hari, hingga perayaan Cap Go Meh tiba, yakni 3 Maret 2018 mendatang.
Pengurus Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Ling Gwan Kiong, Singaraja, Buleleng, Gunadi, 80, mengatakan tradisi pemasangan tebu di depan pintu rumah maupun toko ini sudah diwarisi dari leluhur secara turun temurun. Tebu yang dipasang pun harus memenuhi kriteria, di mana panjangnya lebih dari dua meter, berwarna hijau, dan lengkap berisi daun.
Menurut Gunawan, dua batang tebu akan ditempatkan berdiri di sisi kanan-kiri pintu masuk rumah atau toko. Penempatan tebu ini dipercaya dapat melindungi keluarga pemilik rumah dan usaha dari malapetaka (pengaruh buruk). “Selain itu, pemasangan tebu sebelum Tahun Baru Imlek dinyakini dapat mendatangkan rezeki, sehingga harapannya kehidupan di tahun baru menjadi lebih baik,” jelas Gunawan saat ditemui NusaBali di Klenteng ‘Tertua’ Ling Gwan Kiong, yang berada di eks Pelabuhan Buleleng di Singaraja, Rabu (14/2).
Gunawan menyebutkan, tebu ini umumnya dipasang sehari menjelang Tahun Baru Imlek. Tapi, ada juga yang sudah memasang tebu di depan pintu masuk rumah dua hari sebelumnya. Tebu yang dipasang itu umumnya baru dibuka 15 hari kemudia, sampai perayaan Cap Go Meh tiba. “Namun, ada juga yang sudah dibuka setelah terpasang 4-5 hari. Ini tidak masalah, tapi intinya makna dan filosofi tebu itu sudah dapat ditanamkan kepada anak cucu,” jelas Gunadi.
Menurut Gunadi, keyakinan itu didasari legenda di mana seorang raja berhasil selamat dari maut setelah sembuyi dari bawah tanaman tebu. Karenanya, tebu itu dipercaya dapat melindungi seluruh keluarga pemilik rumah dan usaha. Di samping itu, filosofi tebu merupakan tanaman yang melambangkan kehidupan. Semakin panjang batang tebu itu, maka umur kehidupan juga kian panjang.
Demikian juga dengan ruas setiap batang tebu. Semakin banyak ruasnya, maka dipercaya makin banyak membawa rezeki. Dalam bahasa Mandarin, filosofi tersebut dikenal dengan sebutan Ciek Ciek Shiang Shiang, yang artinya setiap ruas yang ada pada tebu melambangkan tahapan kehidupan manusia. “Coba perhatikan proses pertumbuhan tebu itu. Ketika ditanam, mata tunas secara perlahan menjelma sebagai tanaman tebu baru. Tebu muda ini terus tumbuh menjulang tinggi, kemudian merunduk ke bumi. Ini sama persis dengan jalan kehidupan manusia,” papar Gunawan.
Gunadi mengatakan, tebu juga tanaman yang memilik rasa manis, sehingga disukai banyak makhluk hidup. Dengan filosofi itu, keberadaan manusia di muka bumi ini hendaknya bisa mendatangkan manfaat bagi sesama makhluk hidup. “Makna hidup yang terkandung dalam tebu ini sama persis dengan bambu. Bentuknya yang beruas-ruas dan panjang melambangkan panjang umur, sementara warnanya yang hijau bermakna kemurahan rezeki,” katanya.
Sementara itu, menjelang tradisi pemasangan tebu terkait perayaan Tahun Baru Imlek 2569 ini, warga keturunan Tionghoa yang tinggal di seputaran Kota Singaraja sudah mulai membeli tebu, sejak dua hari terakhir. Dagang tebu yang dalam kondisi utuh (lengkap dengan daun) tidak saja jualan di pasar-pasar, bahkan ada juga yang jualan di depan deratan toko warga keturunan Tionghoa, seperti Jalan Erlangga Singaraja dan Jalan Diponogoro Singaraja.
Salah satu dagang tebu, Ni Ketut Sita, 82, asal Desa Giri Emas, Kecamatan Sawan, Buleleng pilih jualan di depan deretan toko di Jalan Erlanga Singaraja. Menurut Ketut Sita, dirinya sudah jualan tebu sejak Selasa(13/2) lalu. Dia hanya dapat waktu jualan sampai Kamis ini, dari pagi pukul 05.30 Wita hingga 08.00 Wita, karena deretan toko itu sudah mulai buka.
Dalam sehari, Ketut Sita mengaku dapat jualan tebu hingga Rp 1,5 juta. Harga tebu yang dia jual harganya bervariasi mulai Rp 15.000 sampai Rp 20.000 per batang, tergantung panjang dan besarnya. “Jani maan medagang Rp 1 juta, ibi mare je Rp 1,5 juta. Medagang kene ngetahun mare rame nak meli, ade Hari Raya Imlek (Sekarang baru dapat jualan Rp 1 juta, kemarin dapat banyak yakni Rp1,5 juta. Jualan tebu setahun sekali baru ramai yang beli, saat ada Hari Raya Imlek, Red),” ungkap Ketut Sita. *k19
SINGARAJA, NusaBali
Warga keturunan Tionghoa di Buleleng mulai melaksanakan persiapan menyambut Tahun Baru Imlek 2569, yang jatuh pada Jumat (16/2) besok. Salah satu persiapan itu adalah tradisi pemasangan tebu lengkap berisi daun di depan pintu rumah dan depan pintu usaha (toko). Pemasangan tebu ini dipercaya mampu mendatangkan rezeki dan sekaligus dapat melindungi keluarga serta usaha dari malapetaka.
Tradisi pemasangan tebu di depan pintu rumah dan pintu toko ini umumnya dilaksanakan warga keturunan Tionghoa di Buleleng, sehari menjelang pergantian Tahun Baru Imlek. Nah, untuk perayaan Tahun Baru Imlek 2569, pemasangan tebu akan dilakukan Kamis (15/2) ini.
Tebu yang dipasang masing-masing 2 batang di depan pintu rumah dan 2 batang di depan pintu usaha. Tebu ditempatkan berdiri di kanan-kiri depan pintu masuk rumah atau pintu toko selama 15 hari, hingga perayaan Cap Go Meh tiba, yakni 3 Maret 2018 mendatang.
Pengurus Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Ling Gwan Kiong, Singaraja, Buleleng, Gunadi, 80, mengatakan tradisi pemasangan tebu di depan pintu rumah maupun toko ini sudah diwarisi dari leluhur secara turun temurun. Tebu yang dipasang pun harus memenuhi kriteria, di mana panjangnya lebih dari dua meter, berwarna hijau, dan lengkap berisi daun.
Menurut Gunawan, dua batang tebu akan ditempatkan berdiri di sisi kanan-kiri pintu masuk rumah atau toko. Penempatan tebu ini dipercaya dapat melindungi keluarga pemilik rumah dan usaha dari malapetaka (pengaruh buruk). “Selain itu, pemasangan tebu sebelum Tahun Baru Imlek dinyakini dapat mendatangkan rezeki, sehingga harapannya kehidupan di tahun baru menjadi lebih baik,” jelas Gunawan saat ditemui NusaBali di Klenteng ‘Tertua’ Ling Gwan Kiong, yang berada di eks Pelabuhan Buleleng di Singaraja, Rabu (14/2).
Gunawan menyebutkan, tebu ini umumnya dipasang sehari menjelang Tahun Baru Imlek. Tapi, ada juga yang sudah memasang tebu di depan pintu masuk rumah dua hari sebelumnya. Tebu yang dipasang itu umumnya baru dibuka 15 hari kemudia, sampai perayaan Cap Go Meh tiba. “Namun, ada juga yang sudah dibuka setelah terpasang 4-5 hari. Ini tidak masalah, tapi intinya makna dan filosofi tebu itu sudah dapat ditanamkan kepada anak cucu,” jelas Gunadi.
Menurut Gunadi, keyakinan itu didasari legenda di mana seorang raja berhasil selamat dari maut setelah sembuyi dari bawah tanaman tebu. Karenanya, tebu itu dipercaya dapat melindungi seluruh keluarga pemilik rumah dan usaha. Di samping itu, filosofi tebu merupakan tanaman yang melambangkan kehidupan. Semakin panjang batang tebu itu, maka umur kehidupan juga kian panjang.
Demikian juga dengan ruas setiap batang tebu. Semakin banyak ruasnya, maka dipercaya makin banyak membawa rezeki. Dalam bahasa Mandarin, filosofi tersebut dikenal dengan sebutan Ciek Ciek Shiang Shiang, yang artinya setiap ruas yang ada pada tebu melambangkan tahapan kehidupan manusia. “Coba perhatikan proses pertumbuhan tebu itu. Ketika ditanam, mata tunas secara perlahan menjelma sebagai tanaman tebu baru. Tebu muda ini terus tumbuh menjulang tinggi, kemudian merunduk ke bumi. Ini sama persis dengan jalan kehidupan manusia,” papar Gunawan.
Gunadi mengatakan, tebu juga tanaman yang memilik rasa manis, sehingga disukai banyak makhluk hidup. Dengan filosofi itu, keberadaan manusia di muka bumi ini hendaknya bisa mendatangkan manfaat bagi sesama makhluk hidup. “Makna hidup yang terkandung dalam tebu ini sama persis dengan bambu. Bentuknya yang beruas-ruas dan panjang melambangkan panjang umur, sementara warnanya yang hijau bermakna kemurahan rezeki,” katanya.
Sementara itu, menjelang tradisi pemasangan tebu terkait perayaan Tahun Baru Imlek 2569 ini, warga keturunan Tionghoa yang tinggal di seputaran Kota Singaraja sudah mulai membeli tebu, sejak dua hari terakhir. Dagang tebu yang dalam kondisi utuh (lengkap dengan daun) tidak saja jualan di pasar-pasar, bahkan ada juga yang jualan di depan deratan toko warga keturunan Tionghoa, seperti Jalan Erlangga Singaraja dan Jalan Diponogoro Singaraja.
Salah satu dagang tebu, Ni Ketut Sita, 82, asal Desa Giri Emas, Kecamatan Sawan, Buleleng pilih jualan di depan deretan toko di Jalan Erlanga Singaraja. Menurut Ketut Sita, dirinya sudah jualan tebu sejak Selasa(13/2) lalu. Dia hanya dapat waktu jualan sampai Kamis ini, dari pagi pukul 05.30 Wita hingga 08.00 Wita, karena deretan toko itu sudah mulai buka.
Dalam sehari, Ketut Sita mengaku dapat jualan tebu hingga Rp 1,5 juta. Harga tebu yang dia jual harganya bervariasi mulai Rp 15.000 sampai Rp 20.000 per batang, tergantung panjang dan besarnya. “Jani maan medagang Rp 1 juta, ibi mare je Rp 1,5 juta. Medagang kene ngetahun mare rame nak meli, ade Hari Raya Imlek (Sekarang baru dapat jualan Rp 1 juta, kemarin dapat banyak yakni Rp1,5 juta. Jualan tebu setahun sekali baru ramai yang beli, saat ada Hari Raya Imlek, Red),” ungkap Ketut Sita. *k19
1
Komentar