Persembahyangan Diiringi Tabuh Gong
Perayaan Tahun Baru Imlek 2569 di Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Ling Gwan Kiong kawasan eks Pelabuhan Buleleng di Singaraja, Jumat (16/2) pagi, kental dengan nuansa akulturasi.
Akulturasi Perayaan Imlek di Klenteng Ling Gwan Kiong
SINGARAJA, NusaBali
Pasalnya, tabuh gong dan angklung ikut iringi 3.000 umat Tri Dharma yang bersembahyang di Ling Gwang Kiong, klenteg tertua di Buleleng yang yang dibangun tahun 1873 itu.
Gambelan gong dalam perayaan Imlek di Klenteng Ling Gwang Kiong kemarin pagi ditabuh oleh Sekaa Gong Segara Wangi, Lingkungan Taman Sari, Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Buleleng. Sedangkan gambelan angklung ditabung Sekaa Angklung dari Desa Suwug, Kecamatan Sawan, Buleleng. Gambelan gong dan angklung ditabuh scara bergantian.
Menurut Wakil Ketua TITD Ling Gwang Kiong, Gunadi Yetial, 80, persembahyangan di klenteng dengan diiringi gambelan Bali sudah merupakan tradisi yang diwariskan leluhurnya secara turun temurun. Biasanya, sekaa gong yang diundang dalam perayaan Imlek disumbangkan oleh salah satu umat Tri Dharma.
“Akulturasi ini sudah kami dapatkan sejak nenek moyang. Kami selalu menghadirkan budaya lokal dalam perayaaan Imlek,” ujar Gunadi Yetial kepada NusaBali di sela persembahyangan Imlek diu klenteng yang berada di tepi pantai itu, Jumat kemarin. Bahkan, menurut Gunadi, jauh sebelum dipentaskan di TITD Ling Gwan Kiong, gambelan mirip Bali sudah ada di Thiongkok Selatan.
Menurut Gunadi, selain gambelan Bali yang sebagian warganya menganut agama Hindu, juga ditemukan banyak kemiripan dengan tradisi Thionghoa, baik dari sisi penggunaan sarana persembahyangan maupun pemujaan kepada para dewa-dewi. Akulturasi budaya juga terlihat dengan banyaknya canangsari di meja persembahan yang dihaturkan umat Tri Dharma.
Hal tersebut. Kata Gunadi, merupakan sikap keterbukaan umat Tri Dharma terhadap budaya yang ada di sekitarnya. Bahkan, selama ini TITD Ling Gwan Kiong dibuka untuk umum. “Semua umat di dunia yang berkunjung, dipersilakan masuk, asalkan sopan dan tidak berniat burk. Apalagi, TITD Ling Gwan Kiong telah ditetapkan Pemkab Buleleng sebagai salah satu desatinasi wisata yang melengkapi Eks Pelabuhan Buleleng,” kata tokoh sepuh keturunan Tionghoa berusia 80 tahun ini.
Sementara itu, Tahun Baru Imlek 2569 merupakan Tahun Anjing Tanah. Menurut kepercayaan Thao, ada beberapa shio yang diramal mengalami chiong atau kesialan tahun ini. Di antaranya Shio Anjing dan Shio Naga, yang mengalami chiong keras, shio tikus, dan Shio Sapi mengalami chiong kecil.
Namun, menurut Gunadi, hal tersebut tidak serta merta membawa umat dalam kesengsaraan. Pasalnya, selama ini umat yang terlahir pada shio yang mengalami chiong, di Tahun Baru Imlek akan melakukan ruatan yang disebut dengan Ciswak, 2 Maret 2018 mendatang.
Gunadi menyebutkan, seluruh rangkaian Imlek sebenarnya sudah dimulai sejak 8 Februari 2018 lalu, yang diawali dengan upacraa Dewa Naik. Seluruh rangkaian Imlek akan berakhir 2 Maret 2018 mendatang, dengan persembahyangan Cap Go Meh.
Khusus TITD Ling Kwan Kiong yang berdiri di tepi pantai kawasan eks Pelabuhan Buleleng, selama ini memuliakan Dewa Tan Hu Jin Jin, yang memeiliki nama Mandarin Chen Fu Zhen Ren. Dewa yang diutamatan ini adalah salah satu pengawal Laksanaman Cheng Ho ke Indonesia.
Menurut Gunadi, Tan Hu Cin Jin disebut pernah hidup di Bali dan kemudian moksa saat menyeberangi Selat Bali. Kiprahnya di Bali pun cukup dikenal, bahkan Tan Hu Cin Jin yang pintar dan sakti zaman itu, disebut-sebut mengarsikturi bangunan Pura Taman Ayun di Desa/Kecamatan Mengwi, Badung tahun 634 Masehi.
Selain memuja dewa yang dimuliakan, kata Gunadi, di TITD Ling Gwan Kiong juga terdapat sejumlah patung dewa dewi. Ada Tian Gong di lagit-lagit depan klenteng, sebagai perlambangan Tuhan Yang Maha Esa. 7 k23
1
Komentar