Galakang Barong Bangkung
Bali punya banyak barong, banyak yang sakral, tapi tak sedikit pula yang cuma buat hiburan.
Namanya juga untuk menghibur, ya barong-barong itu dibuat sesuai dengan kemauan, dikerjakan oleh anak-anak sampai orang dewasa. Karena bukan barang sakral, banyak barong hiburan itu yang dibiarkan tidak diurus, kurang diperhatikan, akhirnya lapuk begitu saja.
Gagasan barong-barong itu bersumber dari binatang berkaki empat. Bali pun mengenal barong macan, barong bangkung (babi). Tapi belum pernah ada barong sapi, atau barong kambing. Binatang berkaki dua apalagi, tak pernah digagas menjadi barong, sehingga Bali tidak mengenal barong ayam atau barong burung. Tidak juga pernah ada barong kadal atau barong biawak. Barong gajah ada, barong anjing boleh jadi ada pula, tapi tak seriuh barong bangkung.
Tak mudah menelisik, mengapa barong yang galak itu adalah barong bangkung. Bangkung itu babi betina yang sudah melahirkan, sudah beranak-pinak. Barong macan justru tidak galak. Barong galak itu artinya kalau digoda, diledek, akan galak, dan mengejar, berlari kencang. Jika yang meledek tertangkap, penari barong diizinkan memukul, menempeleng, menendang si peledek.
Sebagai hiburan, yang paling digemari tentu saja barong bangkung. Anak-anak sangat menyukainya. Jika Hari Raya Galungan, di desa, dulu, banyak berseliweran barong bangkung. Barong ini diupah di jalan-jalan (ngelawang). Dengan iringan gamelan, barong bangkung menari gembira. Beberapa anak berdiri di hadapan barong bangkung, menjulurkan lidah, berjingkrak-jingkrak, bertingkah mengejek, sehingga barong marah.
“Galakang barong bangkungggg.... galakang barong bangkung.....!” begitu anak-anak berteriak sembari berjingkrak-jingkrak. Dan tiba-tiba, blassss barong bangkung melesat mengejar anak-anak itu, kebanyakan anak sekolah dasar, yang secepat kilat berlari kencang. Terjadi kejar-kejaran. Tentu sangat sulit bagi penari barong yang dua orang itu menyelaraskan langkah untuk berlari. Apalagi yang dikejar beberapa orang anak, si penari barong harus menentukan fokus mengejar seorang saja.
Yang dikejar jelas lebih gesit. Mereka berlari melewati pematang sawah, kali kecil yang berair jernih. Ada juga yang terdesak, memanjat pohon. Barong bangkung tentu ikut memanjat pohon, tapi sulit, karena mereka harus mengenakan barong, naik berdua. Biasanya jika ada anak yang dikejar naik pohon bakalan selamat.
Tapi, saking geram dan marah diejek-ejek berulang-ulang ‘galakang barong bangkung’ salah seorang penari melepas barong, dia mengejar sendiri sehingga bisa berlari kencang. Tindakan itu dianggap curang, karena kalau melepas barong bukan lagi barong namanya. Di banyak desa di Bali, penari barong melepas barongnya, mengejar sendiri pengejarnya, sering terjadi. Dalam dunia hiburan barong bangkung, kecurangan-kecurangan acap muncul.
Tampaknya belum pernah ada yang menelusuri, mengapa yang dijadikan barong galak itu adalah barong bangkung. Bangkung itu kan babi betina yang sudah melahirkan pula, tentu tenaganya tidak sedahsyat babi jantan? Mengapa bukan babi kaung misalnya. Kaung adalah babi pejantan yang tugasnya mengawini para bangkung. Taring kaung panjang, mencuat ke atas melampaui bibir, tampangnya saja sudah seram dan galak banget.
Yang galak itu bukan pula barong macan, tidak pula barong singa. Bukan pula barong anjing yang suka mengejar orang-orang lewat di lorong-lorong kampung sebelum menggigit betis mereka. Jika ada yang hendak menulis sejarah barong di Bali, pasti bakal menemukan yang paling galak itu barong bangkung, barong babi betina.
Selain barong binatang berkaki empat, Bali juga mengenal barong manusia, seperti barong landung. Ini barong yang disucikan, muncul dari kisah pertemuan raja Bali dengan putri China. Kisahnya bisa banyak ditelusuri di Google. Selain barong landung, Bali juga punya barong nong-nongkling, barong yang ditarikan oleh seorang penari, mengenakan topeng (tapel). Barong nong-nongkling di beberapa desa juga disebut barong kedingkling. Sesungguhnya ia berbeda dengan barong binatang berkaki empat. Barong kedingkling lebih menyerupai teater rakyat Bali, yang juga bisa ditemukan dalam pertunjukan wayang wong. Tokoh dan penari mengenakan kostum dan topeng.
Pertunjukan barong di Bali acap mengingatkan orang-orang pada barongsai dari China, yang pasti tampil meriah saat Imlek. Akulturasi Bali-China ini melahirkan kesenian barong ket, barong yang disakralkan di Bali. Jika melasti menjelang Nyepi, banyak barong sakral diiringi umat menuju laut. Ada juga barong bangkung di antaranya. Tentu yang ini jenis barong bangkung yang sakral, bukan yang suka galak mengejar anak-anak.
Ada satu jenis barong sangat unik, dikenal sebagai barong brutuk, disucikan di Desa Trunyan, di tepi Danau Batur, Bangli. Sesungguhnya ini bukan barong, tapi sosok penari dengan kostum daun-daun pisang kering mengenakan topeng purba, menari sambil melecut-lecutkan pecut. Tak jelas, mengapa tari brutuk, yang hanya digelar ketika piodalan ini, kemudian disebut barong brutuk. 7
Komentar