Dituntut Hukuman Seumur Hidup, Willy Akasaka Menangis
Selain Abdul Rahman Willy alias Willy Akasaka (General Manager Akasaka), tiga terdakwa lainnya dalam kasus yang sama juga dituntut hukuman seumur hidup, yakni Dedi Setiawan alias Cipeng, Budi Liman Santoso, dan Iskandar Halim
Sidang dengan Agenda Penuntutan Kasus Penggerebekan 19.000 Butir Ekstasi di Diskotek Akasaka
DENPASAR, NusaBali
General Manager (GM) Diskotek Akasaka, Abdul Rahman Willy alias Willy, 54, selaku terdakwa kepemilikan 19.000 butir ekstasi dituntut hukuman seumur hidup dalam sidang dengan agenda penuntutan di PN Denpasar, Selasa (20/2). Willy Akasaka pun menangis.
Selain Willy Akasaka, tiga terdakwa dalam kasus yang sama juga dituntut hukuman seumur hidup di sidang kemarin. Mereka masing-masing Dedi Setiawan alias Cipeng, 51, Budi Liman Santoso, 38, dan Iskandar Halim alias Koi, 31. Mereka disidangkan dalam berkas terpisah dari Willy Akasaka.
Terdakwa Willy Akasaka yang paling awal menjalani sidang di PN Denpasar, Selasa sore pukul 15.00 Wita. Dalam sidang yang dipimpin ketua majelis hakim I Made Pasek tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dewa Arya Lanang Raharja menyatakan terdakwa Willy terbukti secara sah dan meyakinkan lakukan tindak pidana narkotika. Yakni, telah melakukan percobaan atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana narkotika. Terdakwa tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan narkotika golongan I dalam bentuk bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 gram, sebagaimana dimaksud Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sesuai dakwaan primair.
Sebelum membacakan tuntutan, JPU Lanang Raharja menguraikan hal yang memberatkan terdakwa Willy, yaitu tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan narkoba, berbelit dalam sidang, tidak mengakui perbuatannya, dan sudah pernah dihukum. “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Abdul Rahman Willy alias Willy dengan pidana penjara selama seumur hidup. Dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan,” tegas JPU Lanang Raharja saat membacakan amar tuntutannya.
Dalam amar tuntutan juga diurakian perkara ini berawal dari penangkapan Dedi Setiawan, 1 Juni 2017, di Desa Karang Mulia, Kecamatan Karang Tengah, Tangerang, Banten dengan barang bukti 19.000 butir ekstasi. Dari penyelidikan, diketahui barang haram tersebut akan dijual melalui perantara yaitu Iskandar, Budi Liman, dan Willy.
Sebelum Dedi Setiawan tertangkap, Budi Liman dan Willy sudah sempat komunikasi. Saat itu, Budi Liman menelepon Willy seraya menawarkan ekstasi. Namun, pertemuan baru bisa terlaksana, 5 Juni 2017, di Room 26 Diskotik Akasaka, kawasan Simpang Enam Jalan Teuku Umar Denpasar. Saat akan transaksi inilah Willy dan Budi Liman berikut barang bukti 19.000 butir ekstasi ditangkap petugas Mabes Polri.
Sementara, terdakwa Willy langsung menangis usai dituntut seumur hidup. Dia terus menghapus air matanya dengan handuk kecil yang dibawanya. Kuasa hukum terdakwa Willy, yakni Robert Khuwana, kemudian menyampaikan permohonan waktu dua hari kepada hakim untuk menyiapkan pledoi (pembelaan). “Selain pledoi dari kuasa hukum, terdakwa Willy juga akan menyampaikan pledoi pribadi,” ujar Robert Khuwana.
Setelah persidangan terdakwa Willy usai kemarin sore, sidang dilanjutkan berturut-turut untuk terdakwa Dedi Setiawan alias Cipeng, Budi Liman, dan Iskandar Halim Koi. Ketiga terdakwa juga dijerat Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika sesuai dakwaan primair, dengan tuntutan hukuman seumur hidup.
Sementara itu, seusai sidang kemarin sore, kuasa hukum terdakwa Willy mengatakan tuntutan jaksa tidak rasional dan tak berdasar hukum. “Tuntutan jaksa hanya berdasar petunjuk dan tidak didasarkan atas fakta persidangan,” ujar advokat Robert Khuwana.
Dijelaskan, dalam tuntutan banyak fakta sidang yang dipenggal dan dimanipulasi. Salah satunya, terkait adanya pemufakatan jahat antara Willy dan Budi Liman. “Jaksa menyebut sudah ada komunikasi sebelum Dedi tertangkap. Itu semua rekayasa,” tuding Robert. *rez
DENPASAR, NusaBali
General Manager (GM) Diskotek Akasaka, Abdul Rahman Willy alias Willy, 54, selaku terdakwa kepemilikan 19.000 butir ekstasi dituntut hukuman seumur hidup dalam sidang dengan agenda penuntutan di PN Denpasar, Selasa (20/2). Willy Akasaka pun menangis.
Selain Willy Akasaka, tiga terdakwa dalam kasus yang sama juga dituntut hukuman seumur hidup di sidang kemarin. Mereka masing-masing Dedi Setiawan alias Cipeng, 51, Budi Liman Santoso, 38, dan Iskandar Halim alias Koi, 31. Mereka disidangkan dalam berkas terpisah dari Willy Akasaka.
Terdakwa Willy Akasaka yang paling awal menjalani sidang di PN Denpasar, Selasa sore pukul 15.00 Wita. Dalam sidang yang dipimpin ketua majelis hakim I Made Pasek tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dewa Arya Lanang Raharja menyatakan terdakwa Willy terbukti secara sah dan meyakinkan lakukan tindak pidana narkotika. Yakni, telah melakukan percobaan atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana narkotika. Terdakwa tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan narkotika golongan I dalam bentuk bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 gram, sebagaimana dimaksud Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sesuai dakwaan primair.
Sebelum membacakan tuntutan, JPU Lanang Raharja menguraikan hal yang memberatkan terdakwa Willy, yaitu tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan narkoba, berbelit dalam sidang, tidak mengakui perbuatannya, dan sudah pernah dihukum. “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Abdul Rahman Willy alias Willy dengan pidana penjara selama seumur hidup. Dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan,” tegas JPU Lanang Raharja saat membacakan amar tuntutannya.
Dalam amar tuntutan juga diurakian perkara ini berawal dari penangkapan Dedi Setiawan, 1 Juni 2017, di Desa Karang Mulia, Kecamatan Karang Tengah, Tangerang, Banten dengan barang bukti 19.000 butir ekstasi. Dari penyelidikan, diketahui barang haram tersebut akan dijual melalui perantara yaitu Iskandar, Budi Liman, dan Willy.
Sebelum Dedi Setiawan tertangkap, Budi Liman dan Willy sudah sempat komunikasi. Saat itu, Budi Liman menelepon Willy seraya menawarkan ekstasi. Namun, pertemuan baru bisa terlaksana, 5 Juni 2017, di Room 26 Diskotik Akasaka, kawasan Simpang Enam Jalan Teuku Umar Denpasar. Saat akan transaksi inilah Willy dan Budi Liman berikut barang bukti 19.000 butir ekstasi ditangkap petugas Mabes Polri.
Sementara, terdakwa Willy langsung menangis usai dituntut seumur hidup. Dia terus menghapus air matanya dengan handuk kecil yang dibawanya. Kuasa hukum terdakwa Willy, yakni Robert Khuwana, kemudian menyampaikan permohonan waktu dua hari kepada hakim untuk menyiapkan pledoi (pembelaan). “Selain pledoi dari kuasa hukum, terdakwa Willy juga akan menyampaikan pledoi pribadi,” ujar Robert Khuwana.
Setelah persidangan terdakwa Willy usai kemarin sore, sidang dilanjutkan berturut-turut untuk terdakwa Dedi Setiawan alias Cipeng, Budi Liman, dan Iskandar Halim Koi. Ketiga terdakwa juga dijerat Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika sesuai dakwaan primair, dengan tuntutan hukuman seumur hidup.
Sementara itu, seusai sidang kemarin sore, kuasa hukum terdakwa Willy mengatakan tuntutan jaksa tidak rasional dan tak berdasar hukum. “Tuntutan jaksa hanya berdasar petunjuk dan tidak didasarkan atas fakta persidangan,” ujar advokat Robert Khuwana.
Dijelaskan, dalam tuntutan banyak fakta sidang yang dipenggal dan dimanipulasi. Salah satunya, terkait adanya pemufakatan jahat antara Willy dan Budi Liman. “Jaksa menyebut sudah ada komunikasi sebelum Dedi tertangkap. Itu semua rekayasa,” tuding Robert. *rez
1
Komentar