Willy 'Akasaka' Minta Bebas
Willy juga bersumpah dan mengatakan jika kasusnya merupakan rekayasa tingkat tinggi yang melibatkan petinggi salah satu instansi.
Kepemilikan 19.000 Butir Ekstasi
DENPASAR, NusaBali
Empat terdakwa kasus kepemilikan 19.000 butir ekstasi yang salah satunya merupakan mantan General Manager (GM) Akasaka, Abdul Rahman Willy alias Willy, 54 mengajukan pledoi (pembelaan) atas tuntutan seumur hidup yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Willy kembali menyebut jika kasusnya merupakan rekayasa tingkat tinggi.
Selain Willy ada tiga terdakwa lainnya mengajukan pembelaan di PN Denpasar, Kamis (22/2) yaitu Dedi Setiawan alias Cipeng, 51, Budi Liman Santoso, 38 dan Iskandar Halim alias Koi, 31. Untuk sidang dengan terdakwa Willy, diawali dengan pembacaan pembelaan pribadi.
Dalam pembelaannya, Willy menyebut tuntutan JPU tidak berdasar fakta persidangan dan hanya berdasar kemauan JPU. Willy juga bersumpah dan mengatakan jika kasusnya merupakan rekayasa tingkat tinggi yang melibatkan petinggi salah satu instansi. “Sebagai seorang muslim saya bersumpah bahwa tidak pernah melakukan seperti yang dituduhkan,” tegasnya di hadapan majelis hakim pimpinan I Made Pasek.
Ia berharap majelis hakim memiliki hati nurani yang bisa memutus perkara ini dengan rasa keadilan. Setelah Willy membacakan pembelaan, giliran kuasa hukumnya, Robert Khuwana yang membacakan pledoi. Ditegaskannya, penangkapan terdakwa Abdul Rahman Willy, Senin, 5 Juni 2017 adalah sebuah skenario. “Bagaimanapun harus menangkap terdakwa Abdul Rahman Willy sekalipun dengan berbagai cara yang dipergunakan. Hal tersebut tampak jelas dalam proses penangkapan,” ungkap Robert.
Dikatakan Robert Khuana, ada upaya dimana pada pokoknya Willy harus dihukum berat. Untuk melakukan skenario tersebut ini polisi menggunakan mulut dan tangan terdakwa lain yakni Dedi Setiawan, Iskandar dan Budi Liman. “Skenario diawali tertangkapnya Dedi kemudian Iskandar dan Budi Liman dimana semuanya terjadi saat mereka sudah dalam penangkapan dan pengontrolan polisi dan dikumpulkan di Hotel Sanur Paradise,” lanjut Robert.
Agar skenario barang bukti harus disampaikan kepada terdakwa Abdul Rahman Willy, maka polisi menyuruh Budi Liman untuk menghubungi terdakwa. Kejanggalan dan keanehan yang terjadi, barang bukti ekstasi tersebut tidak dibawa oleh Budi Liman tetapi oleh petugas polisi.
Kejanggalan semakin jelas, sebagaimana diungkapkan Robert Khuana, ketika dalam melaksanakan skenario, yang dikatakan saksi ahli sebagai sebuah rekayasa, tanpa didukung adanya transkrip pembicaraan antara terdakwa Abdul Rahman Willy dengan Budi Liman.
Oleh sebab itu, dengan kejanggalan serta keanehan dari perkara ini yang merupakan skenario yang direkayasa dimana terdakwa tidak ada atau memiliki inisiatif untuk membeli atau memesan ekstasi dari Budi Liman maka sudah sepantasnya membebaskan terdakwa dari dakwaan subsidair dan primair Jaksa Penuntut Umum.
Sementara itu, pembelaan untuk tiga terdakwa lainnya yang disidang bersamaan isinya hampir sama dengan pembelaan yang dibacakan Robert Khuwana. Atas pembelaan yang diajukan tim kuasa hukum para terdakwa, tim JPU tetap pada tuntutannya, yakni penjara seumur hidup. Sidang kembali dilanjutkan Senin, 26 Pebruari mendatang dengan agenda mendengarkan putusan dari majelis hakim. *rez
DENPASAR, NusaBali
Empat terdakwa kasus kepemilikan 19.000 butir ekstasi yang salah satunya merupakan mantan General Manager (GM) Akasaka, Abdul Rahman Willy alias Willy, 54 mengajukan pledoi (pembelaan) atas tuntutan seumur hidup yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Willy kembali menyebut jika kasusnya merupakan rekayasa tingkat tinggi.
Selain Willy ada tiga terdakwa lainnya mengajukan pembelaan di PN Denpasar, Kamis (22/2) yaitu Dedi Setiawan alias Cipeng, 51, Budi Liman Santoso, 38 dan Iskandar Halim alias Koi, 31. Untuk sidang dengan terdakwa Willy, diawali dengan pembacaan pembelaan pribadi.
Dalam pembelaannya, Willy menyebut tuntutan JPU tidak berdasar fakta persidangan dan hanya berdasar kemauan JPU. Willy juga bersumpah dan mengatakan jika kasusnya merupakan rekayasa tingkat tinggi yang melibatkan petinggi salah satu instansi. “Sebagai seorang muslim saya bersumpah bahwa tidak pernah melakukan seperti yang dituduhkan,” tegasnya di hadapan majelis hakim pimpinan I Made Pasek.
Ia berharap majelis hakim memiliki hati nurani yang bisa memutus perkara ini dengan rasa keadilan. Setelah Willy membacakan pembelaan, giliran kuasa hukumnya, Robert Khuwana yang membacakan pledoi. Ditegaskannya, penangkapan terdakwa Abdul Rahman Willy, Senin, 5 Juni 2017 adalah sebuah skenario. “Bagaimanapun harus menangkap terdakwa Abdul Rahman Willy sekalipun dengan berbagai cara yang dipergunakan. Hal tersebut tampak jelas dalam proses penangkapan,” ungkap Robert.
Dikatakan Robert Khuana, ada upaya dimana pada pokoknya Willy harus dihukum berat. Untuk melakukan skenario tersebut ini polisi menggunakan mulut dan tangan terdakwa lain yakni Dedi Setiawan, Iskandar dan Budi Liman. “Skenario diawali tertangkapnya Dedi kemudian Iskandar dan Budi Liman dimana semuanya terjadi saat mereka sudah dalam penangkapan dan pengontrolan polisi dan dikumpulkan di Hotel Sanur Paradise,” lanjut Robert.
Agar skenario barang bukti harus disampaikan kepada terdakwa Abdul Rahman Willy, maka polisi menyuruh Budi Liman untuk menghubungi terdakwa. Kejanggalan dan keanehan yang terjadi, barang bukti ekstasi tersebut tidak dibawa oleh Budi Liman tetapi oleh petugas polisi.
Kejanggalan semakin jelas, sebagaimana diungkapkan Robert Khuana, ketika dalam melaksanakan skenario, yang dikatakan saksi ahli sebagai sebuah rekayasa, tanpa didukung adanya transkrip pembicaraan antara terdakwa Abdul Rahman Willy dengan Budi Liman.
Oleh sebab itu, dengan kejanggalan serta keanehan dari perkara ini yang merupakan skenario yang direkayasa dimana terdakwa tidak ada atau memiliki inisiatif untuk membeli atau memesan ekstasi dari Budi Liman maka sudah sepantasnya membebaskan terdakwa dari dakwaan subsidair dan primair Jaksa Penuntut Umum.
Sementara itu, pembelaan untuk tiga terdakwa lainnya yang disidang bersamaan isinya hampir sama dengan pembelaan yang dibacakan Robert Khuwana. Atas pembelaan yang diajukan tim kuasa hukum para terdakwa, tim JPU tetap pada tuntutannya, yakni penjara seumur hidup. Sidang kembali dilanjutkan Senin, 26 Pebruari mendatang dengan agenda mendengarkan putusan dari majelis hakim. *rez
1
Komentar