Lestarikan Adat dan Tradisi, Siswa SMP Diajak Ngelawar
Dinas Kebudayaan (Disbud) Kota Denpasar mengajak siswa SMP Se-Kota Denpasar melestarikan adat dan tradisi di Bali melalui Lomba Ngelawar, Jumat (23/2) di Dinas Kebudayaan Kota Denpasar, Jalan Hayam Wuruk Denpasar.
DENPASAR, NusaBali
Kepala Dinas Kebudayaan, Kota Denpasar I Gusti Ngurah Bagus Mataram, mengatakan berbagai lomba termasuk Lomba Ngelawar digelar secara rutin untuk menjaga adat, tradisi, dan budaya Bali. “Saat ini kami menggelar tiga lomba sekaligus, di antaranya ada Ngelawar, Lomba Peparanian, dan Lomba Buat Sate Renteng. Melalui lomba ini kita harapkan mereka yang masih SMP sudah mampu membuat sarana upacara dengan sendirinya, karena ini akan terus berlaku ketika mereka ada di masyaarakat nanti terutamanya di banjar,” terangnya.
Mataram juga mengatakan, pada dunia perkembangan era globalisasi ini tradisi dan budaya Bali harus dipertahankan oleh generasi saat ini. Kendati kemajuan teknologi membayangi Indonesia, namun tradisi leluhur tetap harus dijaga. "Generasi inilah yang harus mempertahankan tradisi agar tidak luntur dari perubahan zaman. Mereka juga harus mampu mengimplementasikannya karena secara adat di Bali mereka sudah pasti akan menjadi anggota banjar," jelasnya.
Untuk kriteria lomba, kata Mataram, masing-masing lomba ada empat bagian yang akan dinilai, yakni cita rasa, kreativitas, kebersihan, dan penyajiannya. Pada Sate Renteng, lanjut Mataram harus ada keserasian, kebersihan, kelengkapan dan kreativitas. Sedangkan Lomba Maprani yang dinilai adalah kelengkapan isi prani, kreativitas, keserasian, dan kebersihan. Ketiga lomba itu diberikan waktu selama 90 menit.
Salah satu peserta I Made Rangga Wiguna, mengaku baru pertama kali mengikuti lomba tersebut. Kata Rangga, ia baru belajar sejak beberapa bulan lalu untuk persiapan lomba yang diikutinya yakni Lomba Ngelawar. Dimana pada masing-masing lomba hanya diikuti oleh empat orang saja, ia juga mengaku sempat grogi dan dibayangi oleh waktu yang singkat. “Sulitnya itu saat membuat adonan yang tipis-tipis, seperti daging dan buah nangka itu kan harus teliti sekali supaya tidak hancur. Selain itu saat mengiris kelapa juga saya mengalami kesulitan, ya mungkin karena baru pertama kali,” jelas siswa SMP Negeri 12 Denpasar tersebut.
Peserta lain Kadek Yuda Sandiarta asal SMP Saraswati Denpasar yang mengikuti Lomba Sate Renteng mengaku mendapatkan pengalaman baru saat mengikuti lomba tersebut. "Ini menjadi pengalaman pertama dalam Lomba Sate Renteng yang merupakan salah satu uperengga upakara dan diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat di Bali," tandasnya. *m
Kepala Dinas Kebudayaan, Kota Denpasar I Gusti Ngurah Bagus Mataram, mengatakan berbagai lomba termasuk Lomba Ngelawar digelar secara rutin untuk menjaga adat, tradisi, dan budaya Bali. “Saat ini kami menggelar tiga lomba sekaligus, di antaranya ada Ngelawar, Lomba Peparanian, dan Lomba Buat Sate Renteng. Melalui lomba ini kita harapkan mereka yang masih SMP sudah mampu membuat sarana upacara dengan sendirinya, karena ini akan terus berlaku ketika mereka ada di masyaarakat nanti terutamanya di banjar,” terangnya.
Mataram juga mengatakan, pada dunia perkembangan era globalisasi ini tradisi dan budaya Bali harus dipertahankan oleh generasi saat ini. Kendati kemajuan teknologi membayangi Indonesia, namun tradisi leluhur tetap harus dijaga. "Generasi inilah yang harus mempertahankan tradisi agar tidak luntur dari perubahan zaman. Mereka juga harus mampu mengimplementasikannya karena secara adat di Bali mereka sudah pasti akan menjadi anggota banjar," jelasnya.
Untuk kriteria lomba, kata Mataram, masing-masing lomba ada empat bagian yang akan dinilai, yakni cita rasa, kreativitas, kebersihan, dan penyajiannya. Pada Sate Renteng, lanjut Mataram harus ada keserasian, kebersihan, kelengkapan dan kreativitas. Sedangkan Lomba Maprani yang dinilai adalah kelengkapan isi prani, kreativitas, keserasian, dan kebersihan. Ketiga lomba itu diberikan waktu selama 90 menit.
Salah satu peserta I Made Rangga Wiguna, mengaku baru pertama kali mengikuti lomba tersebut. Kata Rangga, ia baru belajar sejak beberapa bulan lalu untuk persiapan lomba yang diikutinya yakni Lomba Ngelawar. Dimana pada masing-masing lomba hanya diikuti oleh empat orang saja, ia juga mengaku sempat grogi dan dibayangi oleh waktu yang singkat. “Sulitnya itu saat membuat adonan yang tipis-tipis, seperti daging dan buah nangka itu kan harus teliti sekali supaya tidak hancur. Selain itu saat mengiris kelapa juga saya mengalami kesulitan, ya mungkin karena baru pertama kali,” jelas siswa SMP Negeri 12 Denpasar tersebut.
Peserta lain Kadek Yuda Sandiarta asal SMP Saraswati Denpasar yang mengikuti Lomba Sate Renteng mengaku mendapatkan pengalaman baru saat mengikuti lomba tersebut. "Ini menjadi pengalaman pertama dalam Lomba Sate Renteng yang merupakan salah satu uperengga upakara dan diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat di Bali," tandasnya. *m
1
Komentar