Perempuan Masih Sulit Lolos ‘Jepitan’ Politisi Pria
Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) tak mau menyerah untuk memperjuangkan keterwakilan 30 persen perempuan di parlemen.
KPPI Diminta Ikut Ambil Bagian Urusan Negara
DENPASAR,NusaBali
Perjuangan advokasi merupakan salah satu jalan untuk memenuhi keterwakilan 30 persen perempuan di parlemen. Hal itu diungkapkan Ketua Pengurus Pusat KPPI, Dwi Septiani Djafar di sela-sela Pendidikan Politik Perempuan bertema ‘Agenda Demokrasi Pilkada Serentak 2018’ masih dalam Rangkaian Rakornas KPPI I, di Hotel Aston Denpasar, Jumat (23/2) sore.
Rakornas KPPI I pasca Kongres di Jogjakarta ini melibatkan pengurus dan 500 anggota KPPI se Indonesia. Dwi Septiani yang didampingi Ketua DPD KPPI Bali, Dewa Ayu Putu (DAP) Sri Wigunawati mengatakan dunia politik di Indonesia memang masih dikuasai kaum pria. Politisi atau perempuan politik masih susah lolos dari ‘jepitan’ politisi pria, karena berbagai hal. Baik dari sisi finansial, sumber daya manusia dan ketersediaan waktu dalam dunia politik. Sehingga tidak ada jalan lain selain dengan perjuangan di regulasi agar perempuan bisa bersaing dengan pria di dunia politik.
“Ada advokasi bagi perempuan politik ketika proses pencalonan di parlemen, supaya keterwakilan perempuan bisa memenuhi target sesuai dengan regulasi,” ujar kader PKS ini. Dwi Septiani juga mengungkapkan KPPI sudah berumur 18 tahun sejak berdiri tahun 2000 silam. Dalam rentang waktu tersebut KPPI masih belum bisa berbuat banyak untuk perjuangannya di parlemen, terutama untuk keterwakilan. Sehingga Rakornas KPPI I ini akan menjadi tonggak perjuangan.
“KPPI ini berangkat dari proses edukasi pendidikan politik kepada kaum perempuan. Kita inginkan masyarakat yang cerdas dengan pendekatan politik, tidak dengan pragmatis. Kita ada regulasi keterwakilan 30 persen perempuan, tetapi prakteknya tidak sampai 30 persen. Tugas KPPI lah mengawal keterwakilan perempuan itu,” tegas Septiawati.
Saat ini di Indonesia ada 22 kabupaten/kota yang tidak ada perempuannya di DPRD. Sebanyak 7 provinsi yang tidak ada anggota DPR RI perempuan. Ada juga sebanyak 11 Provinsi yang belum ada DPD RI perempuan. “Semua harus bersinergi dan tidak ada hegemoni lagi. KPPI ingin menjadi pelopor perempuan politik dalam mencapai hak-hak politik perempuan yang berkeadilan,” ujar Dwi Septiani.
Dalam Rakornas, KPPI akan mengeluarkan rekomendasi pengawalan terhadap regulasi di DPR RI, terutama soal keterwakilan perempuan dalam parlemen. KPPI punya kontribusi menyiapkan regulasi membangun kesetaraan. “Harus kita akui tugas KPPI ini dalam mengawal UU Pemilu tentang keterwakilan perempuan tidak ideal. Kita berharap ada progress yang baik. Misalnya perempuan wajib ditempatkan di urutan 1 dalam pencalegan. Ini saja mayoritas partai juga menolak. Tetapi kami akan berjuang,” tegas Dwi Septiani.
Output Rakornas juga target ada rekomendasi roadmap (peta jalan) menuju sukses politisi perempuan untuk bisa menjadi aktor di lapangan bersaing dengan pria. “Kultur di Indonesia memang tidak bisa dihindarkan pragmatisme, peningkatan keterwakilan karena masalah gender dan lainnya. Maka semua lembaga, elemen masyarakat mulai KPU, Bawaslu, DPR juga harus menyadari ada entitas yang harus diwujudkan,” ujarnya.
Sementara Direktur Pendidikan Politik Dalam Negeri Kemendagri, Dr Bactiar MSi mengatakan KPPI diharapkan tidak lagi hanya berbicara dan berjuang soal urusan keterwakilan 30 persen. Namun bisa lebih memperluas lagi jangkaunnya soal urusan negara. “KPPI harus hadir dan ambil bagian untuk urusan negara. Jadi tak hanya bicara masalah keterwakilan,” ujar Bactiar.
Untuk keterwakilan perempuan di parlemen nanti kata Bactiar, perempuan politik yang tergabung dalam KPPI memiliki peluang besar di Pileg 2019. Sebab dalam aturan pemilu nanti kursi DPR RI akan ditambah dari 560 kursi menjadi 575 kursi. “Ada peningkatan 15 kursi, kalau KPPI mau bisa siapkan kadernya sejak sekarang untuk bisa merebut 15 kursi yang ada. Di daerah- daerah juga ada penambahan kursi. KPPI harus all out ini,” tegas Bactiar. *nat
Komentar