Benarkah Indonesia Darurat Akal Sehat?
Kabareskrim Polri Komjen Ari Dono Sukmanto mengatakan bahwa, para pelaku penyebaran hoax mengidap gangguan kejiwaan sehingga tidak mampu meggunakan akal sehatnya (23/2/2018).
Isu-isu pemecah persatuan bangsa begitu mudahnya tersebar kepada masyarakat, pemicunyapun lagi-lagi dari media sosial yang sering kita sebut hoax atau berita bohong. Semudah itukah para pelaku penyebar hoax dalam menyebarkan berita bohong melalui media sosial, bukankah masyarakat kita sangat tersinggung jika dikatakan bodoh apalagi gila, anehnya sampai saat ini masih saja terjadi persekusi akibat mempercayai berita hoax di masyarakat kita.
Manusia diciptakan oleh Sang Pencipta dengan memiliki kelebihan dalam menggunakan pikiran dan perasaan. Walaupun pendidikan di Indonesia hampir dibilang merata tetapi tidak semua orang menerima jika dikatakan tidak memiliki akal sehat (irasional). Akal sehat adalah akal yang didasari dengan menganalisa masalah dan mempertimbangkannya secara rasional sehingga menghasilkan tindakan yang bijaksana. Sepertinya yang dikatakan oleh Socrates, hidup yang tidak dipikirkan adalah hidup yang tidak layak dijalani. Dalam memahami informasi media semestinya tidak setengah-setengah tanpa melalui filter dan mericek ke berbagai sumber sebelum meyakininya sebagai informasi yang benar. Sebenarnya, hoax tidak dapat berdiri sendiri, dibutuhkan kelihaian si pembuat dengan menyisipkan afirmasi kata-kata dengan gambar yang tepat sehingga si pembaca mampu meyakininya sebagai suatu kebenaran mutlak.
Pada tahun 1999 Bill Gates yang merupakan seorang pendiri dari Microsoft dan juga salah satu orang berpengaruh di abad 20 pernah menulis dan meramalkan pada bukunya yang berjudul “Business @ the Speed of Thought”, Bill Gates mengemukakan beberapa poin penting akan kekuatan teknologi dimasa mendatang salah satunya “private website for your friends and family will be common, allowing you to chat and plan for events (Situs privat untuk teman-teman dan keluarga akan berhamburan. Memungkinkan pengguna mengobrol dan membagi momen)”. Oleh karena itu, kemajuan teknologi informasi diharapkan memudahkan manusia dengan memberikan dampak positif, tetapi peran teknologi juga memberikan dampak negatif, informasi yang begitu cepat dan tanpa melalui filter yang baik seperti di facebook, twitter, instagram, short message service (sms), dan lain sebagainya dapat mempengaruhi emosi, perasaan, pikiran bahkan tindakan sesorang dan kelompok. Hoax (atau disebut juga berita bohong atau berita palsu) adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. hoax sendiri dianggap meresahkan publik, karena informasi yang tidak dapat dipastikan kebenarannya.
Reformasi telah membuka keran kebebasan informasi dan teknologi, tsunami informasi terus menerus menggempur masyarakat yang dimana mereka tidak di imbangi dengan kecakapan dalam pemahaman. Secara tidak langsung teknologi media di era digital sudah menjadi gaya hidup konsumerisme, literasi media diperlukan dalam upaya mengkonter penetrasi dampak negative dari media yang semakin gencar dan bebas. Sebagian dari masyarakat kita mudah terpengaruh dengan hoax, apalagi informasi yang mereka terima sesuai dengan pemikiran dan opininya. Hoax yang menimbulkan keresahan masyarakat merupakan hoax yang menggoreng isu SARA. Seperti penyebaran informasi kebangkitan PKI, pemahaman bumi datar, bullying dan lain sebagainya. Bagi mereka yang sedari awal memiliki kesamaan persepsi dan opini sangat mudah dipengaruhi dengan informasi-informasi hoax semacam itu. Parahnya lagi percaya yang berlebihan akan berita bohong membuat mereka ikut-ikutan menyebarkan dengan petunjuk share yang ada.
Penguatan pendidikan karakter merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengembalikan budaya Indonesia yang sedari awal menjadi jati diri kita, sebagai salah satu garda terdepan dalam penyelenggaraan pendidikan seorang guru berperan dalam menangkal dan mengantisipasi hoax kepada anak didiknya. Tidak hanya membekali mereka dengan kepintaran intelektual tetapi juga harus diberi pendidikan moral dan spiritual sehingga dapat membentuk jiwa sosial, berpikir kritis, menghormati orang tua, serta adil disegala bidang.
Berharap guru mendidik karakter anak didiknya menjadi berkepribadian baik dan pintar, sementara orang tua, media, dan lingkungan sangat kontradiktif. Alih-alih Membiarkan mereka asik dalam pergumulan di dunia maya dengan tujuan agar tidak menggangu kegiatan orang tua dan menghindari prilaku hedonis, malah hal tersebut menjebak mereka pada situasi alienasi sosial dan berdampak pada gangguan mental.
Perlu di ingat bahwa Indonesia itu terdiri dari berbagai suku, ras, dan agama, banyak Negara yang mengagumi kita sebagai bangsa yang besar. Bangsa Indonesia memiliki moto yang terpampang di lambang Negara Indonesia yaitu “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu. Bung Karno yang mencetuskan penggunaan kata tersebut telah memikirkan jauh ke depan terkait keberlangsungan bangsa ini. Jangan jadikan hoax sebagai bahan mereka untuk memecah belah bangsa kita yang kita raih melalui perjuangan, darah, dan air mata. Jangan mau dibodohi oleh siapapun! Hai pemuda-pemudi Indonesia, bangkitlah majulah, bersikap kritislah demi Indonesia Jaya! begitulah pesan Bung Karno bagi para generasi penerus.
Berperang melawan penjajah itu berat butuh pengorbanan, tapi ada yang lebih berat yaitu menjaga, merawat, dan mencintai Indonesia dari alam, budaya, dan perbedaan yang kita miliki.
Penulis : I Gusti Agung Gede Artanegara
Pemerhati Teknologi Dan Budaya Kemendikbud RI
*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
1
Komentar