Polri Telusuri Penyandang Dana The Family MCA
Pemkab Jembrana Tegaskan Proses KTP Penebar Hoax Seusai Prosedur
NEGARA, NusaBali
Bareskrim Mabes Polri telusuri penyandang dana, aliran dana, hingga pemesan hoax (berita bohong) dan ujaran kebencian kelompok WhatsApp ‘The Family’ Muslim Cyber Army (MCA), yang salah satu anggotanya ber-KTP Banjar Kedisan, Desa Yehembang Kauh, Kecamatan Mendoyo, Jembrana. Kepolisian menduga terdapat sejumlah aliran dana dalam setiap jaringan MCA penyebar hoax.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Fadil Imran, mengatakan pihaknya juga akan mendalami pelaku utama jaringan MCA penyebar hoak dan ujaran kebencian ini. “Kami sedang dalami siapa yang menyuruh dan dari mana dapatkan modal, sehingga bisa lakukan kegiatan seperti ini," ujar Brigjen Fadil dilansir detikcom di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Pusat, Rabu (28/2).
Menurut Brigjen Fadil, pihaknya juga mengejar identitas pemesan hoax ke MCA. Semua akan diselidiki keterkaitannya dengan organisasi atau individu tertentu. "Sedang kami dalami siapa yang order? Apakah ada kaitannya dengan ormas atau organisasi apa pun, siapa yang biayai? Kasih kami waktu," tandas Brigjen Fadil.
Brigjen Fadil sendiri menduga terdapat sejumlah aliran dana dalam setiap jaringan MCA. Hal ini terlihat dari sistem kerja MCA yang terstuktur. "Walau kemarin (Selasa) saya katakan kelompok ini nggak terstruktur seperti Saracen, namun kerjanya secara sistematis. Jumlahnya (biaya) bisa banyak," katanya.
Brigjen Fadil mengimbau wanita berinisial TM, salah anggota kelompok MCA, segera menyerahkan diri. TM diduga sebagai salah satu konseptor dalam modus operandi hoax MCA. "Saya imbau TM, jenis kelaminnya adalah perempuan, sebagai konseptor yang juga member, untuk menyerahkan diri," pintanya.
Disebutkan, konseptor berinisial TM ini merupakan member yang tergabung dalam jaringan 'The Family MCA'. Jaringan ini terdiri dari 9 admin yang memiliki pengaruh di grup-grup lain kelompok MCA. Kelompok ini merupakan anggota inti MCA yang bertugas mengatur dan merencanakan strategi menyebarkan hoax dan ujaran kebencian. "Mereka (The Family CMA) ini adalah anggota inti.”
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri mengungkap mekanisme kerja kelompok MCA ini dalam menyebarkan berita hoax dan ujaran kebencian. Menurut Brigjen Fadil, ada 4 kelompok lain yang tergabung dalam jaringan besar ini. "MCA United ini grup besar, kami identifikasi bahwa grup ini terbuka, membernya ratusan ribu lebih, dengan admin 20 orang," papar Brigjen Fadil.
Jaringan pertama disebut sebagai grup MCA United, yang bertugas menampung seluruh postingan member MCA yang jumlahnya ratusan ribu. Di dalam grup ini, terdapat 20 admin yang memviralkan hoax dan ujaran kebencian. "MCA United sebagai wadah menampung postingan dari member MCA yang berisi akun berita video dan gambar yang ditujukan untuk disebarluaskan," katanya.
Jaringan kedua, bernama Cyber Moeslim Defeat Hoax, yang bertugas melakukan setting isu dan menyebarkan secara serentak ke sejumlah media massa. Ada 145 member dalam jaringan tertutup ini. "Jaringan tertutup ini bertugas sebagai wadah melakukan setting isu agar dapat memenangkan opini. Jaringan ini menyebarkan hoaks secara serentak dan bergelombang. Isunya, misal, hoaks mengenai penculikan ulama dan penyerangan ulama oleh orang gila, isu adzan, dan isu PKI bangkit yang dibuat secara bertahap," ujarnya.
Jaringan ketiga, bernama The Family Team, yang merupakan kelompok inti dan rahasia. Grup ini berisi 9 admin yang merencakan seluruh mekanisme MCA. "Inilah dapurnya MCA," sebut Brigjen Fadil. Jaringan keempat, MCA juga memiliki kelompok Tim Sniper yang berjumlah 177 member, yang bertugas untuk menyerang individu atau kelompok yang dianggap lawan. Selain itu, kelompok ini juga menyebarkan isu kontra narasi untuk menyerang balik individu atau kelompok lawan.
Bareskrim Mabes Polri sendiri sebelumnya menangkap enam (6) pelaku yang diduga aktif menyebarkan isu provokatif dan pencemaran nama baik di media sosial. Mereka yang tergabung dalam kelompok WhatsApp ‘The Family MCA’ ini ditangkap di 6 daerah berbeda, termasuk Bali. Satu-satunya pelaku ujaran kebencian yang ditangkap di Bali adalah Ramdani Saputra, 38, yang ber-KTP Banjar Kedisan, Desa Yehembang Kauh, Kecamatan Mendoyo, Jembrana.
Tersangka Ramdani Saputra, pria kelahiran Jakarta, 3 Agustus 1979, yang kesehariannya bekerja sebagai sales elektronik di Kota Denpasar, ditangkap di kawasan Jembrana, Senin (26/2) siang pukul 13.20 Wita. Dari tangan pria yang ber-KTP dengan alamat Banjar kedisan, Desa Yehembang Kauh, Kecamatan Mendoyo, Jembrana ini petugas mengamankan barang bukti berupa HP Sony Experia ZR warna hitam berikut Sim Card 3.
Selain Ramdani Saputra, anggota The Family MCA yang juga diamankan polisi pada saat hampir bersamaan, Senin lalu, antara lain, ML, 40 (ditangkap di Jakarta Utara), RSD, 35 (dibekuk di Bangka Belitung), dan Yus (ditangkap di Sumedang, Jawa Barat). Ada lagi pelaku yang ditangkap di Palu (Sulawesi Tengah) dan di DI Jogjakarta.
Tersangka Ramdani Saputra merupakan menantu dari Dewa Putu Dharma, 60, warga Banjar Kedisan, Desa Yehembang Kauh, Kecamatan Mendoyo. Dewa Putu Dharma mengaku sempat mencarikan menantunya itu KTP berdomisili di Banjar Kedisan, Desa Yehembang Kauh. Namun, dia tidak menyanka kalau menantunya ini terlibat dalam kelompok penyebar isu-isu provokatif dan ujaran kebencian.
Sementara itu, Kepala Dinas Dukcapil Jembrana, Ketut Wiaspada, memastikan pengurusan KTP atas nama Ramdani Saputra dengan domosili di Banjar Kedisan, Desa Yehembang Kaung telah sesuai prosedur, disertai dengan surat keterangan pindah. Penegasan Ketut Wispada ini sekaligus menepis pemberitaans ebuah media online kalau pross pengurusan KTP Ramdani Putra tidak sesuai prosedur.
“Ini kami masih ada arsip SKPWNI (Surat Keterngan Pindah WNI)-nya. Tidak benar kalau ada pengurusan KTP tanpa ada surat pindah,” tegas Ketut Wisapada di Negara, Rabu kemarin. Menurut Wiaspada, KTP yang dikantongi Ramdani Saputra diproses April 2016 silam. Penerbitan KTP bersamaan dengan penerbitan Kartu Keluarga (KK) Ramdani Saputra bersama istrinya yang asli warga Banjar Kedisan, Desa Yehembang Kauh, yakni Dewa Ayu Apriani.
“Waktu diurus itu, surat keterangan pindahnya dikeluarkan dari Disdukcapil Sumbawa, NTB, sesuai dengan alamat tinggal yang sebelumnya,” sebut Wiaspada. Untuk meproses permohan KTP Ramdani Saputra, kata Wispada, juga dilengkapi dengan sepengetahuan aparat banjar, desa, dan camat sesuai alamatnya. Ketika tidak memenuhi syarat itu, tak mungkin dapat diterbitkan KTP maupun KK.
Sedangkan Kelian Bajar Kedisan, Desa Yehembang Kauh, Made Lila Arsana, juga memastikan pengurusan KTP atas nama Ramdani Saputra disertai SKPWNI yang dilengkapi pemohon. Hanya saja,kebetulan yang meminta tolong membuatkan KTP tersebut adalah mertua Ramdani Saputra, yakni Dewa Putu Dharma.
Sebelum melanjutkan pengurusan KTP itu, Lila Arsana mengaku sempat menyampaikan kepada Ramdani Saputra untuk mengikuti ketentuan di banjar setempat. Salah satunya, menyangkut kegiatan gotong-royong yang rutin digelar dua minggu sekali. “Ya, waktu diurus KTP-nya bulan April 2016, saya sempat berpesan kepada dia (Ramdani Saputra) untuk memenuhi ketentuan dan mengukuti aturan di banjar. Dia menyatakan kesanggupannya. Tapi kenyataannya, dia tidak ada tinggal di sini, melainkan di Denpasar. Dia sangat jarang pulang,” papar Lila Arsana, Rabu kemarin. *ode
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Fadil Imran, mengatakan pihaknya juga akan mendalami pelaku utama jaringan MCA penyebar hoak dan ujaran kebencian ini. “Kami sedang dalami siapa yang menyuruh dan dari mana dapatkan modal, sehingga bisa lakukan kegiatan seperti ini," ujar Brigjen Fadil dilansir detikcom di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Pusat, Rabu (28/2).
Menurut Brigjen Fadil, pihaknya juga mengejar identitas pemesan hoax ke MCA. Semua akan diselidiki keterkaitannya dengan organisasi atau individu tertentu. "Sedang kami dalami siapa yang order? Apakah ada kaitannya dengan ormas atau organisasi apa pun, siapa yang biayai? Kasih kami waktu," tandas Brigjen Fadil.
Brigjen Fadil sendiri menduga terdapat sejumlah aliran dana dalam setiap jaringan MCA. Hal ini terlihat dari sistem kerja MCA yang terstuktur. "Walau kemarin (Selasa) saya katakan kelompok ini nggak terstruktur seperti Saracen, namun kerjanya secara sistematis. Jumlahnya (biaya) bisa banyak," katanya.
Brigjen Fadil mengimbau wanita berinisial TM, salah anggota kelompok MCA, segera menyerahkan diri. TM diduga sebagai salah satu konseptor dalam modus operandi hoax MCA. "Saya imbau TM, jenis kelaminnya adalah perempuan, sebagai konseptor yang juga member, untuk menyerahkan diri," pintanya.
Disebutkan, konseptor berinisial TM ini merupakan member yang tergabung dalam jaringan 'The Family MCA'. Jaringan ini terdiri dari 9 admin yang memiliki pengaruh di grup-grup lain kelompok MCA. Kelompok ini merupakan anggota inti MCA yang bertugas mengatur dan merencanakan strategi menyebarkan hoax dan ujaran kebencian. "Mereka (The Family CMA) ini adalah anggota inti.”
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri mengungkap mekanisme kerja kelompok MCA ini dalam menyebarkan berita hoax dan ujaran kebencian. Menurut Brigjen Fadil, ada 4 kelompok lain yang tergabung dalam jaringan besar ini. "MCA United ini grup besar, kami identifikasi bahwa grup ini terbuka, membernya ratusan ribu lebih, dengan admin 20 orang," papar Brigjen Fadil.
Jaringan pertama disebut sebagai grup MCA United, yang bertugas menampung seluruh postingan member MCA yang jumlahnya ratusan ribu. Di dalam grup ini, terdapat 20 admin yang memviralkan hoax dan ujaran kebencian. "MCA United sebagai wadah menampung postingan dari member MCA yang berisi akun berita video dan gambar yang ditujukan untuk disebarluaskan," katanya.
Jaringan kedua, bernama Cyber Moeslim Defeat Hoax, yang bertugas melakukan setting isu dan menyebarkan secara serentak ke sejumlah media massa. Ada 145 member dalam jaringan tertutup ini. "Jaringan tertutup ini bertugas sebagai wadah melakukan setting isu agar dapat memenangkan opini. Jaringan ini menyebarkan hoaks secara serentak dan bergelombang. Isunya, misal, hoaks mengenai penculikan ulama dan penyerangan ulama oleh orang gila, isu adzan, dan isu PKI bangkit yang dibuat secara bertahap," ujarnya.
Jaringan ketiga, bernama The Family Team, yang merupakan kelompok inti dan rahasia. Grup ini berisi 9 admin yang merencakan seluruh mekanisme MCA. "Inilah dapurnya MCA," sebut Brigjen Fadil. Jaringan keempat, MCA juga memiliki kelompok Tim Sniper yang berjumlah 177 member, yang bertugas untuk menyerang individu atau kelompok yang dianggap lawan. Selain itu, kelompok ini juga menyebarkan isu kontra narasi untuk menyerang balik individu atau kelompok lawan.
Bareskrim Mabes Polri sendiri sebelumnya menangkap enam (6) pelaku yang diduga aktif menyebarkan isu provokatif dan pencemaran nama baik di media sosial. Mereka yang tergabung dalam kelompok WhatsApp ‘The Family MCA’ ini ditangkap di 6 daerah berbeda, termasuk Bali. Satu-satunya pelaku ujaran kebencian yang ditangkap di Bali adalah Ramdani Saputra, 38, yang ber-KTP Banjar Kedisan, Desa Yehembang Kauh, Kecamatan Mendoyo, Jembrana.
Tersangka Ramdani Saputra, pria kelahiran Jakarta, 3 Agustus 1979, yang kesehariannya bekerja sebagai sales elektronik di Kota Denpasar, ditangkap di kawasan Jembrana, Senin (26/2) siang pukul 13.20 Wita. Dari tangan pria yang ber-KTP dengan alamat Banjar kedisan, Desa Yehembang Kauh, Kecamatan Mendoyo, Jembrana ini petugas mengamankan barang bukti berupa HP Sony Experia ZR warna hitam berikut Sim Card 3.
Selain Ramdani Saputra, anggota The Family MCA yang juga diamankan polisi pada saat hampir bersamaan, Senin lalu, antara lain, ML, 40 (ditangkap di Jakarta Utara), RSD, 35 (dibekuk di Bangka Belitung), dan Yus (ditangkap di Sumedang, Jawa Barat). Ada lagi pelaku yang ditangkap di Palu (Sulawesi Tengah) dan di DI Jogjakarta.
Tersangka Ramdani Saputra merupakan menantu dari Dewa Putu Dharma, 60, warga Banjar Kedisan, Desa Yehembang Kauh, Kecamatan Mendoyo. Dewa Putu Dharma mengaku sempat mencarikan menantunya itu KTP berdomisili di Banjar Kedisan, Desa Yehembang Kauh. Namun, dia tidak menyanka kalau menantunya ini terlibat dalam kelompok penyebar isu-isu provokatif dan ujaran kebencian.
Sementara itu, Kepala Dinas Dukcapil Jembrana, Ketut Wiaspada, memastikan pengurusan KTP atas nama Ramdani Saputra dengan domosili di Banjar Kedisan, Desa Yehembang Kaung telah sesuai prosedur, disertai dengan surat keterangan pindah. Penegasan Ketut Wispada ini sekaligus menepis pemberitaans ebuah media online kalau pross pengurusan KTP Ramdani Putra tidak sesuai prosedur.
“Ini kami masih ada arsip SKPWNI (Surat Keterngan Pindah WNI)-nya. Tidak benar kalau ada pengurusan KTP tanpa ada surat pindah,” tegas Ketut Wisapada di Negara, Rabu kemarin. Menurut Wiaspada, KTP yang dikantongi Ramdani Saputra diproses April 2016 silam. Penerbitan KTP bersamaan dengan penerbitan Kartu Keluarga (KK) Ramdani Saputra bersama istrinya yang asli warga Banjar Kedisan, Desa Yehembang Kauh, yakni Dewa Ayu Apriani.
“Waktu diurus itu, surat keterangan pindahnya dikeluarkan dari Disdukcapil Sumbawa, NTB, sesuai dengan alamat tinggal yang sebelumnya,” sebut Wiaspada. Untuk meproses permohan KTP Ramdani Saputra, kata Wispada, juga dilengkapi dengan sepengetahuan aparat banjar, desa, dan camat sesuai alamatnya. Ketika tidak memenuhi syarat itu, tak mungkin dapat diterbitkan KTP maupun KK.
Sedangkan Kelian Bajar Kedisan, Desa Yehembang Kauh, Made Lila Arsana, juga memastikan pengurusan KTP atas nama Ramdani Saputra disertai SKPWNI yang dilengkapi pemohon. Hanya saja,kebetulan yang meminta tolong membuatkan KTP tersebut adalah mertua Ramdani Saputra, yakni Dewa Putu Dharma.
Sebelum melanjutkan pengurusan KTP itu, Lila Arsana mengaku sempat menyampaikan kepada Ramdani Saputra untuk mengikuti ketentuan di banjar setempat. Salah satunya, menyangkut kegiatan gotong-royong yang rutin digelar dua minggu sekali. “Ya, waktu diurus KTP-nya bulan April 2016, saya sempat berpesan kepada dia (Ramdani Saputra) untuk memenuhi ketentuan dan mengukuti aturan di banjar. Dia menyatakan kesanggupannya. Tapi kenyataannya, dia tidak ada tinggal di sini, melainkan di Denpasar. Dia sangat jarang pulang,” papar Lila Arsana, Rabu kemarin. *ode
Komentar