182 Ogoh-ogoh di Denpasar Ikuti Lomba
Jelang Hari Raya Nyepi Saka 1940, sebanyak 182 Ogoh-ogoh mengikuti lomba yang dilaksanakan Dinas Kebudayaan (Disbud) Kota Denpasar.
Ogoh-ogoh akan Diarak di Masing-Masing Desa
DENPASAR, NusaBali
Kepala Dinas Kebudayaan Kota Denpasar IGN Bagus Mataram didampingi Kabid Kebudayaan, I Made Wedana, Jumat (2/3) mengatakan, Ogoh-ogoh yang dibuat sekaa teruna dinilai oleh Tim Penilai dari Dinas Kebudayaan Kota Denpasar pada 6-9 Maret 2018. Sejak dibuka pendaftaran pada 22 Januari sampai 22 Februari 2018 lalu terdapat 182 Ogoh-ogoh yang mengikuti lomba. Masing-masing sebanyak 48 peserta dari Kecamatan Denpasar Utara, 38 peserta dari Kecamatan Denpasar Barat, 38 peserta dari Kecamatan Denpasar Selatan dan 58 peserta dari Kecamatan Denpasar Timur. Dari lomba tersebut nantinya akan dipilih 32 pemenang atau nominator dengan komposisi delapan sekaa di masing-masing kecamatan dan berhak mendapatkan uang pembinaan sebesar Rp 10 juta.
Menurut Ngurah Mataram, sekaa yang sudah pernah mendapatkan nominasi selama dua tahun berturut-turut tidak diikutsertakan dalam penilaian. Nantinya, semua peserta lomba termasuk 32 pemenang akan melakukan pawai dan rutenya telah ditentukan masing-masing desa/kelurahan saat Pangrupukan atau sehari menjelang Hari Raya Nyepi.
Diberlakukannya sistem desa saat pawai, kata Ngurah Mataram, untuk menjaga keamanan terlebih lagi merupakan tahun politik. Disamping juga pelaksanaan dimasing-masing desa/kelurahan telah dilaksanakan sejak tahun 2014. "Dinas Kebudayaan hanya melakukan penilaian terhadap Ogoh-ogoh yang telah dibuat oleh masing-masing sekaa teruna," jelasnya.
Untuk syarat lomba menurut Ngurah Mataram, Ogoh-ogoh yang akan diseleksi yakni tidak menggunakan styrofoam/gabus dan spons, dibuat dengan bahan ramah lingkungan seperti ulat-ulatan bambu, kayu, kertas, guungan, gedeg, rotan, atau penyalin. Adapun tinggi Ogoh-ogoh minimal 3 meter dan maksimal 5,5 meter di atas permukaan tanah/lantai.
Kawat jaring hanya boleh digunakan pada aksesoris kamen, saput, selendang, dan rambut. Dan karet sandal hanya boleh pada gelang, kamen, dan bandong. "Kenapa tidak boleh menggunakan styrofoam karena di situ ketika mengulat tiing ada sifat gotong royong. Selain juga kita kembali menjaga budaya kita, dan Ogoh-ogoh ini menjadi ajang pergaulan dan tukar pikiran tentang sharing membuat teknik Ogoh-ogoh. Bukan hanya teknik tetapi juga filosofi agama Hindu,” ujar Ngurah Mataram. *m
DENPASAR, NusaBali
Kepala Dinas Kebudayaan Kota Denpasar IGN Bagus Mataram didampingi Kabid Kebudayaan, I Made Wedana, Jumat (2/3) mengatakan, Ogoh-ogoh yang dibuat sekaa teruna dinilai oleh Tim Penilai dari Dinas Kebudayaan Kota Denpasar pada 6-9 Maret 2018. Sejak dibuka pendaftaran pada 22 Januari sampai 22 Februari 2018 lalu terdapat 182 Ogoh-ogoh yang mengikuti lomba. Masing-masing sebanyak 48 peserta dari Kecamatan Denpasar Utara, 38 peserta dari Kecamatan Denpasar Barat, 38 peserta dari Kecamatan Denpasar Selatan dan 58 peserta dari Kecamatan Denpasar Timur. Dari lomba tersebut nantinya akan dipilih 32 pemenang atau nominator dengan komposisi delapan sekaa di masing-masing kecamatan dan berhak mendapatkan uang pembinaan sebesar Rp 10 juta.
Menurut Ngurah Mataram, sekaa yang sudah pernah mendapatkan nominasi selama dua tahun berturut-turut tidak diikutsertakan dalam penilaian. Nantinya, semua peserta lomba termasuk 32 pemenang akan melakukan pawai dan rutenya telah ditentukan masing-masing desa/kelurahan saat Pangrupukan atau sehari menjelang Hari Raya Nyepi.
Diberlakukannya sistem desa saat pawai, kata Ngurah Mataram, untuk menjaga keamanan terlebih lagi merupakan tahun politik. Disamping juga pelaksanaan dimasing-masing desa/kelurahan telah dilaksanakan sejak tahun 2014. "Dinas Kebudayaan hanya melakukan penilaian terhadap Ogoh-ogoh yang telah dibuat oleh masing-masing sekaa teruna," jelasnya.
Untuk syarat lomba menurut Ngurah Mataram, Ogoh-ogoh yang akan diseleksi yakni tidak menggunakan styrofoam/gabus dan spons, dibuat dengan bahan ramah lingkungan seperti ulat-ulatan bambu, kayu, kertas, guungan, gedeg, rotan, atau penyalin. Adapun tinggi Ogoh-ogoh minimal 3 meter dan maksimal 5,5 meter di atas permukaan tanah/lantai.
Kawat jaring hanya boleh digunakan pada aksesoris kamen, saput, selendang, dan rambut. Dan karet sandal hanya boleh pada gelang, kamen, dan bandong. "Kenapa tidak boleh menggunakan styrofoam karena di situ ketika mengulat tiing ada sifat gotong royong. Selain juga kita kembali menjaga budaya kita, dan Ogoh-ogoh ini menjadi ajang pergaulan dan tukar pikiran tentang sharing membuat teknik Ogoh-ogoh. Bukan hanya teknik tetapi juga filosofi agama Hindu,” ujar Ngurah Mataram. *m
Komentar