Pasien ODGJ asal Galiran Dirawat Intensif
Pasien orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) Sang Made Suardika asal Banjar Galiran, Desa Jehem, Kecamatan Tembuku, Bangli masih mendapat perawatan intensif dari tim medis Rumah Sakit Jiwa Provinsi (RSJP) Bali di Bangli.
BANGLI, NusaBali
Tim medis masih melakukan observasi atas kondisi yang bersangkutan sampai nantinya bisa dirawat di ruang tenang. Sang Suardika baru dibebaskan dari kurungan yang membelenggunya selama lima tahun.
Kepala Seski Kesehatan Jiwa Masyarakat RSJP Bali di Bangli, Bagus Surya Kusuma Wijaya menjelaskan, secara umum kondisi Sang Made Suardika stabil, namun masih perlu dilakukan asesmen. “Dari awal dibawa ke sini (RSJ) yang bersangkutan kondisi stabil, malahan pasien kooperatif. Apa yang disuruh oleh tim medis dilakukan. Tim masih melihat perkembangan kondisi pasien,” jelasnya, Jumat (2/3). Pasien Sang Suardika masih berada di ruang intensif, bila kondisi tidak ada perubahan maka perawatan bisa dilanjutkan di ruang tenang.
Dijelaskan, pasien bisa pindah ke ruang rawat tenang bila kondisi sudah stabil. “Dari UGD, dibawa ke ruang intensif, dilihat perkembangan dalam sehari, bila tidak ada perubahan seperti yang bersangkutan tidak gelisah atau uring-uringan, pasien bisa dipindahkan,” sebutnya. Surya Kusuma menjelaskan, pasien Sang Suardika menderita psikotik atau gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku kacau dan aneh.
Psikotik ada dua gejala yakni gejala positif dan negatif. Pasien dengan gejala positif cenderung aktif, menyampaikan atau mengungkapkan apa yang dirasakan. Sedangkan gejala negatif pasien cenderung pendiam dan menghindar orang lain. “Kalau pasien Sang Suardika ini cenderung gejala positif. Ia ungkapkan apa yang didengar dan dirasakan,” ujarnya. Pihaknya mengengitkan, bila pasien yang bersangkutan mendapat perawatan secara berkelanjutan, kondisi akan terkendali.
Terpisah, beberapa tahun belakangan, Sang Surdika tidak mendapatkan pengobatan. Berdasarkan jejak rekam medik yang bersangkutan, sempat mendapat perawatan di RSJ pada 2008 satu kali, tahun 2009 satu kali, dan di tahun 2013 dua kali, dan itu terakhir yang bersangkutan mendapat pengobatan.
Tidak dipungkiri di masyarakat gangguan kejiwaan cenderung pengobatan yang dilakukan secara niskala, Surya Kusuma menekankan agar pengobatan sekala atau medis tetap dijalankan. “Tidak masalah melakukan pengobatan secara niskala, namun alangkah baik bisa dilakukan keduanya,” imbuhnya. Pihaknya juga mengingatkan bagi masyarakat yang memiliki indikasi mengalami gangguan kejiwaan agar dirawat secara intensif, agar tidak kondisinya semakin parah.
Gangguan kejiwaan yakni adanya kerusakan pada otak yang disebabkan banyak faktor mulai dari depresi hingga epilepsi. “Ketika penderita epilepsi kumat terjadi kejang, dan saat itu puluhan sel di otak mengalami kerusakan. Bila sering kumat maka semakin banyak sel otak yang rusak. Kalau tidak tepat penanganan pasien tersebut bisa mengalami gangguan kejiwaan,” terangnya. *e
Kepala Seski Kesehatan Jiwa Masyarakat RSJP Bali di Bangli, Bagus Surya Kusuma Wijaya menjelaskan, secara umum kondisi Sang Made Suardika stabil, namun masih perlu dilakukan asesmen. “Dari awal dibawa ke sini (RSJ) yang bersangkutan kondisi stabil, malahan pasien kooperatif. Apa yang disuruh oleh tim medis dilakukan. Tim masih melihat perkembangan kondisi pasien,” jelasnya, Jumat (2/3). Pasien Sang Suardika masih berada di ruang intensif, bila kondisi tidak ada perubahan maka perawatan bisa dilanjutkan di ruang tenang.
Dijelaskan, pasien bisa pindah ke ruang rawat tenang bila kondisi sudah stabil. “Dari UGD, dibawa ke ruang intensif, dilihat perkembangan dalam sehari, bila tidak ada perubahan seperti yang bersangkutan tidak gelisah atau uring-uringan, pasien bisa dipindahkan,” sebutnya. Surya Kusuma menjelaskan, pasien Sang Suardika menderita psikotik atau gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku kacau dan aneh.
Psikotik ada dua gejala yakni gejala positif dan negatif. Pasien dengan gejala positif cenderung aktif, menyampaikan atau mengungkapkan apa yang dirasakan. Sedangkan gejala negatif pasien cenderung pendiam dan menghindar orang lain. “Kalau pasien Sang Suardika ini cenderung gejala positif. Ia ungkapkan apa yang didengar dan dirasakan,” ujarnya. Pihaknya mengengitkan, bila pasien yang bersangkutan mendapat perawatan secara berkelanjutan, kondisi akan terkendali.
Terpisah, beberapa tahun belakangan, Sang Surdika tidak mendapatkan pengobatan. Berdasarkan jejak rekam medik yang bersangkutan, sempat mendapat perawatan di RSJ pada 2008 satu kali, tahun 2009 satu kali, dan di tahun 2013 dua kali, dan itu terakhir yang bersangkutan mendapat pengobatan.
Tidak dipungkiri di masyarakat gangguan kejiwaan cenderung pengobatan yang dilakukan secara niskala, Surya Kusuma menekankan agar pengobatan sekala atau medis tetap dijalankan. “Tidak masalah melakukan pengobatan secara niskala, namun alangkah baik bisa dilakukan keduanya,” imbuhnya. Pihaknya juga mengingatkan bagi masyarakat yang memiliki indikasi mengalami gangguan kejiwaan agar dirawat secara intensif, agar tidak kondisinya semakin parah.
Gangguan kejiwaan yakni adanya kerusakan pada otak yang disebabkan banyak faktor mulai dari depresi hingga epilepsi. “Ketika penderita epilepsi kumat terjadi kejang, dan saat itu puluhan sel di otak mengalami kerusakan. Bila sering kumat maka semakin banyak sel otak yang rusak. Kalau tidak tepat penanganan pasien tersebut bisa mengalami gangguan kejiwaan,” terangnya. *e
Komentar