Selain GTS, Pengajar di Perdiknas juga Dibekali 'Gerakan Sekolah Menyenangkan'
Menjadikan belajar sebagai proses yang menyenangkan membutuhkan suatu upaya inovatif.
DENPASAR, NusaBali
Selain Good Trust Smart (GTS), tenaga pengajar di lingkungan Perkumpulan Pendidikan Nasional (Perdiknas) pun terus mecharger diri untuk hal itu. Karenanya, Sabtu (3/3), Perdiknas menyelenggarakan seminar dan workshop ‘Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM)’ yang diikuti para guru SMP Nasional dan SMK Teknologi Nasional Denpasar.
Materi Gerakan Sekolah Menyenangkan disampaikan oleh narasumber Sri Wiji Handayani, seorang pengajar di Labschool Unnes Semarang, Jawa Tengah. Program ini dibuat oleh Nurizal, seorang akademisi dari Universitas Gajah Mada (UGM) yang dilaunching beberapa bulan yang lalu. Salah satu sekolah yang mengimplementasikan GSM ini adalah Labschool Unnes.
Menurut Sri Wiji Handayani, program Gerakan Sekolah Menyenangkan atau GSM ini berusaha mengambalikan lagi prinsip-prinsip pendidikan yang pernah diimplementasikan di Indonesia pada zaman Ki Hajar Dewantoro. Dimana, konsep dari tokoh pendidikan Indonesia itu sangat berhasil sehingga bisa membentuk organisasi-organisasi pemuda Indonesia yang hebat pada zamannya.
“Konsep yang diterapkan pada zaman Ki Hajar Dewantoro itu sama dengan konsep pendidikan di Finlandia yang terkenal berhasil dalam bidang pendidikan. Pendidikan dimana lebih memenuhi kodrati anak, apa yang dibutuhkan anak,” ungkapnya.
Pada zaman Ki Hajar Dewantoro, istilah jenjang pendidikan disebut dengan taman pendidikan. Konsep taman adalah sesuatu yang menyenangkan, sehingga stimulus pendidikan yang disampaikan lebih didapat secara optimal daripada lebih banyak memperbesar presentasi pada pembelajaran yang bersifat akademik. Singkatnya, dalam konsep ini siswa tidak hanya mengikuti materi yang disampaikan oleh sekolah, namun lebih memperhatikan nilai-nilai kodrati pada anak.
“Konsep ini lebih ke membentuk karakternya, yakni dengan membentuk pola pikir yang ada dalam konsep pendidikan Ki Hajar Dewantoro diantaranya olah pikir, olah laku, olah rasa, dan olah raga. Jika sekolah bisa menerapkan hal tersebut, mudah-mudahan anak-anak lebih punya kesempatan untuk menjadi apa yang mereka inginkan, untuk mengeksplore dirinya, untuk mencari tahu sebenarnya apa yang mereka inginkan,” imbuhnya.
Sementara Ketua Perdiknas Dr AAA Ngurah Tini Rusmini Gorda SH MM MH menambahkan, GSM sebenarnya telah diterapkan di lingkungan Perdiknas, dimana konsep dibangunnya Perdiknas adalah sebagai lembaga para sahabat dan keluarga. “Konsep didirikannya Perdiknas, itu kata kuncinya harus senang. Jadi hari ini para guru sedang mencharger diri, menerima workshop, agar ketika mereka kembali mengajar ke kelas masing-masing, mereka bisa melakukan pola belajar yang lebih menyenangkan,” ujarnya.
Menurutnya, GSM yang baru-baru ini dilaunching adalah sebagai pematik untuk menguatkan kembali hal-hal positif untuk perkembangan anak didik. Dengan demikian, tujuannya mampu secara maksimal melakukan transformasi di era zaman now. “Karena itu, dengan workshop ini menjadi suatu evaluasi di lembaga Perdiknas, apakah setelah ini ada perubahan dari para guru. Ini sebagai upaya menchager diri, introspeksi diri, dan evaluasi,” katanya.
“Gerakan ini (GSM, red) adalah cara mengeksekutor dari konsep karakter Good Trust Smart. GTS adalah modal dari seseorang berupa karakter. Nah, karakter itu kan harus diimplementasikan melalui gerakan. Karena kalau tidak ada gerakan, kan belum tentu seseorang bisa dikatakan berkarakter,” tambah Tini Gorda. *ind
Materi Gerakan Sekolah Menyenangkan disampaikan oleh narasumber Sri Wiji Handayani, seorang pengajar di Labschool Unnes Semarang, Jawa Tengah. Program ini dibuat oleh Nurizal, seorang akademisi dari Universitas Gajah Mada (UGM) yang dilaunching beberapa bulan yang lalu. Salah satu sekolah yang mengimplementasikan GSM ini adalah Labschool Unnes.
Menurut Sri Wiji Handayani, program Gerakan Sekolah Menyenangkan atau GSM ini berusaha mengambalikan lagi prinsip-prinsip pendidikan yang pernah diimplementasikan di Indonesia pada zaman Ki Hajar Dewantoro. Dimana, konsep dari tokoh pendidikan Indonesia itu sangat berhasil sehingga bisa membentuk organisasi-organisasi pemuda Indonesia yang hebat pada zamannya.
“Konsep yang diterapkan pada zaman Ki Hajar Dewantoro itu sama dengan konsep pendidikan di Finlandia yang terkenal berhasil dalam bidang pendidikan. Pendidikan dimana lebih memenuhi kodrati anak, apa yang dibutuhkan anak,” ungkapnya.
Pada zaman Ki Hajar Dewantoro, istilah jenjang pendidikan disebut dengan taman pendidikan. Konsep taman adalah sesuatu yang menyenangkan, sehingga stimulus pendidikan yang disampaikan lebih didapat secara optimal daripada lebih banyak memperbesar presentasi pada pembelajaran yang bersifat akademik. Singkatnya, dalam konsep ini siswa tidak hanya mengikuti materi yang disampaikan oleh sekolah, namun lebih memperhatikan nilai-nilai kodrati pada anak.
“Konsep ini lebih ke membentuk karakternya, yakni dengan membentuk pola pikir yang ada dalam konsep pendidikan Ki Hajar Dewantoro diantaranya olah pikir, olah laku, olah rasa, dan olah raga. Jika sekolah bisa menerapkan hal tersebut, mudah-mudahan anak-anak lebih punya kesempatan untuk menjadi apa yang mereka inginkan, untuk mengeksplore dirinya, untuk mencari tahu sebenarnya apa yang mereka inginkan,” imbuhnya.
Sementara Ketua Perdiknas Dr AAA Ngurah Tini Rusmini Gorda SH MM MH menambahkan, GSM sebenarnya telah diterapkan di lingkungan Perdiknas, dimana konsep dibangunnya Perdiknas adalah sebagai lembaga para sahabat dan keluarga. “Konsep didirikannya Perdiknas, itu kata kuncinya harus senang. Jadi hari ini para guru sedang mencharger diri, menerima workshop, agar ketika mereka kembali mengajar ke kelas masing-masing, mereka bisa melakukan pola belajar yang lebih menyenangkan,” ujarnya.
Menurutnya, GSM yang baru-baru ini dilaunching adalah sebagai pematik untuk menguatkan kembali hal-hal positif untuk perkembangan anak didik. Dengan demikian, tujuannya mampu secara maksimal melakukan transformasi di era zaman now. “Karena itu, dengan workshop ini menjadi suatu evaluasi di lembaga Perdiknas, apakah setelah ini ada perubahan dari para guru. Ini sebagai upaya menchager diri, introspeksi diri, dan evaluasi,” katanya.
“Gerakan ini (GSM, red) adalah cara mengeksekutor dari konsep karakter Good Trust Smart. GTS adalah modal dari seseorang berupa karakter. Nah, karakter itu kan harus diimplementasikan melalui gerakan. Karena kalau tidak ada gerakan, kan belum tentu seseorang bisa dikatakan berkarakter,” tambah Tini Gorda. *ind
Komentar