Waspadai Anjing Dibuang di Perbatasan
Perbatasan, menjadi tempat yang paling mudah untuk membuang anjing jika pemiliknya sudah tidak menginginkan anjing tersebut.
DENPASAR, NusaBali
Dinas Pertanian (Distan) Kota Denpasar waspadai anjing liar di kawasan perbatasan Denpasar dengan wilayah lainnya. Sebab, setiap perbatasan merupakan tempat yang paling rentan untuk dijadikan pembuangan anjing oleh oknum masyarakat. Sehingga, saat ini perbatasan menjadi titik zona merah bagi Distan untuk memberantas penyebaran rabies.
Dari catatan estimasi Distan Kota Denpasar, dari 96.000 ekor anjing terdata dan divaksinasi, 10 persennya belum terkena sasaran sterilisasi dan vaksinasi. Alasannya, saat ini kebanyakan anjing liar terutama anjing lokal tumbuh dan berkembang di tempat-tempat yang jauh dari pemukiman warga. Salah satunya di rumah kosong dan di ruang terbuka yang mereka anggap aman dari jangkauan manusia.
Kepala Dinas Pertanian Kota Denpasar, I Gede Ambara Putra, didampingi Kabid Peternakan dan kesehatan hewan Distan Denpasar drh Made Ngurah Sugiri, Senin (5/3) mengatakan, saat ini dari estimasi tersebut pihaknya menyasar anjing liar lokal untuk dilakukan sterilisasi dan vaksinasi. Karena saat ini sudah tidak diperbolehkan lagi untuk melakukan eliminasi kecuali dengan keadaan mendesak salah satunya menggigit manusia.
Lanjut Ambara, kendati saat ini pihaknya berhasil mengentaskan gigitan yang menimbulkan penyakit rabies, namun, pihaknya masih mengkhawatirkan ada yang tercecer terutama pada perbatasan Denpasar.
Perbatasan, kata dia, menjadi tempat yang paling mudah untuk membuang anjing jika pemiliknya sudah tidak menginginkan anjing tersebut. "Kita anggap sebagai red zone," jelasnya.
Ambara menambahkan, saat ini pertumbuhan anjing sangat cepat apalagi anjing liar yang melahirkan di tempat-tempat yang kosong dan tidak bisa dijangkau. Hal itu membuat kesulitan pada tim sergap untuk memantau adanya anjing liar yang rentan terhadap penyakit rabies. "Populasinya akan bertambah karena banyak anjing liar yang belum terjangkau terutama di tempat-tempat yang susah di jangkau oleh petugas dan itu bisa rentan memiliki penyakit rabies," ungkapnya.
Sementara drh Made Ngurah Sugiri menambahkan, pihaknya selalu melakukan pemantauan terhadap anjing liar tersebut. Untuk saat ini yang paling banyak wilayahnya memiliki anjing liar lokal adalah Sanur, karena di wilayah tersebut memiliki donatur tersendiri dari wisatawan yang datang ke Bali untuk memberikan makan anjing di sana bahkan terkait kesehatan mereka.
Namun yang menjadi kekhawatirannya yakni anjing yang belum terurus dan kasus pembuangan anjing. "Sekarang jumlah gigitan anjing sudah menurun dari tahun 2015 sebanyak 6 gigitan, 2016 sebanyak 1 gigitan sedangkan 2017 tidak ada kasus sama sekali. Tapi walaupun sudah tidak ada kasus namun kita tetap antisipasi dengan bekerjasama pada LSM yang khusus menangani anjing liar," jelasnya.
Oleh karena itu kata Sugiri, pihaknya berharap kesadaran masyarakat yang memiliki anjing liar juga diperlukan. Terutama melakukan vaksinasi, dan sterilisasi. Jika memang masyarakat sudah tidak membutuhkan anjing yang ada di rumah mereka, Sugiri menghimbau agar tidak membuangnya. Namun bisa dibawa ke Dinas Pertanian untuk dipelihara. "Kalau memang ada yang sudah bosan jangan dibuang, bawa saja ke sini (Distan) kita bisa pelihara masih ada tempat di sini bahkan pecinta anjing juga masih mau menampung," tandasnya.*m
Dinas Pertanian (Distan) Kota Denpasar waspadai anjing liar di kawasan perbatasan Denpasar dengan wilayah lainnya. Sebab, setiap perbatasan merupakan tempat yang paling rentan untuk dijadikan pembuangan anjing oleh oknum masyarakat. Sehingga, saat ini perbatasan menjadi titik zona merah bagi Distan untuk memberantas penyebaran rabies.
Dari catatan estimasi Distan Kota Denpasar, dari 96.000 ekor anjing terdata dan divaksinasi, 10 persennya belum terkena sasaran sterilisasi dan vaksinasi. Alasannya, saat ini kebanyakan anjing liar terutama anjing lokal tumbuh dan berkembang di tempat-tempat yang jauh dari pemukiman warga. Salah satunya di rumah kosong dan di ruang terbuka yang mereka anggap aman dari jangkauan manusia.
Kepala Dinas Pertanian Kota Denpasar, I Gede Ambara Putra, didampingi Kabid Peternakan dan kesehatan hewan Distan Denpasar drh Made Ngurah Sugiri, Senin (5/3) mengatakan, saat ini dari estimasi tersebut pihaknya menyasar anjing liar lokal untuk dilakukan sterilisasi dan vaksinasi. Karena saat ini sudah tidak diperbolehkan lagi untuk melakukan eliminasi kecuali dengan keadaan mendesak salah satunya menggigit manusia.
Lanjut Ambara, kendati saat ini pihaknya berhasil mengentaskan gigitan yang menimbulkan penyakit rabies, namun, pihaknya masih mengkhawatirkan ada yang tercecer terutama pada perbatasan Denpasar.
Perbatasan, kata dia, menjadi tempat yang paling mudah untuk membuang anjing jika pemiliknya sudah tidak menginginkan anjing tersebut. "Kita anggap sebagai red zone," jelasnya.
Ambara menambahkan, saat ini pertumbuhan anjing sangat cepat apalagi anjing liar yang melahirkan di tempat-tempat yang kosong dan tidak bisa dijangkau. Hal itu membuat kesulitan pada tim sergap untuk memantau adanya anjing liar yang rentan terhadap penyakit rabies. "Populasinya akan bertambah karena banyak anjing liar yang belum terjangkau terutama di tempat-tempat yang susah di jangkau oleh petugas dan itu bisa rentan memiliki penyakit rabies," ungkapnya.
Sementara drh Made Ngurah Sugiri menambahkan, pihaknya selalu melakukan pemantauan terhadap anjing liar tersebut. Untuk saat ini yang paling banyak wilayahnya memiliki anjing liar lokal adalah Sanur, karena di wilayah tersebut memiliki donatur tersendiri dari wisatawan yang datang ke Bali untuk memberikan makan anjing di sana bahkan terkait kesehatan mereka.
Namun yang menjadi kekhawatirannya yakni anjing yang belum terurus dan kasus pembuangan anjing. "Sekarang jumlah gigitan anjing sudah menurun dari tahun 2015 sebanyak 6 gigitan, 2016 sebanyak 1 gigitan sedangkan 2017 tidak ada kasus sama sekali. Tapi walaupun sudah tidak ada kasus namun kita tetap antisipasi dengan bekerjasama pada LSM yang khusus menangani anjing liar," jelasnya.
Oleh karena itu kata Sugiri, pihaknya berharap kesadaran masyarakat yang memiliki anjing liar juga diperlukan. Terutama melakukan vaksinasi, dan sterilisasi. Jika memang masyarakat sudah tidak membutuhkan anjing yang ada di rumah mereka, Sugiri menghimbau agar tidak membuangnya. Namun bisa dibawa ke Dinas Pertanian untuk dipelihara. "Kalau memang ada yang sudah bosan jangan dibuang, bawa saja ke sini (Distan) kita bisa pelihara masih ada tempat di sini bahkan pecinta anjing juga masih mau menampung," tandasnya.*m
1
Komentar