Piodalan di Pura Desa Kukuh, Pangayah Desa Harus Potong Babi di Palinggih
Ada sejumlah keunikan saat pujawali atau piodalan di Pura Desa, Desa Pakraman Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan, pada Redite Wage Kuningan atau disebut Olihan, Minggu (14/2).
TABANAN, NusaBali
Salah satu keunikannya yakni memotong dan mengolah daging babi untuk sarana upakara harus di palinggih bale panjang.
Pada piodalan di Pura Desa kemarin, Banjar Pakraman Lodalang mendapat giliran nanggap. Krama sudah datang ke pura sejak pagi. Prosesi persiapan yadnya diwarnai guyuran hujan, namun krama tetap khusuk ngayah. Jero Kubayan (Wakil Ketua Pengayah Desa) kemudian menggorok babi di ujung selatan palinggih bale panjang. Setelah dibersihkan, pengayah desa atau pengayah utama yang berjumlah 19 orang menyerahkan babi itu kepada krama untuk dibersihkan. Setelah jeroan dibersihkan, babi kembali diserahkan kepada Pengayah Desa yang telah siaga di palinggih Bale Panjang.
Pengayah Desa yang berjumlah sebanyak 19 orang itu kemudian mengolah daging babi untuk sarana upakara di palinggih Bale Panjang. Setelah selesai untuk bahan upakara, daging babi kembali diserahkan kepada krama pengayah untuk diolah menjadi sate maupun lawar. Dimana sate dan lawar itu dibagikan untuk dibawa pulang. Pantauan di lapangan, tetandingan untuk upakara juga diselesaikan di palinggih Bale Panjang oleh Pengayah Desa.
Kelian Pegyayah Desa yang disebut Mekel Desa, Ketut Ledeng, 75, mengungkapkan, babi untuk yadnya haruslah disembelih oleh Jero Kubayan (Wakil Ketua Pengayah Desa). Mengapa disembelih di palinggih bale panjang yang notabene tempat suci untuk pratima? Menurut Ketut Ledeng, di palinggih balai panjang bagian selatan dipercaya sebagai pewaregan (dapur) niskala. Ia menceritakan, pada tahun 1967 dan 1969, babi untuk yadnya pernah dipotong di pewaragan (dapur) umum. Namun mendadak babi yang dipotong dan disembelih dagingnya rusak dan berulat (meberas).
Pada tahun 1967, piodalan di Pura Desa ditanggap oleh Banjar Pakraman Tatag. Namun prajuru banjar ketika itu seolah tak percaya dengan tradisi memotong babi harus di hilir palinggih Bale Panjang. Pengalaman buruk itu kembali terulang dua tahun kemudian, tepatnya tahun 1969. Ketika itu, Banjar Pakraman Menalun yang dapat giliran nanggap piodalan. “Prajuru (pengurus) kembali mencari babi untuk yadnya, dan ketika dipotong di palinggih Bale Panjang, dagingnya bagus dan yadnya berjalan lancar,” kenang Ledeng. 7 k21
Komentar